Kisah
Beranda » Berita » Kisah Hakim Cerdik Ungkap Pencuri dengan Seutas Benang

Kisah Hakim Cerdik Ungkap Pencuri dengan Seutas Benang

Ilustrasi.

SURAU.COKeadilan seringkali membutuhkan kebijaksanaan yang luar biasa. Kekerasan atau paksaan bukanlah satu-satunya jalan untuk mengungkap sebuah kebenaran. Terkadang, akal yang cerdik dan pemahaman mendalam terhadap psikologi manusia menjadi senjata paling ampuh. Ulama besar Ibnu Al-Jauzi menuturkan sebuah kisah hakim cerdik dan pencuri yang melegenda. Kisah ini menunjukkan bagaimana sebuah siasat sederhana mampu membongkar kejahatan yang rumit.

Kasus Pencurian 500 Dinar

Kisah bermula ketika seorang pria mengalami nasib nahas. Ia kehilangan hartanya dalam jumlah yang sangat besar. Uang sebanyak 500 Dinar miliknya telah dicuri. Pada zaman itu, jumlah tersebut merupakan kekayaan yang sangat signifikan. Tentu saja, korban segera melaporkan kejadian ini kepada pihak berwenang.

Beberapa orang yang dicurigai pun ditangkap. Mereka semua dibawa untuk menghadap seorang hakim bernama Hatim. Sang hakim dikenal memiliki reputasi yang baik dan bijaksana. Namun, kasus ini terbukti sulit. Hakim Hatim menginterogasi setiap tertuduh satu per satu. Hasilnya nihil. Semua orang yang dituduh keras menyangkal perbuatan mereka. Tidak ada satu pun yang mau mengaku. Sang hakim pun menghadapi jalan buntu. Tanpa bukti dan pengakuan, ia tidak bisa menjatuhkan hukuman.

Taktik Cerdas Sang Hakim

Hakim tidak kehilangan akal. Ia tahu bahwa menggunakan kekerasan hanya akan berujung pada pengakuan palsu. Oleh karena itu, ia merancang sebuah siasat jitu yang mengandalkan psikologi. Hakim cerdik itu lalu berkata,

“Aku tidak akan memaksa kalian dengan menggunakan kekerasan. Akan tetapi aku telah memasang benang memanjang dalam sebuah ruangan gelap. Kalian harus masuk dan masing-masing menyentuhkan tangannya dari ujung pertama benang itu hingga ke ujung lainnya. Setelah itu hendaknya ia menggenggamkan tangan dan memasukkannya ke dalam lengan baju saat berjalan, sebab benang itu akan melilit di tangan pelaku pencurian itu.”

Kisah Nama Abu Hurairah: Dari Pecinta Kucing Menjadi Penjaga Hadis

Hakim dengan sengaja telah mewarnai benang itu dengan serbuk pewarna hitam. Lalu mereka masing-masing masuk ke dalam ruang gelap yang telah disediakan, dan masing-masing menyentuh benang itu seraya menarik tangannya dari ujung pertama hingga ujung akhir benang itu sebagaimana yang diperintahkan kecuali satu orang yang tidak melakukan demikian.

Kebenaran Terungkap dari Tangan yang Bersih

Momen penentuan pun tiba. Satu per satu tertuduh keluar dari ruangan gelap. Hakim dengan tenang memerintahkan mereka untuk menunjukkan tangan. Satu per satu, para tertuduh mengeluarkan tangan mereka dari lengan baju. Semua tangan terlihat hitam legam terkena serbuk pewarna.

Namun, ada satu orang yang berbeda. Tangannya tetap bersih tanpa noda sedikit pun. Saat itulah Hakim  menunjuk orang tersebut dengan tatapan tajam. Sang hakim tahu pasti bahwa inilah pelakunya. Kebohongannya terungkap bukan dari lilitan benang, melainkan dari tangannya yang bersih. Orang itu tidak bisa mengelak lagi. Bukti psikologis itu terlalu kuat untuk disangkal. Ia akhirnya mengakui perbuatannya dan menerima hukuman denda atas pencurian 500 Dinar tersebut.

Jebakan Psikologis yang Sempurna

Sang hakim merancang siasatnya dengan sangat brilian. Ia tidak mengandalkan sihir atau kekuatan gaib seperti yang ia katakan. Ia justru memanfaatkan ketakutan dan rasa bersalah yang ada di dalam diri si pencuri sejati.

Orang yang tidak bersalah tidak memiliki beban di dalam hatinya. Mereka akan berpikir logis dan mengikuti perintah hakim sepenuhnya. Mereka percaya bahwa benang itu tidak akan membahayakan mereka. Dengan patuh, mereka masuk ke ruang gelap. Mereka menyentuh dan mengusap benang dari ujung ke ujung. Akibatnya, tangan mereka menjadi hitam karena serbuk pewarna.

Pasca Wafatnya Rasulullah: Sikap Abu Bakar Menghadapi Kemurtadan

Sebaliknya, sang pencuri sejati merasa cemas dan takut. Rasa bersalah menciptakan paranoia. Ia benar-benar percaya bahwa benang itu memiliki kekuatan magis. Ia berpikir, “Benang ini akan melilit tanganku dan membuktikan kejahatanku.” Ketakutan ini membuatnya bertindak berbeda. Untuk menghindari “jebakan gaib” tersebut, ia sengaja tidak menyentuh benang itu. Ia hanya berpura-pura melakukannya di dalam ruangan gelap.

Hikmah dari Kisah Hakim Cerdik dan Pencuri

Penuturan kisah ini  oleh Ibnu Al-Jauzi ini memberikan banyak pelajaran berharga.

  1. Kebijaksanaan Mengalahkan Kekuatan. Hakim Hatim menunjukkan bahwa solusi cerdas jauh lebih efektif daripada kekerasan.
  2. Psikologi Rasa Bersalah. Kejahatan selalu meninggalkan jejak, salah satunya adalah rasa bersalah. Perasaan inilah yang menjadi musuh terbesar pelaku kejahatan dan membuatnya bertindak tidak rasional.
  3. Kreativitas dalam Menyelesaikan Masalah. Seorang pemimpin atau penegak keadilan harus berpikir kreatif. Solusi yang tidak terduga seringkali menjadi kunci untuk memecahkan masalah yang rumit.

Kisah hakim cerdik dan pencuri ini tetap relevan hingga hari ini. Ia menjadi pengingat abadi bahwa kebenaran akan selalu menemukan jalannya, terkadang melalui cara yang paling sederhana sekalipun.

_____________________________

Ibnu Al-Jauzi, nama  lengkapnya Abu’l-Faraj Abd al-Rahman ibn Ali ibn Muhammad, yang  hidup  sekitar  tahun 1116–1201 M. Beliau  adalah seorang titan intelektual yang lahir dan wafat di Baghdad. Hidup di puncak peradaban Islam, ia menjelma menjadi seorang ulama, sejarawan, ahli fikih mazhab Hanbali, dan seorang penceramah ulung yang pengaruhnya terasa hingga berabad-abad kemudian. Publik  sering menyandingkan namanya dengan produktivitas luar biasa, menjadikannya salah satu penulis paling prolifik dalam sejarah peradaban manusia.

Penaklukan Thabaristan (Bagian 2): Kemenangan di Era Umayyah


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement