SURAU.CO – Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia, memiliki berbagai tradisi budaya yang unik dan beragam. Salah satu tradisi budaya yang memiliki dampak besar dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah cara belajar membaca Al-Quran dengan metode Iqra. Masyarakat mengenal setidaknya 7 metode belajar Al-Quran yang luas, yaitu: Metode Iqra, Ummi, Qiroati, Tartil, Yanbu’a, An Nahdliyah, dan Al Bargy. Masing-masing metode tersebut tentu memiliki keunggulannya.
Saya tumbuh di lingkungan keluarga Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), sehingga sejak kecil saya mengenal dua organisasi besar Islam ini dalam kehidupan sehari-hari. Lahir dari seorang ayah pengurus Muhammadiyah dan ibu yang merupakan NU sejati, memaksa kami mengetahui perbedaan cara-cara beribadah dua organisasi ini. Kami belajar hidup damai dalam perbedaan dan tidak ada perdebatan antara keduanya.
Demikian juga dalam belajar membaca Al-Quran, kami mengalami kedua metode dari Muhammadiyah dan NU. Kami belajar agama dan membaca Al-Quran dengan metode Iqra di Madrasah Diniyah Awaliya (MDA) milik Muhammadiyah. Malam hari, setelah magrib, kami mengulang kaji (dibaca: belajar membaca Al-Quran) bersama ibu di rumah agar cepat lancar. Ibu mengajarkan saya huruf demi huruf sesuai makharijul huruf hijaiyah, dan menegur saya ketika tajwid saya salah saat mengaji, ingatan itu masih segar di kepala saya. Kenangan masa kecil yang indah dan membekas hingga saat ini. Dengan belajar membaca Al-Quran bersama ibu di rumah, kami menjadi lebih cepat membaca Al-Quran dibandingkan teman-teman lain, dan kemudian kami mengetahui bahwa metode ibu mengajar itu dikenal dengan sebutan turutan.
Menjalani pendidikan agama di sekolah Muhammadiyah membuat kami lebih dekat dengan organisasi ini, termasuk dalam menjalani ibadah. Namun setelah dewasa dibebaskan mau menjalani ibadah dengan cara yang diyakini.
Sejarah Iqra
KH A’ad Humam memperkenalkan Iqra sebagai metode cepat membaca Al-Quran pada akhir era 1980-an. KH A’ad Humam adalah tokoh Islam di lingkungan Muhammadiyah asal Kotagede Yogyakarta kelahiran 1933. Kala itu KH As’ad Humam ditemani oleh Jazir Asp, sosok sentral di Masjid Jogokariyan Yogyakarta, dalam menemukan metode Iqra.
KH As’ad Humam banyak belajar tentang agama Islam dari KH Dahlan Salim Zarkasyi penemu metode Qiroati dalam belajar membaca Al Quran. Dan KH As’ad Humam pernah ikut mengajarkan Qiroati untuk anak-anak di Taman Pendidikan Al Quran (TPA) Kotagede Yogyakarta.
KH As’ad Humam, bersama Jazir ASP dan Tim Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushalla (AMM) Yogyakarta, mendirikan TK Al-Quran AMM Yogyakarta pada 16 Maret 1986 setelah menemukan metode Iqra. Pada tahun 1988 KH As’ad Humam kembali mendirikan TK Al-Quran untuk anak usia 4 s.d 6 tahun di Selokraman, Kotagede. Setahun kemudian juga mendirikan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) untuk anak usia 7-12 tahun. Dari sinilah Iqra mulai berkembang ke Gresik dan Semarang, lalu menyebar dengan cepat dan banyak digunakan di banyak tempat di Indonesia hingga luar negeri.
Pada tahun 1988 metode Iqra mendapatkan pengakuan dari Menteri Agama dan didistribusikan secara nasional pada tahun 1992. Anna M Gade menuliskan dalam bukunya “Perfection Makes Practice: Learning, Emotion, and the Recited Qurʼān in Indonesia” bahwa pemerintah Malaysia mengadopsi metode Iqra secara resmi pada akhir tahun 1990-an. Dalam buku yang sama, Anna M Gade juga menuliskan bahwa bukan saja jaringan masjid dan Muhammadiyah, tetapi Nahdlatul Ulama ikut berjasa dalam mengenalkan metode ini secara luas. Sementara itu pasca wafatnya Kiai As’ad Humam pada Jumat, 2 Februari 1996, Agus Basri dan Khoiri Akhmadi dalam sebuah obituari di Majalah Gatra edisi 19 Februari 1996 menyebut bahwa metode Iqro’ telah menyebar di Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, Filipina, Eropa, dan Amerika.
