SURAU.CO. Ibadah haji melampaui sekadar ritual keagamaan. Ini adalah sebuah peristiwa besar. Peristiwa budaya, spiritual, dan kemanusiaan yang menggerakkan banyak orang. Selama berabad-abad, para penulis, pelancong, dan ulama terinspirasi untuk mendokumentasikan perjalanan suci mereka. Catatan-catatan berharga ini kini menjadi arsip penting. Catatan perjalanan mereka telah memberikan wawasan mendalam tentang perjalanan haji dalam sejarah peradaban Islam.
Tulisan-tulisan tersebut melestarikan pengalaman para peziarah haji. Mulai dari mereka yang berjalan tanpa alas kaki hingga yang mengarungi samudra. Selain itu juga perjalanan mereka melintasi gurun pasir. Kisah para peziarah itu menyatukan ujian fisik dalam perjalanan dengan kesucian ibadah. Menurut peneliti dan sejarawan Saad Al-Joudi, haji menjadi telah sebuah proyek dokumentasi yang komprehensif bagi masyarakat Islam dalam melintasi berbagai zaman.
Para Perintis Dokumentasi Perjalanan Haji
Beberapa nama besar muncul sebagai pencatat sejarah haji yang teliti. Penjelajah Andalusia, Ibnu Jubayr, adalah salah satunya. Ia melakukan perjalanan antara tahun 1183 hingga 1185. Tulisannya tentang perjalanan haji sangat lengkap dan detail. Ibnu Jubayr merinci setiap tahapan ibadah haji secara saksama. Ia menjelaskan proses Ihram di miqat (batas suci). Lalu Tawaf mengelilingi Ka,bah. Kemudian berlanjut dengan Sa’i antara bukit Safa dan Marwa. Selain itu Ibnu Jubair juga menulis tentang bermalam di Mina dan momen puncak wukuf di Arafah. Tidak ketinggalan catatannya tentang ritual melempar jumrah dan Tawaf perpisahan.
Tokoh lain yang menulis perjalanan hajinya adalah Ibnu Batutah. pengembara masyhur ini berangkat menunaikan ibadah haji pada tahun 1325. Ibnu Batutah lebih fokus pada aspek logistik. Ia mendokumentasikan infrastruktur yang mendukung rute menuju Makkah. Kisahnya menggambarkan kekaguman atas persatuan umat. Muslim dari berbagai bahasa, suku, dan budaya bersatu. Mereka melaksanakan ritual yang sama dengan sempurna.
Dalam catatannya, Ibnu Batutah menjelaskan perjalanan darat dari Levant ke Madinah. Ia mendeskripsikan tempat peristirahatan. Juga pasar sementara khusus haji. Bahkan fasilitas medis keliling untuk para jamaah.
Peran Penguasa
Dokumentasi haji tidak hanya datang dari para peziarah dan pengembara. Menurut Majed Al-Yazidi dari Universitas Umm Al-Qura mengatakan para sultan dan raja juga berperan. Mereka turut meninggalkan jejak catatan sejarah dalam pelaksanaan haji. Salah satu diantaranya adalah Khalifah Abbasiyah, Harun Al-Rashid. penguasa masyhur ini beberapa kali menunaikan haji. Salah satu catatannya adalah beliau sering melakukannya dengan berjalan kaki.
kemudian pada abad ke-13, penguasa Mamluk, Baibars, dengan langkah besarnya. Baibars membangun jaringan pasokan dan pos keamanan yang komprehensif. Jaringan ini yang kemudian melindungi kafilah haji di seluruh Levant dan Jazirah Arab. Tindakannya mengubah haji menjadi sebuah agenda sosial-politik yang terorganisir.
Menurut Al-Yazidi menjelaskan catatan catan tersebut mencerminkan luasnya peradaban Islam. Jamaah dari Andalusia dan Maroko umumnya menggunakan jalur laut. Sementara jamaah dari Yaman dan India memanfaatkan jalur laut dan darat. Peziarah dari Levant, Irak, dan Mesir mengikuti rute darat yang sudah mapan. Beberapa rute terkenal adalah Darb Zubaidah dari Irak. Serta koridor Mesir yang bersejarah. Jalan-jalan raya haji ini memicu perkembangan kota di sepanjang jalurnya. Banyak kota menjadi makmur karena dilintasi para peziarah.
Perjalanan Haji dalam Catatan Sastra
Selain penguasa dan ulama, catatan perjalan haji menurut Saad Al-Joudi adalah menangkap pola perilaku. dalam perjalanan haji ada gaya pakaian khas daerah hingga aktivitas komersial dan praktik budaya lainnya. Dimensi kemanusiaan ini tergambar jelas dalam karya Abdul Ghani Al-Nabulsi. Ulama ini memulai perjalanannya pada tahun 1693. Al-Nabulsi mendokumentasikan pertukaran budaya yang luas antar peziarah. Ada pertukaran hadiah, perdagangan manuskrip, hingga diskusi intelektual.
Tradisi Dokumentasi di Era Modern dan Global
Tradisi penulisan catatan perjalanan haji terus berlanjut. Sastra Arab modern diperkaya oleh banyak memoar haji. “The Hejazi Journey” karya Abbas Mahmoud Al-Aqqad menangkap suasana spiritual. “Journey to Hejaz” karya Ibrahim Abdul Qadir Al-Mazini mengeksplorasi pengalaman mendalam.
Karya lain seperti “In the House of Revelation” oleh Mohammed Hussein Haikal menawarkan analisis intelektual. Semua karya ini menggabungkan narasi perjalanan dengan perspektif reformis.
Melansir laman arabnews.com. tradisi mencatat perjalanan haji meluas ke para penulis non-Arab. Kisah para mualaf memberikan sudut pandang unik. Leopold Weiss (Muhammad Asad) menulis “The Road to Makkah”. Takeshi Suzuki (Muhammad Saleh) menulis “A Japanese in Makkah”. Catatan mereka menunjukkan daya tarik universal Islam. Mereka membuktikan bahwa Islam melampaui batas budaya.Maka kesimpulannya semua catatan perjalanan ini sangat berharga. Meskipun berbeda bahasa dan pendekatan, mereka membentuk arsip sejarah yang hidup. Mereka adalah jendela untuk melihat pelaksanaan haji dan peradaban Islam selama berabad-abad.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
