Sepak bola telah menjelma menjadi olahraga paling populer di dunia serta dicintai oleh semua lapisan masyarakat. Di berbagai tempat melalui gang sempit di berbagai kota atau desa sampai dengan hingga stadion berkapasitas 80 ribu penonton di Eropa atau benua yang lain, ini melihat bahwa dari masyarakat untuk memainkan, menonton, dan membicarakan sepak bola dengan gairah yang sama. Fenomena ini tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi lahir dari perpaduan antara kesederhanaan, kedekatan sosial, dan kekuatan simbolik yang sepak bola hadirkan.
Masyarakat menjadikan sepak bola sebagai tontonan utama karena olahraga ini mudah diakses, bisa dimainkan oleh siapa saja, dan sarat nilai-nilai kolektif. Berdasarkan survei dari Jakpat bahwa sebanyak 74% dari 1.847 responden mengaku pernah menonton pertandingan sepak bola, baik secara langsung di stadion, melalui televisi, atau via layanan streaming. Angka ini menempatkan sepak bola sebagai cabang olahraga paling banyak ditonton publik Indonesia.
Akses dan kesetaraan sosial
Masyarakat dari berbagai lapisan bisa memainkan sepak bola tanpa perlu peralatan mahal. Mereka hanya membutuhkan bola dan sedikit ruang terbuka. Bahkan dua sandal cukup menjadi gawang bagi anak-anak yang bermain di jalanan. Sepak bola hadir sebagai bentuk paling sederhana dari olahraga kolektif, dan justru karena kesederhanaan itulah ia menciptakan inklusivitas.
Anak dari keluarga petani, pekerja informal, atau bahkan pelajar di kota besar bisa memainkan permainan yang sama, dengan aturan yang sama, dan semangat yang sama. Sepak bola membongkar sekat-sekat sosial dan mengajarkan kerja sama, semangat tim, serta ketekunan sejak usia dini.
Para bintang yang menjadi simbol harapan
Sepanjang sejarah, sepak bola melahirkan para pemain bintang yang menginspirasi jutaan orang. Kita menyaksikan bagaimana generasi 2000-an mengidolakan Ronaldo Nazario, David Beckham, Ronaldinho, Roberto Carlos, hingga Zinedine Zidane yang merupakan tokoh yang tak hanya hebat di lapangan, akan tetapi juga menghadirkan mimpi bagi anak-anak dari keluarga sederhana untuk mengubah nasib lewat sepak bola.
Kini, generasi baru mulai mengambil alih panggung. Publik masih menyebut nama Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi sebagai ikon global, akan tetapi kini mereka juga mengidolakan Kylian Mbappé, Neymar, Jude Bellingham, Lamine Yamal, Erling Haaland, Antony, hingga Vinicius Junior. Mereka tidak hanya mewakili bakat, alan tetapi juga kerja keras, perjuangan, dan representasi globalisasi identitas.
Sepak bola perempuan pun berkembang pesat. Atlet seperti Aitana Bonmatí, Marta, dan Alexia Putellas menunjukkan bahwa perempuan juga mampu tampil dominan di panggung dunia. Masyarakat mulai menyaksikan sepak bola sebagai arena kesetaraan gender, bukan sekadar milik laki-laki.
Timnas Indonesia dan Harapan Baru
Masyarakat Indonesia juga tengah menyaksikan babak baru perkembangan sepak bola nasional. Timnas Indonesia menjadi sorotan media internasional, terutama karena performa mengesankan mereka dalam laga kualifikasi menuju Piala Dunia 2026 yang akan digelar di Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat.
Masuknya pemain keturunan seperti Rafael Struick, Jordi Amat, Thom Haye, Ragnar Oratmangoen, hingga Ole Romeny mengubah wajah tim nasional. Mereka membawa pengalaman sepak bola Eropa dan menyatu dengan semangat lokal yang menyala-nyala. Kombinasi ini memperkuat skuad Garuda dan menumbuhkan harapan bahwa Indonesia bukan hanya penggembira, tetapi calon kontestan sejati di panggung dunia.
Generasi muda kini tak lagi ragu bermimpi. Mereka melihat sepak bola sebagai jalan untuk mengangkat harkat hidup dan membela negara. Antusiasme terhadap timnas bukan sekadar euforia sesaat, tetapi juga sinyal bahwa sepak bola mulai hidup sebagai harapan kolektif bangsa.
Tantangan dan Pelajaran
Popularitas sepak bola yang luar biasa ini tetap menyisakan tantangan besar. Pengelola sepak bola di Indonesia masih menghadapi masalah klasik seperti minimnya infrastruktur pembinaan usia dini, tata kelola liga yang belum profesional, serta kekerasan antar suporter. Tragedi Kanjuruhan tahun 2022 menjadi luka mendalam yang belum sembuh. Kejadian tersebut menyadarkan kita bahwa cinta pada sepak bola harus berjalan seiring dengan perlindungan nyawa dan nilai-nilai kemanusiaan.
Di sisi lain, sepak bola juga membuka ruang mobilitas sosial. Banyak pemain profesional lahir dari keluarga kurang mampu dan berhasil mengubah nasib lewat karier di lapangan hijau. Mereka menjadi bukti nyata bahwa sepak bola bisa menjadi alat perubahan sosial. Kerja keras, kedisiplinan, dan konsistensi menjadi nilai utama yang sepak bola ajarkan mengenai nilai yang seharusnya juga berlaku di bidang lain.
Ruang Publik dan Kebudayaan
Sepak bola telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial. Masyarakat membicarakannya di warung kopi, di media sosial, di ruang kelas, bahkan dalam forum resmi pemerintahan. Sepak bola bukan hanya olahraga, tetapi telah menjadi budaya. Klub sepak bola menciptakan identitas lokal dari suporter membentuk komunitas solidaritas; dan pertandingan menciptakan ruang perjumpaan lintas kelas.
Masyarakat terus menjaga sepak bola sebagai milik bersama. Mereka menonton, berdiskusi, dan bahkan merayakan kemenangan atau meratapi kekalahan secara kolektif. Selama publik tetap menjunjung semangat fair play, nilai sportivitas, dan solidaritas sosial, maka sepak bola akan terus menjadi olahraga paling dicintai bukan hanya di Indonesia, akan tetapi juga di seluruh dunia.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