Metode Iqra An-Nahdliyah
Iqra sebagai salah satu metode popular pembelajaran membaca Al-Quran secara sistematis dan bertahap telah banyak mengalami pengembangan agar lebih efektif dan adaptif terhadap kebutuhan peserta didik. Nahdlatul Ulama mengembangkan metode Iqra An Nahdliyah dengan pendekatan sesuai tradisi Ahlussunnah Wal Jama’ah. Metode Iqra An-Nahdliyah menekankan pada kemudahan dalam memahami huruf-huruf hijaiyah, penguasaan tajwid dasar, serta penerapan praktik membaca yang berulang. Metode ini menggabungkan unsur tajwid, tartil, serta pemahaman makna secara bertahap.
Dalam penelitiannya di STAI Ibnu Rusyd Kotabumi, Ridho Hidayah dkk menyebutkan: Beberapa karakteristik utama dari metode IQRA An-Nahdliyah adalah:
- Pendekatan bertahap. Guru menyusun materi secara sistematis, mulai dari yang paling sederhana hingga yang lebih kompleks.
- Fokus pada tartil dan tajwid. Dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an, ketepatan dalam pelafalan huruf sesuai makharijul huruf dan kaidah tajwid menjadi perhatian utama.
- Penggunaan pendekatan repetitif. Guru melakukan pembelajaran dengan metode pengulangan yang sistematis.
- Interaksi guru dan siswa yang aktif. Dalam metode ini, guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan bimbingan secara langsung dan interaktif kepada siswa. Guru mengajarkan tidak hanya bacaan Al-Quran, tetapi juga memberikan pemahaman mengenai makna ayat-ayat yang pelajari.
- Penyesuaian dengan karakteristik siswa. Salah satu keunggulan metode ini adalah kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan tingkat pemahaman dan karakteristik siswa, baik dari segi usia maupun kemampuan dalam membaca Al-Qur’an.
Pembelajaran membaca Al-Quran dengan metode Iqra’ An-Nahdliyah juga menerapkan metode talaqqi dan musyafahah. Di mana guru membacakan ayat Al-Quran dengan tartil dan tajwid yang benar, lalu siswa mendengarkan dan menirukan bacaan tersebut. Koreksi dilakukan secara langsung agar siswa dapat memperbaiki kesalahan mereka dengan cepat. Metode Iqra An-Nahdliyah tidak hanya meningkatkan keterampilan membaca Al-Quran dalam jangka pendek, tetapi juga membantu siswa dalam memahami kaidah tajwid serta meningkatkan daya ingat mereka terhadap pola bacaan.
Iqra dalam Memori
Surat Al-Alaq, yang merupakan surat pertama dalam Alquran yang diturunkan, diawali dengan kata Iqra. Iqra menjadi kata-kata penuh memori bagi anak-anak yang tumbuh mengaji di TPA, MDA atau TPQ pada tahun 1990-an. Iqra, buku yang dibawa hilir mudik pulang pergi mengaji. Romantisme masa kecil membawa buku pelajaran mengaji dengan gambar seorang lelaki tua berkacamata dengan paras kurus memakai jas hitam dan peci sebagai latar buku tersebut. Yang belakangan saya ketahui bahwa kakek tua di sampul buku Iqra adalah foto KH As’ad Humam.
Buku Iqra terdiri dari 6 jilid, masing-masing jilidnya adalah satu buku. Iqra menjadi barang penting yang tidak boleh rusak, apalagi hilang. Saya takut dimarahi karena tidak amanah menjaga barang sendiri ketika satu jilid Iqra hilang atau dipinjam teman dan tidak kembali. Namun, suatu kebanggaan ketika mampu menyelesaikan satu jilid dan naik ke jilid berikutnya. Pada masa itu, Iqra belum dikemas dalam satu buku tebal seperti yang banyak beredar saat ini.
Penutup
Iqra’ memiliki peran penting dalam perkembangan pembelajaran Al Quran di Indonesia. Metode belajar Iqra meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran di kalangan masyarakat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara tetangga. Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) banyak menggunakan metode Iqra dalam proses pembelajaran Al-Quran. Menurut penelitian Kementerian Agama RI tahun 2019, Iqra dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis siswa, serta meningkatkan kesadaran dan pengetahuan siswa tentang agama.
Rujukan:
- Kementerian Agama Republik Indonesia. (2019). Laporan Penelitian: Dampak Iqra terhadap Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Kemenag.
- Nurhadi, H. (2020). “Implementasi Metode IQRA An-Nahdliyah dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Quran.” Jurnal Pendidikan Islam Kontemporer. https://ojs.stai-ibnurusyd.ac.id/index.php/jpib/article/download/487/164/1887
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
