Beranda » Berita » Waspadai Doa Pernikahan Ala Syiah: Sebuah Analisa Kritis dan Edukatif

Waspadai Doa Pernikahan Ala Syiah: Sebuah Analisa Kritis dan Edukatif

WASPADA DOA PERNIKAHAN ALA SYIAH: SEBUAH ANALISA KRITIS DAN EDUKATIF.

 

Dalam dinamika kehidupan umat Islam, pernikahan merupakan salah satu momen sakral yang mengikat dua insan dalam satu ikatan suci. Dalam Islam, akad nikah bukan hanya sekadar perjanjian sosial, tetapi juga ibadah dan syariat yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, segala bentuk amalan yang menyertai pernikahan, termasuk doa-doa yang dibacakan, haruslah berpijak pada tuntunan Rasulullah ﷺ dan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Namun dewasa ini, tersebar berbagai redaksi doa yang dibacakan dalam prosesi pernikahan yang tidak memiliki dasar dari hadits-hadits shahih. Salah satu contoh adalah doa yang dinisbahkan kepada Nabi ﷺ ketika menikahkan putrinya, Fatimah Az-Zahra dengan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhuma. Doa tersebut berbunyi:

“Semoga Allah menghimpun yang tercerai dari keduanya, memberkati mereka berdua, meningkatkan kualitas keturunannya sebagai pembuka pintu rahmat, sumber ilmu dan hikmah serta pemberi rasa aman bagi umat.”

Perlindungan Dari Perkara: Doa yang Menguatkan Hati dan Menjernihkan Jiwa

Sekilas, doa ini tampak baik dan penuh makna. Namun menurut kajian ilmiah dari Al-Ustadz Muhammad Wasi’tho, Lc, MA sebagaimana tertulis dalam artikelnya di salamdakwah.com, doa tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits Ahlus Sunnah. Sebaliknya, doa ini justru dijumpai dalam kitab-kitab hadits Syiah, seperti “Bihaar al-Anwaar” karya Al-Majlisi dan “Khosho-ish Amiiril Mu’miniin.”

1. Kenapa Harus Waspada?

Banyak umat Islam, karena kurangnya literasi agama dan lemahnya pengkajian terhadap sumber-sumber ajaran Islam, menjadi rentan dalam mengamalkan amalan yang tidak berdasar. Padahal, dalam Islam, kaidah “Al-ibadah tauqifiyah” menyatakan bahwa ibadah (termasuk doa dalam pernikahan) harus berdasarkan dalil yang sahih. Tidak boleh sembarang mengamalkan sesuatu kecuali ada dalil dari Al-Qur’an atau hadits shahih.

Ketika sebuah doa dinisbahkan kepada Rasulullah ﷺ, maka penting untuk diverifikasi: benarkah Nabi ﷺ pernah mengucapkannya? Apakah redaksinya sahih? Apakah sesuai dengan prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah? Jika tidak, maka besar kemungkinan doa tersebut adalah palsu, atau berasal dari kelompok yang menyimpang.

2. Perbedaan Syiah dan Ahlus Sunnah Dalam Memahami Hadits

Sunyi kepada Keluarga, Riuh kepada Dunia: Sebuah Renungan tentang Doa yang Tak Pernah Putus

Syiah memiliki kitab-kitab hadits sendiri, yang berbeda jauh dengan Ahlus Sunnah. Kitab seperti “Al-Kafi”, “Tahdzib al-Ahkam”, “Man La Yahdhuruhu al-Faqih”, dan “Bihaar al-Anwaar” adalah beberapa koleksi hadits yang menjadi rujukan utama bagi kaum Syiah. Akan tetapi, dalam pandangan ulama Ahlus Sunnah, kitab-kitab ini tidak dapat dijadikan sandaran karena sanadnya lemah bahkan banyak yang palsu.

Sebaliknya, Ahlus Sunnah hanya menerima hadits dari sumber yang terpercaya dan teruji seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasai, dan Sunan Ibnu Majah. Jika suatu redaksi doa atau hadits tidak ditemukan dalam kitab-kitab ini atau tidak memiliki sanad yang sahih, maka umat Islam harus sangat berhati-hati dalam mengamalkannya.

3. Membedah Doa yang Dimaksud

Redaksi doa yang sering dibacakan dalam pernikahan dan dinisbahkan kepada Nabi ﷺ memang terkesan indah. Namun, mari kita telaah secara ilmiah:

Tidak terdapat dalam kitab hadits shahih.

