Olahraga
Beranda » Berita » Sepak Bola Jepang Dari Murid Galatama Menjadi Raksasa Dunia

Sepak Bola Jepang Dari Murid Galatama Menjadi Raksasa Dunia

Poto Timnas Jepang
Sumber Poto Media External

Tim Nasional Jepang kini rutin lolos ke Piala Dunia. Mereka bahkan sanggup menaklukkan raksasa Eropa seperti Jerman dan Spanyol. Para pemainnya merumput di liga top dunia. Namun, sedikit yang menyangka bahwa dulu Jepang pernah menengok ke Indonesia. Mereka datang untuk mempelajari cara mengelola kompetisi sepak bola profesional. Inilah kisah evolusi sepak bola Jepang, sebuah narasi tentang murid yang kini jauh melampaui gurunya. Kisah ini membawa kita kembali ke era 1980-an. Saat itu, Indonesia memiliki sebuah kompetisi revolusioner bernama Liga Sepak Bola Utama, atau Galatama. Galatama tampil sebagai mercusuar sepak bola profesional di Asia Tenggara dan menjadi terobosan besar pada masanya.

Galatama: Pelopor Profesionalisme di Asia

PSSI meluncurkan Galatama pada tahun 1979 dengan mengusung format semi-profesional. Klub tidak lagi bergantung pada dana pemerintah. Sebaliknya, perusahaan atau individu swasta yang mengelola mereka. Galatama juga berani mengizinkan penggunaan pemain asing, sebuah langkah yang meningkatkan kualitas pertandingan secara drastis. Bintang-bintang seperti Fandi Ahmad (Singapura) dan Ristomoyo (Jepang) pun ikut merumput di sini. Pada masanya, Galatama menjadi kiblat. Banyak negara di Asia memandangnya sebagai model ideal. Klub-klub Galatama seperti Niac Mitra, Krama Yudha Tiga Berlian, dan Pelita Jaya menjelma menjadi kekuatan regional. Mereka menunjukkan cara mengelola industri sepak bola secara modern. Saat itu, Indonesia memimpin jalan dan menjadi guru bagi negara lain.

Jepang, Sang Murid yang Tekun dan Serius

Di sisi lain, sepak bola Jepang masih berjalan secara amatir. Para pemangku kebijakannya punya mimpi besar untuk menjadi kekuatan dunia. Namun, mereka sadar bahwa mereka butuh fondasi yang kuat. Untuk itu, para pemangku kebijakan sepak bola Jepang melakukan studi banding. Mereka berkeliling dunia untuk mencari formula terbaik. Salah satu tujuan utama mereka adalah Indonesia, tempat mereka ingin mempelajari sistem Galatama. Delegasi Jepang pun mengamati dengan saksama bagaimana Galatama berjalan. Jepang tidak sekadar meniru. Mereka menganalisis, mengadaptasi, lalu merencanakan sesuatu yang jauh lebih besar. Mereka menyerap ilmu dari Galatama dengan sangat serius dan tekun.

Lahirnya J-League: Visi 100 Tahun yang Mengubah Segalanya

Momen krusial bagi evolusi sepak bola Jepang tiba pada tahun 1993. Saat itu, Jepang memulai sebuah revolusi sejati dengan meluncurkan J-League. Ini bukan sekadar liga baru, melainkan sebuah proyek kebanggaan nasional. Sebuah manifesto ambisi yang mengubah segalanya dari akar. Para arsiteknya tidak berpikir dalam hitungan tahun, melainkan dalam hitungan abad. Mereka menyusun sebuah cetak biru fenomenal. Deklarasi yang berani dan terukur ini memiliki dua tujuan utama sebagai penunjuk arah. Pertama, Jepang menargetkan untuk memiliki 100 klub profesional di seluruh negeri guna menanamkan budaya sepak bola di setiap komunitas. Kedua, mereka menetapkan tujuan puncak untuk menjuarai Piala Dunia pada tahun 2050. Sebuah mimpi yang menjadi mesin penggerak seluruh sistem.

Untuk mewujudkan visi raksasa itu, mereka membangun J-League di atas pilar-pilar profesionalisme yang kokoh. Mereka menegakkan setiap aturan dengan disiplin baja. Fondasi inilah yang menjadi kunci keberhasilan mereka.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Pertama, J-League mewajibkan setiap klub memiliki infrastruktur memadai, seperti stadion sendiri dan fasilitas latihan modern. Ini menciptakan lingkungan yang profesional bagi para pemain.

Kedua, mereka menjadikan pembinaan usia muda sebagai jantung proyek. J-League mewajibkan setiap klub profesional memiliki akademi terstruktur untuk mencetak talenta-talenta baru secara mandiri. Jepang memutuskan untuk tidak lagi bergantung pada pemain impor semata dan memilih berinvestasi pada masa depan.

Ketiga, J-League mendorong klub menjadi entitas bisnis yang mandiri dengan manajemen yang transparan dan sehat secara finansial. Kebijakan ini mencegah kebangkrutan dan masalah tunggakan gaji.

Terakhir, pemerintah dan korporasi memberikan dukungan penuh sebagai bahan bakar. Pemerintah menyediakan regulasi yang kondusif, sementara perusahaan-perusahaan raksasa Jepang menyuntikkan dana segar dan keahlian manajemen. Sebuah kolaborasi sempurna yang melibatkan semua pemangku kepentingan.

Hasilnya, seperti yang kita saksikan sekarang, sungguh luar biasa. Visi itu telah menjadi mesin yang terus bekerja, membawa sepak bola Jepang ke level yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Sebuah Refleksi Pahit untuk Indonesia

Kini, kita melihat buah dari visi Jepang tersebut. Dunia telah menyegani Jepang sebagai kekuatan sepak bola baru. Sementara itu, Galatama harus berakhir tragis akibat berbagai masalah internal. Sepak bola Indonesia pun terus mengalami pasang surut yang tak berkesudahan. Realitas ini memunculkan sebuah refleksi yang tajam sekaligus pahit.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement