Ibadah
Beranda » Berita » Ihsan Adalah Puncak Kebaikan

Ihsan Adalah Puncak Kebaikan

Ihsan kebaikan

Ihsan adalah Puncak Kebaikan. Mengapa ada yang alergi? Kumaha Deui Manehna?.

 

 

Dalam sebuah Hadits Qudsi dijelaskan bahwa Allah SWT tergantung bagaimana prasangka hambaNya terhadapNya, …أنا عند ظنّ عبدي بي…

Betapa pentingnya fikiran seseorang mempengaruhi tingkah laku hingga nasib hidupnya. Begini rumusnya: Thought (fikiran) akan mempengaruhi Word (Perkataan), Word (Perkataan) akan menginspirasi Action (Perbuatan), Action (Perbuatan) yang diulang-ulang akan menjadi Hobby (Kebiasaan), Hobby (Kebiasaan) akan membentuk Character (Karakter, Sikap hidup), nah Character inilah yang berpotensi besar menentukan Destiny (Nasib) kehidupan sesorang.

Dahlan: Bisikan Prabowo Subianto

Secara sederhana, kata Aa Gym bahwa teko yang berisi air teh ya akan mengeluarkan air teh ketika dituangkan. Teko adalah ibarat hati dan teh itu isi hatinya. Adakah teko isinya air kopi, lantas ketika dituangkan justru keluarnya air susu? Pastinya gak ada, kalau ada berarti itu teko kurang ajar (aneh bin ajaib).

Dalam buku Worldview Islam yang disusun oleh Ustadz Dr. Usmanul Khakim (UNIDA Gontor) dijelaskan bahwa Ihsan menduduki hierarki paling tinggi dalam tangga-tangga kebaikan.

Pertama, Thayyib (طيب), adalah jenis kebaikan sosial berfokus pada sisi material. Kedua, Khair (خير), untuk kebaikan konsesus. Ketiga, Ma’ruf (معروف), untuk kebaikan yang merujuk pada pertimbangan rasio. Keempat, Shaalih (صالح), adalah kebaikan yang mempertimbangkan kegunaan (kemaslahatan). Kelima, Birr (برّ), merupakan kebaikan yang berbasis pada komitmen terhadap Syari’ah. Keenam, Ihsaan (إحسان), kebaikan paling tinggi yakni tipe kebaikan yang berbasis pada kebaikan transendental.

Kajian Aqidah Islamiyah

Dalam kajian Aqidah Islamiyah, Ihsan juga menempati puncak tertinggi tingkat keberagaman seseorang.

Sebagaimana dalam dialog masyhur sekali dalam Hadits Jibril, dimulai dengan pintu Islam yang ditandai seseorang melafalkan serta menyakini Dua Syahadat (Syahadatain): Syahadat Tauhid, أشهد أن لا إله إلا الله, Aku bersaksi tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allaah SWT, dan Syahadat Rasul, وأشهد أن محمدا رسول الله, Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT.

Hikmah Permintaan Maaf: Perjalanan Nikah Sahabat Karib

Konsekuensi logis dari seseorang yang sudah menyakini Syahadat Tauhid dan Syahadat Rasul adalah Meniatkan hidupnya untuk hanya beribadah kepada Allaah SWT, baik dengan Ibadah Mahdhah maupun Ibadah Ghairu Mahdhah, dengan mengikuti tata cara (Sunnah) Rasulullah Muhammad SAW baik berupa perkataan (qouliyah), perbuatan (fi’liyah), keputusan (taqririyah), hal-hal yg ditinggalkan (tarkiyah), maupun yg sudah beliau azamkan tetapi belum sempat dilaksanakan (hammiyah) semisal Shoum Tasu’a pada 9 Muharram.

Dalam level ini, Islam dan Iman adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Justru masing-masing menjadi pembuktian. Misalnya, Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 183 tentang Puasa Ramadhan khitabnya ditunjukkan kepada orang-orang yang beriman. Jadi, kalaupun ada orang yang mengklaim sebagai muslim, KTPnya juga tertera agamanya Islam tetapi ia tidak mau Puasa wajib tanpa ‘udzur syar’iy maka dengan sendirinya keislamannya batal atau runtuh.

Nah, mengapa dalam Hadits Rasulullah Muhammad SAW mengabarkan betapa banyak orang sudah mau berpuasa tetapi mereka tidak memperoleh apa-apa kecuali hanya lapar dan dahaga?. Disinilah Ihsan menemukan urgensinya. Bahwa beribadah tanpa keikhlasan kepada Allah SWT dan tidak mengikuti Sunnah Rasulullah Muhammad SAW akan sia-sia belaka.

Dalam penjelasan Rasulullah menjawab pertanyaan Jibril, apa itu Ihsaan? Beliau menjawab:
أن تعبد الله كأنك تراه وإن لم يكن تراه فإنه يراك
Engkau menyembah Allaah SWT seolah-olah engkau melihatNya, dan jika engkau tidak sanggup melihatNya maka yakinilah bahwasanya Ia melihatmu.

Maqom Ihsan

Orang yang sudah sampai maqom Ihsan (menjadi Muhsin, setelah Muslim dan Mu’min) akan senantiasa menyakini dalam pengawasan dan pantauan Allah SWT (Muraaqabatullaah). Bahkan selalu bersamaNya dimanapun dan kapanpun berada (Ma’iyyatullaah). Tentu saja bukan manunggaling kawulo Gusti alias Wihdatul Wujud yang sesat lho ya. Kalau kata santri zaman now: Allaah dulu, Allaah lagi, Allaah terus.

Menyelaraskan Pikiran dan Perbuatan: Kunci Hidup yang Autentik dan Bermakna

Walhasil, jika sedemikian penting dan tinggi derajat Ihsan, lantas mengapa ada orang yang alergi terhadapnya?!. Keur Doyan Mabuk, mereun ueiy. Catatan Ahad, 10 Muharram 1447. (Bogor Barat, MiM). (Muhlisin Ibnu Muhtarom, M.Pd)

× Advertisement
× Advertisement