Menolak Sistem Kufur: Doa, Loyalitas, Dan Perjuangan Umat

Tidak ada ulama mu’tabar Ahlus Sunnah yang meriwayatkannya dengan sanad yang valid.

Justru ditemukan dalam kitab Syiah, seperti “Bihaar al-Anwaar” yang dikenal sebagai kumpulan hadits-hadits batil dan berisi banyak unsur ghuluw (berlebihan) terhadap Ahlul Bait.

Dalam kitab Khosho-ish Amiirul Mu’miniin karya Al-Majlisi, doa tersebut dikaitkan dengan pernikahan Ali dan Fatimah, yang menjadi figur sentral dalam doktrin Syiah.

Jika sumbernya berasal dari kitab Syiah yang tidak diakui kredibilitasnya dalam pandangan Ahlus Sunnah, maka membaca doa tersebut dalam rangka ibadah bisa termasuk dalam kategori bid’ah atau bahkan penyebaran syubhat.

4. Syiah dan Kultus Terhadap Ahlul Bait

Salah satu ciri khas Syiah adalah pengkultusan terhadap Ahlul Bait secara berlebihan. Pernikahan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra menjadi simbol utama mereka. Dalam narasi Syiah, momen itu dipenuhi dengan puja-puji dan redaksi doa yang sangat didramatisir.

Ahlus Sunnah tentu mencintai Ahlul Bait, namun cinta ini dibingkai dengan sikap ilmiah dan proporsional, tidak sampai mengangkat mereka ke derajat yang berlebihan atau mengarang-ngarang hadits dan doa yang tidak sahih.

5. Bahaya Mengamalkan Doa Tidak Bersanad Sahih

Mengamalkan doa yang tidak bersanad sahih memiliki sejumlah bahaya:

Menganggap itu dari Nabi ﷺ padahal bukan, bisa tergolong sebagai kebohongan atas nama Rasulullah ﷺ.

Merusak akidah, karena mengadopsi ajaran dari kelompok menyimpang.

Membuka pintu bid’ah dalam ibadah.

Mengaburkan pemahaman umat, karena umat menjadi bingung antara yang sahih dan yang tidak.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

6. Sikap Bijak Umat Islam

Apa yang harus dilakukan oleh kaum Muslimin?

Tabayyun: Lakukan klarifikasi dan kaji terlebih dahulu setiap doa, dzikir, dan amalan.

Rujuk ke Ulama: Jangan sembarangan mengambil amalan dari media sosial, buku-buku populer, atau ceramah tanpa sumber.

Teguhkan Ahlus Sunnah: Pelajari dan sebarkan hadits-hadits yang shahih dari para ulama terpercaya.

Jauhi Syubhat: Hindari hal-hal yang meragukan dan tidak ada dalilnya, terlebih yang berasal dari kelompok Syiah atau lainnya.

7. Doa yang Diajarkan Nabi ﷺ Dalam Pernikahan

Agar tidak bingung, berikut contoh doa yang benar dan berasal dari Nabi ﷺ:

> “Baarakallahu laka, wa baaraka ‘alaika, wa jama’a bainakuma fii khair.”
(“Semoga Allah memberkahimu, dan memberkahi atasmu, serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”) (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah – Shahih)

Ini adalah doa yang shahih dan bisa dijadikan amalan dalam pernikahan. Tidak perlu mencari redaksi doa yang panjang dan penuh retorika jika tidak ada dalilnya.

KESIMPULAN

Mewaspadai segala bentuk amalan yang tidak bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah adalah bentuk kehati-hatian dalam beragama. Doa pernikahan yang diklaim berasal dari Rasulullah ﷺ, namun ternyata hanya ada dalam literatur Syiah, patut diwaspadai dan tidak diamalkan dalam tradisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Umat Islam hendaknya menjaga keutuhan aqidah dan amal ibadahnya dengan selalu merujuk kepada ulama terpercaya, sumber hadits yang sahih, dan menjauhi syubhat. Semoga tulisan ini menjadi pencerahan dan pengingat agar kita semua senantiasa berjalan dalam koridor kebenaran, sesuai dengan manhaj salafus shalih. Wallahu a’lam bish-shawab. (Tengku Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement