SURAU.CO. Sebanyak 203.149 orang jamaah calon haji reguler yang tergabung dalam 525 kelompok terbang (kloter) asal Indonesia tiba di Makkah. Seluruh jamaah haji Indonesia tersebut akan menuju ke Arafah pada 8 Dzulhijah 1446 H, atau 4 Juni 2025. Menurut laporan Kementerian Agama untuk mengurai pergerakan jamaah dalam upaya mengurai kepadatan Muzdalifah dan Mina, maka ada skema Murur dan Tanazul.
Sekjen Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin menjelaskan dua skema tersebut adalah upaya mengurai kepadatan Muzdalifah dan Mina. Adapun Murur adalah pergerakan jamaah dari Arafah dengan bus yang hanya melewati Muzdalifah tanpa turun dari kendaraan. Dan para jamaah haji tersebut langsung melanjutkan perjalanan ke Mina untuk melakukan lempar jumrah dan mabit.
Skema Murur ini, jelas Kamaruddin, penereapannya akan selektif. Skema ini adalah untuk jamaah lansia, disabilitas, dan yang uzur yang jumlahnya sekitar 50.000. Mereka akan mengikuti skema murur.
Adapun skema tanazul adalah pemulangan lebih awal ke hotel di Makkah setelah selesai lempar jumrah aqabah. Tujuan skema ini adalah untuk mengurai kepadatan Mina. “Sekitar 30.000 orang, terutama dari sektor Syisyah dan Raudhah, akan mengikuti skema tanazul ini. Mereka yang melempar jumrah tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijah tidak kembali ke tenda di Mina, tetapi langsung kembali ke hotel masing-masing,” jelasnya.
Kamaruddin juga mengungkapkan bahwa kondisi jamaah haji Indonesia kini telah berada di Kota Makkah dalam keadaan aman dan sehat. Kemudian dirinya juga mengajak jamaah untuk fokus menyiapkan diri menuju fase Armuzna.
Persiapan Puncak Haji
Untuk persiapan menuju puncak haji, Kemenag menghimbau jamaah haji untuk mengurangi aktivitas di luar tenda atau hotel, istirahat yang cukup. Selain itu juga menjaga kebersihan serta memperbanyak konsumsi air putih.
“Jamaah diimbau untuk tetap beribadah di hotel masing-masing dan menghindari aktivitas di luar ruangan kecuali untuk keperluan mendesak,” ujar Kamaruddin pada Ahad( 2/6). Selain itu, layanan katering reguler ada makanan siap saji jelang puncak haji. Untuk pendistribusiannya adalah secara bertahap. Untuk 6 kali makan dengan rincian 7 Dzulhijah (3 Juni) 3 kali makan. Kemudian pada 8 Dzulhijah (4 Juni) 1 kali makan, serta 13 Dzulhijah (9 Juni) 2 kali makan. Adapun selama puncak haji di Armuzna, jamaah akan mendapatkan 15 kali makan dan 1 snack berat. Rinciannya adalah 5 kali makan di Arafah, 1 kali snack berat di Muzdalifah, dan 10 kali makan di Mina.
“Makanan ini dapat langsung dikonsumsi. Sebaiknya merendam nasi dengan air selama 5–10 menit sebelum memakannya. Untuk lauk lauk dapat memakannya langsung tanpa pemanasan. Setelah kemasan terbua, makanan tidak boleh disimpan ulang. Hal ini demi alasan kesehatan jamaah. Makanan jamaah haji sendiri sangat memperhatikan gizi, daya tahan, dan kondisi medan saat puncak ibadah,” tambahnya.
Hukum Murur dan Tanazul
Mustasyar Diny PPIH Arab Saudi, KH Muhammad Ulinnuha menyebut secara fikih, mabit di Muzdalifah memang merupakan bagian dari wajib haji. Namun, dalam kondisi tertentu, seperti uzur fisik, lansia, atau alasan syar’i lainnya, jemaah boleh tidak bermalam di Muzdalifah. “Dalam riwayat sahih, sejumlah sahabat yang bertugas memberi makan, menggembala, atau kaum perempuan yang khawatir mengalami haid lebih awal maka Nabi Muhammad SAW member9i izin untuk tidak mabit di Muzdalifah,” jelas Ulinnuha mengutip laman nu.or.id.
Kiai Ulinuha kemudian menambahkan bahwa menurut Mazhab Hanafi, jelasnya, mabit di Muzdalifah hukumnya sunnah. Karena itu, murur dibolehkan, hajinya sah, dan tidak terkena dam. “Salah satu fatwa dari ulama Mesir menyebutkan bahwa murur hukumnya boleh karena mustahil bagi jutaan jamaah menempati Muzdalifah dalam waktu bersamaan. Ini menjadi dasar PPIH menerapkannya secara selektif. Khususnya bagi jamaah lansia, disabilitas, dan yang uzur,” tambahnya.
Setelah mabit di Muzdalifah, jamaah biasanya melanjutkan mabit di Mina. Namun, untuk menghindari kepadatan tenda dan demi kenyamanan, PPIH juga menerapkan skema tanazul, yakni pemulangan lebih awal ke hotel di Makkah setelah selesai lempar jumrah aqabah. “Tanazul juga mengikuti pendapat Mazhab Hanafi yang menyatakan bahwa mabit di Mina hukumnya sunnah. Maka jamaah yang memilih langsung kembali ke hotel tidak terkena dam dan hajinya tetap sah,” ujarnya.( ENHA)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
