SURAU.CO – Dalam pandangan Islam, kekuasaan adalah amanah. Ia bukan tempat mencari keuntungan pribadi, melainkan ladang ibadah dan pengabdian kepada umat. Namun sayangnya, nilai-nilai itu kian memudar di tengah praktik politik kita hari ini. Demokrasi yang seharusnya menjadi jalan menyalurkan suara rakyat, kini dirasuki oleh oligarki: segelintir elite yang menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk mempertahankan kekayaan dan pengaruh, bukan untuk membela kepentingan umat.
Memahami Apa Itu Oligarki Politik
Oligarki politik adalah keadaan ketika kekuasaan berada di tangan segelintir orang, seperti pemilik modal besar, tokoh-tokoh berpengaruh, atau keluarga politik tertentu. Mereka punya kekuatan untuk menentukan siapa yang bisa mencalonkan diri dalam pemilu, siapa yang berpeluang besar menang, bahkan siapa yang akan menduduki jabatan penting.
Dalam situasi seperti ini, rakyat memang tetap ikut memilih. Namun, pilihan mereka sering kali sudah dibatasi dari awal. Proses politik tidak lagi terbuka dan adil, karena sudah dikuasai oleh kepentingan kelompok tertentu. Suara rakyat seolah ada, tapi tidak benar-benar didengar.
Pemilu yang Kehilangan Makna
Pemilu seharusnya memberi rakyat kesempatan untuk memilih pemimpin yang jujur dan bertanggung jawab. Namun, para elite menjadikan pemilu sebagai ajang mempertahankan kekuasaan. Mereka memajukan calon dari kelompoknya sendiri dan menyingkirkan orang-orang yang tidak memiliki dukungan modal atau koneksi kuat.
Banyak calon pemimpin yang jujur dan punya gagasan baik justru gagal maju karena mereka tidak mampu menanggung beban biaya politik yang sangat tinggi. Para pemodal yang mendanai kampanye juga sering memengaruhi arah kebijakan setelah kandidat menang. Akibatnya, rakyat kehilangan pilihan sejati karena elite politik hanya memberi mereka opsi yang terbatas.
Para politisi elite juga menjadikan debat publik dan visi-misi sebagai formalitas belaka. Mereka menyampaikan janji tanpa niat untuk mewujudkannya. Sementara itu, mereka terus menyusun kesepakatan kekuasaan di belakang layar tanpa melibatkan rakyat.
Dinasti Politik dan Budaya Nepotisme
Islam tidak pernah mengajarkan bahwa jabatan harus diwariskan berdasarkan hubungan darah. Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa keutamaan seseorang tidak bergantung pada asal-usulnya, tetapi pada ketakwaannya. Namun, banyak pejabat hari ini justru mewariskan jabatan kepada anggota keluarganya.
Para politisi membangun dinasti politik dengan cara mengarahkan pemilih untuk memilih anak, istri, atau saudara mereka sebagai penerus jabatan. Mereka menutup akses bagi calon lain dari kalangan rakyat biasa. Mereka memperlakukan kekuasaan seperti warisan keluarga, bukan sebagai amanah umat.
Akibat praktik ini, rakyat kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pemimpin yang baru dan lebih baik. Para tokoh dari kalangan masyarakat luas kesulitan bersaing karena dinasti politik mendominasi partai dan ruang publik. Masyarakat hanya menjadi penonton dalam proses yang semestinya melibatkan mereka sepenuhnya.
Harapan Ada di Tangan Umat
Islam hadir untuk membebaskan manusia dari kezaliman. Rasulullah ﷺ menunjukkan bahwa umat harus membebaskan diri dari segala bentuk kezaliman, termasuk kezaliman dalam sistem politik. Oleh sebab itu, umat tidak boleh membiarkan oligarki terus mengendalikan arah bangsa.
Umat harus menyadari bahwa suara yang mereka berikan dalam pemilu merupakan amanah yang kelak Allah minta pertanggungjawabannya. Mereka harus menggunakan suara itu dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Mereka juga harus menolak politik uang dan menegur siapapun yang mencoba menyuap suara mereka.
Masyarakat perlu mendorong lahirnya pemimpin yang jujur, bersih, dan takut kepada Allah. Mereka perlu mendorong tokoh-tokoh berintegritas untuk tampil dan membawa perubahan. Mereka harus memutus siklus kekuasaan yang hanya berputar pada satu kelompok.
Penutup: Menghidupkan Kembali Suara Rakyat
Kekuatan oligarki memang dapat melemahkan suara rakyat. Namun, oligarki tidak akan bisa memadamkan harapan. Umat Islam memiliki kewajiban untuk terus memperjuangkan keadilan dan menyuarakan kebenaran. Allah memuliakan setiap usaha yang tulus meskipun hasilnya belum tampak secara langsung.
Mari kita jaga suara kita agar tetap hidup dan bernyawa. Mari gunakan suara itu untuk menolak ketidakadilan dan membela kepentingan umat. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Umat memiliki tanggung jawab untuk menjaga amanah ini. Gunakan suara itu bukan untuk kepentingan sesaat, tetapi untuk membangun masa depan yang lebih adil, bermartabat, dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Dikutip dari beberapa sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
