Internasional
Beranda » Berita » Islam Hijau: Peran Strategis Muslim Indonesia dalam Mitigasi Perubahan Iklim

Islam Hijau: Peran Strategis Muslim Indonesia dalam Mitigasi Perubahan Iklim

Tiga orang siswa SD sedang belajar

Islam dan Lingkungan: Koneksi Teologis dan Tanggung Jawab Global

Perubahan iklim bukan hanya isu sains, tapi juga krisis moral dan spiritual. Islam, sebagai agama yang dianut hampir 90% penduduk Indonesia, memiliki dasar teologis kuat dalam menjaga bumi. Prinsip Tawhid, Khalifa, Mizan, dan Maslahah menjadi landasan Muslim lingkungan untuk membangun etika ekologis berbasis iman.

Seperti dijelaskan oleh Koehrsen, “Muslim environmentalists draw upon the Qur’an and Sunna to generate environmental principles from them” (2021). Prinsip ini menjadikan manusia sebagai khalifah yang wajib menjaga keseimbangan alam (mizan) demi kemaslahatan generasi mendatang.

Indonesia: Pelopor Islam Hijau Global

Indonesia menempati posisi penting dalam peta aksi iklim berbasis Islam. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Indonesia juga menghadapi kerentanan tinggi terhadap bencana iklim seperti banjir, kekeringan, dan kenaikan permukaan laut.

Menariknya, Koehrsen menyebut Indonesia sebagai “pioneering country and role model for Muslim environmentalism”. Tiga organisasi besar—Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah—secara aktif mendorong gerakan Islam yang peduli terhadap isu lingkungan.

Fatwa Lingkungan dan Eco-Pesantren

Sejumlah langkah konkret telah dilakukan. MUI mengeluarkan fatwa yang mengharamkan penebangan hutan dan tambang yang merusak lingkungan. Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah mengembangkan eco-pesantren, di mana siswa diajak menanam pohon, belajar pertanian organik, dan memahami ayat-ayat Al-Qur’an tentang alam.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Salah satu contoh kuat adalah Pesantren An-Nuqayah di Madura yang berhasil menaikkan cadangan air tanah lewat penghijauan, demi mendukung kebutuhan wudhu. Contoh ini menunjukkan bahwa spiritualitas Islam bisa selaras dengan praktik ekologis.

Kolaborasi Pemerintah dan Lembaga Internasional

Pemerintah Indonesia menggandeng organisasi Islam untuk menjalankan program mitigasi karbon karena melihat potensi besar di dalamnya. Dalam beberapa inisiatif seperti REDD+ dan pelestarian hutan, pemerintah melibatkan NU dan Muhammadiyah sebagai mitra sosial. Lembaga internasional seperti WWF dan World Bank juga menjalin kerja sama langsung dengan institusi keagamaan untuk memperkuat aksi iklim berbasis nilai-nilai religius.

Meskipun demikian, Koehrsen mencatat adanya tantangan serius dalam implementasi di lapangan. Ia menyoroti bahwa “clerics often lack sufficient knowledge about climate change”. Banyak pesantren belum mengintegrasikan isu lingkungan ke dalam kurikulum utama. Akibatnya, perubahan masih berjalan secara top-down dan belum sepenuhnya menjangkau akar rumput.

Generasi Muda Muslim dan Aksi Hijau

Tren menggembirakan justru muncul dari mahasiswa Muslim dan komunitas muda. Mereka membentuk gerakan akar rumput yang menjadikan bukan hanya konsep spiritual, tapi panggilan untuk bertindak. Sebagian memanfaatkan media sosial untuk mengkampanyekan zero waste dan gaya hidup ramah lingkungan yang Islami.

Lebih lanjut, seperti yang dicatat dalam studi, aktivis muda ini “regard themselves as Khalifa and offer a seductive message to fellow Muslims by proclaiming the rewards for environmentally friendly behavior in the hereafter” (Koehrsen, 2021).

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Artinya, mereka menganggap dirinya sebagai Khalifa dan menawarkan pesan yang menggoda kepada sesama Muslim dengan mengumumkan pahala atas perilaku ramah lingkungan di akhirat.

Tantangan dan Jalan ke Depan

Islam sesungguhnya memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan transformasi ekologis. Namun, tanpa pendekatan lintas tingkat—dari pusat ke lokal, dari ulama ke santri—pesan lingkungan Islam sulit menyebar luas. Oleh karena itu, berbagai pihak perlu mendorong penguatan kapasitas bagi para pemuka agama, membangun sinergi antarlembaga, dan mengembangkan kurikulum keagamaan yang adaptif terhadap krisis iklim.

Lebih jauh lagi, masa depan lingkungan Indonesia sangat mungkin ditentukan oleh bagaimana umat Muslim memaknai perannya sebagai penjaga bumi.

Selain itu, semua pihak, termasuk komunitas beragama, harus ikut serta secara aktif dalam mengatasi perubahan iklim. Di Indonesia, umat Islam tidak hanya berdakwah, tetapi juga dapat menjadikan ajaran agamanya sebagai jembatan menuju peradaban yang berkelanjutan. Dengan demikian, kita perlu mengajukan pertanyaan reflektif: sudahkah kita, sebagai umat, menunaikan amanah tersebut?

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement