Ngaji Online dan Perubahan Sosial
Perkembangan teknologi digital telah mengubah banyak aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah cara umat Islam mengakses ilmu keagamaan. Jika dahulu masyarakat harus datang langsung ke pesantren atau masjid untuk mengikuti kajian, kini cukup membuka aplikasi media sosial, mereka bisa belajar dari para kyai secara daring.
Fenomena ini dikenal sebagai Ngaji Online. Aktivitas ini menjadi simbol dari transformasi sosial dan budaya dalam praktik pendidikan keislaman.
Media Sosial Sebagai Majelis Virtual
Fenomena ini, terutama mulai berkembang luas paca Covid-19. Beragam platform seperti YouTube, Facebook, dan Instagram kini menjadi tempat baru bagi para kyai dan ustaz menyampaikan kajian kitab. Tradisi bandongan, sorogan, dan apalan kini hadir dalam format live streaming. Pesantren tidak lagi eksklusif milik ruang fisik. Teknologi mengubahnya menjadi ruang publik yang terbuka dan tanpa batas geografis.
Masyarakat dapat belajar dari KH. Said Aqil Siradj, Gus Baha, KH. Ulil Abshar Abdalla, dan para ulama lainnya dari mana saja. Bahkan, santri luar negeri pun kini bisa ikut ngaji secara real time.
Fungsi Ngaji Online dalam Teori Sosial
Menurut teori Talcott Parsons, masyarakat berfungsi dalam empat aspek: Adaptasi, Pencapaian Tujuan, Integrasi, dan Pemeliharaan Pola (AGIL). Ngaji online bisa dianalisis menggunakan kerangka ini:
1. Adaptasi – Kyai dan masyarakat beradaptasi dengan teknologi untuk terus melestarikan tradisi keilmuan Islam.
2. Pencapaian Tujuan – Tujuan dakwah dan pendidikan tetap tercapai melalui media baru yang menjangkau lebih banyak orang.
3. Integrasi – Kajian online menciptakan komunitas baru yang saling terhubung meski tanpa tatap muka.
4. Pemeliharaan Pola – Nilai dan tradisi Islam tetap terjaga melalui penyampaian kitab kuning secara sistematis.
Dampak Positif dan Tantangan
Ngaji online menghadirkan banyak keuntungan. Di antaranya fleksibilitas waktu, jangkauan luas, dan kemudahan akses. Mahasiswa, pekerja, dan ibu rumah tangga dapat tetap belajar agama tanpa harus datang ke majelis.
Namun, ada pula tantangan besar. Kontrol terhadap konten menjadi penting agar tidak terjadi penyebaran hoaks atau penyimpangan tafsir. Selain itu, pengalaman spiritual dan kedekatan emosional dalam ngaji offline tidak mudah digantikan secara virtual.
Fenomena Khusus Indonesia
Fenomena ngaji online di Indonesia sangat khas karena basis tradisi keilmuannya. Kitab-kitab seperti Ihya Ulumuddin, Tafsir al-Washith, atau Burdah menjadi rujukan utama. Model penerjemahan khas seperti njenggoti dan makna gandul tetap dipertahankan dalam versi daring.
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, menunjukkan bahwa teknologi tidak selalu mengikis tradisi, tapi justru memperluasnya.
Ngaji online bukan sekadar inovasi teknis, melainkan transformasi sosial dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia. Ia mencerminkan cara umat beradaptasi terhadap zaman tanpa kehilangan akar tradisi. Di tengah era disrupsi dan digitalisasi, pesantren dan kyai membuktikan bahwa dakwah dan pendidikan bisa tetap eksis—bahkan lebih luas jangkauannya.
Dengan dukungan koneksi internet dan perangkat digital, masa depan pembelajaran Islam di Indonesia tampak menjanjikan. Tradisi tetap hidup, meski ruang dan cara telah berubah.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
