Politik
Beranda » Berita » Babak Baru Pengelolaan Dana Haji: Arah Baru Dalam RUU Haji

Babak Baru Pengelolaan Dana Haji: Arah Baru Dalam RUU Haji

SUmber MUI

Ibadah haji adalah impian jutaan umat Islam di Indonesia. Namun, antrean yang mengular panjang dan dinamika biaya haji menjadi tantangan tahunan. Untuk menjawab persoalan ini, pemerintah dan DPR tengah menggodok sebuah regulasi penting. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah kini menjadi sorotan.
Regulasi ini digadang-gadang akan membawa reformasi mendasar. Terutama dalam hal tata kelola dan pengelolaan keuangan haji. Tujuan utamanya adalah menciptakan ekosistem penyelenggaraan haji yang lebih transparan, profesional, dan berkeadilan. RUU ini diharapkan dapat mengurai benang kusut yang selama ini menyelimuti penyelenggaraan ibadah haji di tanah air.

Pengelolaan Keuangan Haji Memisahkan Peran Regulator dan Operator

Salah satu isu paling fundamental dalam RUU Haji adalah pemisahan tegas antara kewenangan. Selama ini, peran regulator dan operator sering kali tumpang tindih. Kementerian Agama (Kemenag) bertindak sebagai penyelenggara sekaligus memiliki pengaruh besar dalam penetapan biaya. Di sisi lain, ada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang bertugas mengelola dana jemaah.
RUU ini mendorong agar Kemenag fokus penuh pada perannya sebagai regulator. Kemenag akan menetapkan kebijakan, standar pelayanan, dan melakukan pembinaan serta pengawasan. Sementara itu, pemerintah dan DPR akan memperkuat peran BPKH sebagai operator tunggal dalam pengelolaan keuangan haji. Lembaga ini akan bertanggung jawab penuh untuk menginvestasikan dana haji secara profesional agar menghasilkan nilai manfaat yang optimal. optimal.

BPKH sebagai Manajer Investasi Umat

Dengan pemisahan ini, BPKH akan bertransformasi menjadi manajer investasi umat. Tugas utamanya adalah memastikan dana setoran awal dan dana abadi umat tumbuh secara aman dan produktif. Keuntungan dari hasil investasi inilah yang disebut sebagai nilai manfaat. Nilai manfaat ini yang selama ini digunakan untuk menyubsidi sebagian Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) setiap jemaah.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily, dalam banyak kesempatan menyoroti pentingnya kejelasan peran ini. Beliau menekankan bahwa tata kelola yang baik adalah kunci.
“Kami di Komisi VIII DPR juga mendorong penguatan fungsi BPKH sebagai lembaga yang betul-betul profesional dalam mengelola keuangan haji. Jangan sampai BPKH ini diintervensi oleh kepentingan-kepentingan di luar dari kepentingan jemaah haji.”
Kutipan tersebut menggarisbawahi semangat RUU ini. Yaitu melindungi dana umat dari potensi intervensi politik dan memastikan pengelolaan dilakukan murni untuk kepentingan jemaah.

Menuju Penetapan Biaya Haji yang Berkeadilan  dalam Pengelolaan Keuangan Haji

Pemerintah dan DPR menghadapi perdebatan alot soal BPIH hampir setiap tahun. Mereka merancang RUU Haji untuk menciptakan formula penetapan biaya yang lebih stabil dan transparan. Dengan begitu, BPKH yang fokus mengoptimalkan nilai manfaat dapat menekan beban biaya jemaah. Namun, prinsip keadilan (istitha’ah) tetap menjadi landasan utama.
Usulan penting lainnya menyangkut pemanfaatan nilai manfaat. Gagasan ini mendorong agar setiap calon jemaah hanya menggunakan nilai manfaat dari dananya sendiri. Langkah ini bertujuan menghentikan praktik subsidi silang yang tidak adil. Sebab, selama ini jemaah yang berangkat lebih dulu justru menikmati hasil investasi dari dana milik jemaah yang menunggu giliran.

Menjawab Tantangan Masa Depan

Revisi UU Haji ini bukan sekadar perubahan administratif. Ini adalah langkah strategis untuk menjawab tantangan masa depan. Antrean haji yang kini mencapai lebih dari 5 juta orang membutuhkan pengelolaan dana yang luar biasa cermat. Total dana kelolaan BPKH sendiri telah menembus angka lebih dari Rp167 triliun. Aset raksasa ini harus dijaga dan dikembangkan dengan tata kelola kelas dunia.
Pada akhirnya, RUU Haji ini menjadi pertaruhan besar. Keberhasilannya akan menentukan wajah penyelenggaraan haji Indonesia untuk puluhan tahun ke depan. Transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme harus menjadi napas dalam setiap pasalnya. Nasib jutaan mimpi umat Islam Indonesia untuk menyempurnakan rukun Islam kelima bergantung pada keseriusan semua pihak dalam merumuskan regulasi ini.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement