Politik
Beranda » Berita » Sengketa Pulau Aceh-Sumut: Seberapa Besar Potensinya ?

Sengketa Pulau Aceh-Sumut: Seberapa Besar Potensinya ?

Poto dari Google Maps

Ketegangan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara kembali menghangat. Fokusnya tertuju pada gugusan pulau di perairan perbatasan kedua provinsi. Sengketa Pulau Aceh-Sumut ini melibatkan klaim tumpang tindih atas beberapa pulau, termasuk Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, dan Pulau Lipan. Pemerintah Aceh bersikeras pulau-pulau itu masuk wilayahnya. Sebaliknya, Pemerintah Sumatera Utara juga mengklaim hak yang sama.
Persoalan ini tampak seperti sengketa administratif biasa. Namun, di balik perebutan garis batas di atas peta, tersimpan pertanyaan yang lebih besar. Apa sebenarnya kekayaan yang terkandung di pulau-pulau tersebut? Mengapa kedua provinsi begitu gigih mempertahankannya? Ini adalah pertaruhan ekonomi dan politik yang sangat strategis.

Tarik-menarik Klaim Yuridis dan Administratif

Secara resmi, sengketa ini berakar pada perbedaan tafsir hukum dan administrasi. Kedua belah pihak sama-sama merasa punya dasar yang kuat.
Pemerintah Aceh berpegang teguh pada data yuridis dan historis. Mereka merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 56 Tahun 2015. Aturan ini berisi tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. Berdasarkan aturan itu, pulau-pulau sengketa jelas masuk dalam administrasi Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.

Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Safrizal Zakaria, pernah menegaskan posisi Aceh. “Kami memiliki data dan fakta yuridis yang kuat. Ini menyangkut kedaulatan dan sejarah Aceh yang tidak bisa ditawar,”. Pemerintah Sumatera Utara juga punya argumennya. Mereka mendasarkan klaim pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015. UU ini mengatur tentang Pembentukan Kabupaten Tapanuli Tengah. Menurut mereka, pulau-pulau tersebut secara administratif telah lama dikelola oleh Kabupaten Tapanuli Tengah. Ketegangan ini menempatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai wasit utama yang harus menengahi konflik.

Harta Karun Potensi Migas dan Surga Pariwisata

Di luar perdebatan hukum, terdapat potensi ekonomi raksasa yang menjadi incaran utama. Inilah “harta karun” yang membuat sengketa pulau Aceh-Sumut menjadi begitu penting.

Potensi Cadangan Minyak dan Gas (Migas)

Banyak pihak meyakini perairan di sekitar gugusan Kepulauan Banyak menyimpan cadangan minyak dan gas bumi yang signifikan. Menguasai sebuah pulau, sekecil apa pun, berarti menguasai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di sekelilingnya. Kontrol atas ZEE memberikan hak penuh untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam di bawah laut. Potensi pendapatan dari sektor migas ini sangat menggiurkan. Ini bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang mengubah peta ekonomi sebuah provinsi.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Surga Pariwisata Bahari yang Menjanjikan

Pulau-pulau sengketa ini memiliki keindahan alam yang luar biasa. Hamparan pasir putih, air laut jernih, dan ekosistem bawah laut yang kaya menjadikannya modal utama pariwisata. Pemerintah atau investor dapat memanfaatkan lokasinya yang strategis untuk membangun destinasi wisata selam, snorkeling, dan resort eksklusif. Jika mereka mengelolanya dengan baik, sektor pariwisata ini bisa mendatangkan devisa, membuka lapangan kerja, dan menghidupkan ekonomi lokal secara berkelanjutan.

Kekayaan Perikanan yang Melimpah

Perairan di kawasan tersebut juga dikenal sebagai salah satu daerah lumbung ikan. Oleh karena itu, Nelayan dari kedua provinsi telah lama bergantung pada hasil laut di sana. Menguasai wilayah ini berarti mengamankan akses dan kontrol terhadap sumber daya perikanan yang bernilai miliaran rupiah setiap tahunnya.

Dimensi Politik: Harga Diri dan Kekuatan Tawar

Sengketa ini sarat akan muatan politis. Di samping itu, bagi kepala daerah di kedua provinsi, mempertahankan setiap jengkal wilayah merupakan pertaruhan harga diri dan marwah. Akibatnya, kehilangan wilayah, sekalipun hanya pulau kecil tak berpenghuni, dapat dipandang sebagai kegagalan kepemimpinan di mata publik.. Seorang pengamat politik lokal menyatakan, “Ini bukan sekadar sengketa administratif. Ini adalah perebutan akses sumber daya ekonomi strategis di masa depan. Siapa yang menguasai pulau, ia menguasai potensi di bawah lautnya.” Kutipan tersebut menegaskan bahwa penguasaan pulau akan meningkatkan posisi tawar sebuah provinsi. Pemerintah daerah bisa menarik investasi besar di sektor energi dan pariwisata.

Hal ini jelas akan memperkuat pengaruh politik mereka di tingkat nasional. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa Pulau Aceh-Sumut kini berada di tangan pemerintah pusat. Dalam hal ini, keputusan yang diambil tidak hanya akan menentukan sebuah garis di peta, melainkan juga siapa yang berhak mengelola dan menikmati “harta karun” di dalamnya. Pada akhirnya, solusi yang dihasilkan harus membawa kemakmuran bagi masyarakat di kedua provinsi, bukan hanya kemenangan politik sesaat.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement