Banyak pasangan menunda niat baik untuk menikah. Alasannya sederhana, mereka takut melanggar pantangan. Salah satu mitos yang paling kuat beredar adalah larangan menikah di bulan Muharram. Masyarakat sering menganggap bulan ini sebagai bulan keramat atau penuh duka. Sehingga, menggelar perayaan besar seperti pernikahan dianggap tidak pantas dan bisa membawa sial.
Namun, benarkah pandangan ini sejalan dengan ajaran Islam? Jawabannya adalah tidak. Islam tidak pernah melarang umatnya untuk melangsungkan pernikahan di bulan Muharram. Keyakinan tersebut lebih berakar pada tradisi dan budaya lokal, bukan pada dalil agama yang kuat. Artikel ini akan mengupas tuntas hukum nikah bulan Muharram agar tidak ada lagi keraguan.
Akar Mitos Larangan Nikah di Bulan Muharram
Kepercayaan ini sebenarnya berasal dari dua sumber utama. Pertama adalah tradisi masyarakat Jawa. Kedua adalah pemaknaan yang keliru terhadap peristiwa sejarah Islam.
Dalam kebudayaan Jawa, masyarakat mengenal bulan Muharram sebagai bulan Suro. Mereka menganggap bulan Suro sakral dan penuh energi spiritual. Nenek moyang masyarakat Jawa sering menggunakan bulan ini untuk melakukan introspeksi diri, tirakat, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena itu, mereka meyakini aktivitas perayaan dan hura-hura, termasuk pesta pernikahan, akan mengganggu kesakralan bulan tersebut.
Selain itu, bulan Muharram memiliki makna historis yang mendalam bagi umat Islam, terutama terkait tragedi Karbala. Peristiwa wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Husain bin Ali, pada tanggal 10 Muharram menciptakan suasana duka. Sebagian kalangan memaknai bulan ini sebagai bulan berkabung. Dari sinilah muncul anggapan bahwa tidak etis untuk merayakan kebahagiaan di tengah suasana duka tersebut.
Bagaimana Pandangan Islam Sebenarnya?
Islam memandang semua bulan sebagai ciptaan Allah SWT. Tidak ada satu pun bulan yang secara inheren membawa sial atau keberuntungan. Hukum nikah bulan Muharram dalam syariat Islam adalah boleh (mubah). Tidak ada satu ayat Al-Qur’an atau hadits shahih yang secara spesifik melarangnya.
Seorang ulama, Ustadz Amirulloh, menegaskan hal ini. Beliau berkata:
“Tidak ada satu pun dalil, baik dari Al-Qur’an maupun Hadits, yang melarang pernikahan di bulan Muharram. Justru, semua bulan adalah baik di sisi Allah SWT. Menentukan hari atau bulan tertentu sebagai pembawa sial termasuk dalam kategori tathayyur atau thiyaroh, yaitu kepercayaan pada pertanda buruk yang dilarang dalam Islam.”
Pernyataan tersebut sangat jelas. Mengaitkan nasib buruk dengan waktu tertentu adalah bentuk kepercayaan yang tidak memiliki dasar dalam akidah Islam. Rasulullah SAW justru datang untuk menghapus kepercayaan-kepercayaan jahiliah semacam itu.
Dalil dan Fakta yang Menguatkan
Islam tidak mengenal konsep “bulan buruk” untuk menikah. Sebaliknya, yang menjadi penentu kebaikan sebuah pernikahan adalah niat, kesiapan calon pengantin, serta terpenuhinya rukun dan syarat nikah.
Rukun nikah yang utama meliputi:
-
Adanya calon mempelai pria dan wanita.
-
Adanya wali nikah dari pihak wanita.
-
Adanya dua orang saksi yang adil.
-
Adanya ijab (penyerahan dari wali) dan qabul (penerimaan dari mempelai pria).
Selama semua syarat dan rukun ini terpenuhi, pernikahan tersebut sah kapan pun dilaksanakan. Tidak ada kaitan sama sekali antara bulan pelaksanaan dengan keberkahan pernikahan. Keberkahan datang dari Allah SWT, bukan dari bulan atau tanggal tertentu.
Bahkan, beberapa riwayat menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib menikahi Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah SAW, pada awal tahun Hijriah. Meskipun ada perbedaan pendapat mengenai bulan pastinya, peristiwa ini menunjukkan bahwa keluarga Nabi tidak pernah menganggap bulan-bulan awal dalam kalender Hijriah sebagai waktu yang buruk.
Menyikapi Mitos di Lingkungan Keluarga
Lalu, bagaimana jika keluarga atau orang tua masih memegang teguh mitos ini? Gunakanlah komunikasi dan edukasi yang santun sebagai kunci. Calon pengantin dapat memberikan penjelasan dengan lembut. Sampaikan bahwa Anda sebaiknya tidak menunda niat baik untuk menikah hanya karena kepercayaan tanpa landasan agama.
Jelaskan bahwa Islam memperbolehkan hukum nikah bulan Muharram. Anda bisa mengajak mereka berdiskusi dengan tokoh agama atau ustadz yang mereka percayai. Dengan begitu, Anda mengambil keputusan berdasarkan ilmu, bukan sekadar mitos turun-temurun.
Pada akhirnya, bangunlah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Mulailah semua itu dengan niat yang lurus dan laksanakan akad nikah sesuai syariat, bukan dengan memilih bulan yang orang anggap ‘bertuah’.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
