SURAU.CO – Hari ini siapa saja bisa dengan mudah mendapatkan akses atas sosial media di Internet, katakanlah seperti Facebook, Instagram, TikTok, Platform X atau yang lainnya. Indonesia sebagai negara dengan sistem Demokrasi tentu alhasil memiliki banyak tantangan dalam menjaga kualitas demokrasi yang beberapa tahun kebelakang. Hari ini dan mungkin kedepannya akan mengalami berbagai macam persoalan yang menjadi ancaman nyata bagi kualitas demokrasi di Indonesia.
Sosial media ibarat pedang bermata dua yang bisa menjadi sarana untuk menaikkan atau menurunkan kualitas Demokrasi. Bahwa konten menjadi sulit bahkan hampir tidak mungkin untuk disaring publisitasnya. Surplus informasi di masyarakat alhasil membuatnya kesulitan menyaring kebenaran berita dan sulit berpikir objektif atas berita atau narasi di sosial media. Terlebih Panggung Hoax, Ujaran Kebencian, Popularitas dan Sensasi menjadi lebih penting dari nilai sebuah konten.
Demokrasi dan Hoax
Pengartian berlebih masyarakat atas Demokrasi dan kebebasan berpendapat di sosial media hari ini berujung dengan maraknya konten bermuatan hoax. Kebebasan berpendapat tidak diimbangin dengan pola pikir objektif yang diperkuat dengan data, tapi hanya sebatas memberikan ekspresi kekesalan. Bahkan sebagian kelompok cenderung memilih atau menciptakan kebenaran mereka sendiri demi memuaskan hasrat mengkritik penguasa dan alhasil menolak fakta yang sebenarnya.
Keberagaman dan kebebasan membuat kanal website, blogger atau akun dalam sosial media menjadi gerbang awal penyebaran berita-berita hoax. Hal ini disebabkan oleh tujuan para pendiri media yang memiliki orientasi materi belaka dalam penyajian berita daripada kualitas atau kebenaran berita itu sendiri. Media massa yang semestinya menjadi pilar demokrasi seolah menjadi alat jual-beli jasa untuk memberitakan sesuatu berdasarkan pesanan orang atau kelompok tertentu.
Penguasa dan Rakyat dalam hal ini seolah sama-sama mendegradasi kualitas dari Demokrasi itu sendiri dengan caranya masing-masing. Misalnya, Penguasa dengan sikap dan kebijakan yang mengekang dan Rakyat dengan sikap acuh dan memilih kebenerannya sendiri. Bagi penguasa demokrasi bisa menjadi alat untuk memilih siapa yang mereka dengarkan atas nama rakyat. Bagi rakyat demokrasi bisa menjadi alat untuk berbicara apa saja atas nama kebebasan berpendapat tak peduli benar atau salah.
Media, Politisi dan Popularitas
Politisi dan media yang sama berusaha menaikkan popularitas dan melakukan berbagai cara tanpa memikirkan dampak negatif terhadap masyarakat. Agenda tak penting yang penting viral dan model pemberitaan clickbait menjadi beberapa contoh menggapai popularitas. Sepanjang masih banyak masyarakat yang membaca berita hanya berdasarkan judul, ini akan terus menjadi momok demokrasi dan ancaman kualitas berpikir. Media dan jurnalis bodrex menjadi labeling kepada mereka (media dan jurnalis) yang asal dalam membuat berita. Pejabat konten juga demikian, merupakan labeling untuk para pejabat yang hanya sibuk ngonten asal viral dan tanpa bekerja sungguh-sungguh.
Artis yang menjadi politisi atau pengusaha media yang menjadi politisi memiliki posisi yang menguntungkan dalam hal popularitas. Kondisi ini menyebabkan banyaknya politisi di negeri ini hanya mengandalkan popularitas daripada kualitas apalagi jika sudah membahas “isi tas”. Ini menjadi indikator yang menyebabkan kualitas demokrasi kita tidak pernah beranjak kemana-mana. Katakanlah jika beberapa orang sepakat dan menolak popularitas dan isi tas menjadi hal utama, tapi masyarakat kita nyatanya masih terjebak dalam hal itu.
Ujaran Kebencian
Politik kita meninggalkan sebuah residu berbahaya sejak terlaksananya Pemilu 2014 hingga hari ini, disparitas masyarakat masih terjadi diberbagai generasi di Indonesia. Perdebatan antara kelompok pendukung Jokowi dan Prabowo di 2014 seolah menyebar, beberapa beralih menjadi pendukung Anies hari ini. Kegiatan saling serang selalu terjadi di Instagram, TikTok, X maupun Grup WhatsApp Keluarga apalagi sebagian besar dalam bentuk serangan secara personal. Miris bukan? Sebagai bangsa yang besar dan sedang menghadapi ancaman Perang Dunia III tentu semestinya kita berbenah dan memperkuat soliditas sebagai masyarakat.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
