SURAU.CO. Era Society 5.0, ya kita hidup di sebuah zaman di mana teknologi bukan hanya sebagai alat bantu, melainkan bagian dari kehidupan manusia. Di Era Society 5.0 ini, manusia hidup berdampingan dengan kecerdasan buatan, robot, dan big data.
Dunia pendidikan pun mengalami transformasi besar: proses belajar berpindah ke ruang digital, guru bersaing dengan mesin pencari, dan murid lebih akrab dengan gawai daripada buku, kitab dan perpustakaan.
Aktivitas yang dahulu dikerjakan secara manual kini digantikan oleh mesin dan sistem digital, sekarang tak perlu lagi membuka buku untuk mencari jawaban; cukup ketik beberapa kata kunci di Google, informasi pun muncul seketika. Namun, kemudahan ini membawa kekhawatiran: apakah generasi masa kini hanya pintar secara informasi, tetapi miskin dalam adab?
Ketika Google Menggantikan Guru
Di tengah kecanggihan teknologi, guru perlahan kehilangan posisi strategisnya sebagai sumber ilmu utama. Banyak anak-anak kini lebih percaya pada mesin pencari daripada mendengar penjelasan langsung dari guru. Padahal, belajar dari guru bukan hanya soal isi pelajaran, tapi juga menyerap nilai, semangat, bahkan keberkahan ilmu. Guru adalah teladan hidup- Google hanyalah mesin tanpa ruh.
Ketika proses belajar tak lagi melibatkan interaksi manusiawi, kita kehilangan satu komponen penting dalam pendidikan yaitu adab. Di sinilah letak krisisnya, kita menghasilkan generasi yang tahu banyak, tapi tak tahu diri.
Adab: Fondasi Utama dalam Menuntut Ilmu
Dalam Islam, adab bukan sekadar etika sosial. Ia adalah fondasi dalam perjalanan mencari ilmu. Tanpa adab, ilmu akan kehilangan arah dan makna. Seseorang mungkin mampu menghafal ratusan teori dan menyusun argumen hebat, tapi jika ia tak tahu menghormati gurunya, merendahkan orang lain, dan enggan bersikap rendah hati, maka semua kecerdasannya menjadi sia-sia.
Adab membentuk kepribadian. Ia mengajarkan cara duduk saat belajar, cara mendengar dengan saksama, cara bertanya dengan hormat, cara menyampaikan pendapat tanpa menyakiti dan bahkan cara menyampaikan izin untuk pamit pulang. Semua itu, meskipun terlihat sederhana, adalah hal-hal yang tidak diajarkan oleh teknologi.
Ilmu Tanpa Adab: Bencana yang Nyata
Banyak contoh nyata yang bisa kita lihat. Berapa banyak orang bergelar tinggi, namun tertangkap karena korupsi? Berapa banyak pemimpin yang cerdas, namun bersikap kasar, angkuh, dan mempermalukan orang lain?
Ilmu yang tidak dibarengi adab akan melahirkan kesombongan, dan kesombongan adalah awal dari kehancuran. Rasulullah Muhammad Saw telah memberi teladan sempurna bagaimana memadukan ilmu dan adab dalam satu pribadi.
Beliau bukan hanya guru, tapi juga contoh adab yang hidup dalam keseharian. Salah satu Hadisnya yang bisa kita jadikan pedoman dalam ber-adab kita sehari-hari adalah:
“Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil dan tidak menghormati orang tua.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Makna hadis Rasulullah Saw di atas adalah bagaimana menanamkan nilai adab sosial yang tinggi, menjadikan ilmu tidak berhenti di kepala, tetapi tercermin dalam sikap dan hubungan dengan sesama.
Ulama-Ulama Besar Menjunjung Adab
Imam Malik bin Anas pernah berpesan, “Pelajarilah adab sebelum engkau belajar ilmu.” Nasihat ini menunjukkan bahwa ulama terdahulu sangat menjaga urutan prioritas dalam menuntut ilmu. Mereka tidak tergesa-gesa mengejar wawasan sebelum memperbaiki sikap dan hati.
Yusuf bin Al-Husain, seorang ulama sufi, juga pernah berkata, “Dengan mempelajari adab, maka engkau akan mudah memahami ilmu.” Artinya, adab bukan hanya pelengkap, tapi alat yang memudahkan seseorang dalam menyerap ilmu dengan baik.
Adab dan Akhlak: Berbeda tapi Tak Terpisah
Dua istilah tersebut sering disamakan, padahal memiliki perbedaan mendasar. Adab lebih merujuk pada etika atau tata krama secara lahiriah, bagaimana seseorang bersikap, berbicara, dan berinteraksi. Sementara akhlak lebih dalam, berupa sifat-sifat batin seperti jujur, sabar, dan ikhlas.
Meski berbeda, keduanya saling melengkapi. Adab memperindah interaksi sosial, akhlak memperkuat kepribadian dari dalam. Lingkungan bisa mengajarkan adab, tapi menanamkan akhlak pada diri seseorang membutuhkan latihan spiritual dan iman yang kuat.
Menempatkan Adab di Atas Segala Hal
Kini saatnya kita kembali menata ulang prioritas dalam pendidikan. Mari tempatkan adab lebih utama daripada ilmu (al adab fauqol ilmi). Jangan hanya mencetak siswa yang pandai menjawab soal, tapi juga tumbuh menjadi pribadi yang beretika, hormat kepada guru, sayang kepada teman, dan rendah hati dalam keilmuan.
Teknologi bisa terus berkembang, tapi nilai-nilai luhur tetap harus dijaga. Adab adalah benteng terakhir agar ilmu tak membawa kesombongan, tetapi menumbuhkan keberkahan.
Semoga kita termasuk golongan yang tidak hanya mengejar kecerdasan, tetapi juga menjunjung tinggi adab. Dengan begitu, kita tak hanya menjadi manusia berilmu, tapi juga manusia yang berharga.(kareemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
