Berita Nasional
Beranda » Berita » Heboh! Beroperasi Sejak 1973, Warung Ayam Kremes Solo ini Baru Ungkap Non Halal, Pembeli Merasa Terjebak dan Dibohongi

Heboh! Beroperasi Sejak 1973, Warung Ayam Kremes Solo ini Baru Ungkap Non Halal, Pembeli Merasa Terjebak dan Dibohongi

Ayam Goreng Widuran Non Halal
Ayam Goreng Widuran Non Halal. Foto: HarianJogja

SURAU.COKabar tak sedap baru-baru ini mengguncang Kota Solo, yang terkenal sebagai surga kuliner dengan hidangan khas menggugah selera dan harga bersahabat. Ayam Goreng Widuran, salah satu ikon kuliner legendarisnya, menjadi pusat perbincangan hangat di media sosial. Pasalnya, warung ini ternyata memasak hidangan yang telah lama banyak orang gemari tersebut menggunakan bahan tidak halal. Fakta yang baru terungkap ini memicu kekecewaan mendalam dari banyak konsumen, terutama mereka yang beragama Islam.

Kekecewaan Konsumen: Merasa Terjebak dan Dibohongi

Ulasan-ulasan di Google Review merekam jelas gelombang kekecewaan ini. Banyak konsumen merasa terjebak dan dibohongi. Mereka kecewa karena pihak warung makan tidak mencantumkan informasi status non-halal produknya secara jelas sebelumnya.

Teguh Budianyo, seorang pemandu wisata lokal, menyuarakan salah satunya. HarianJogja (Sabtu, 24/5/2025) mengutip pengalamannya sekitar empat bulan lalu saat berkunjung ke Ayam Goreng Widuran. Ia menilai penjual tidak jujur. “Awal datang sudah curiga karena tamu yang lain menatap ke kami, langsung cek google review, terus tanya karyawan yang mau goreng ayam, dan jreng !!! ternyata NON HALAL, seketika saya langsung batalkan pesanan,” tulis Teguh. Ia menyoroti bagaimana pihak warung sama sekali tidak memberitahunya mengenai status non-halal makanan tersebut. Padahal, ia datang dengan mobil plat luar kota Solo dan seluruh anggota keluarganya mengenakan hijab.

Yuyun Novita juga mengalami hal serupa dan mengungkapkan kekecewaannya melalui Google Review. Ia mengaku awalnya sangat menikmati kelezatan ayam goreng tersebut. “Jujur rasanya emang enak aku sama suami sampe girang banget saking senengnya nemu ayam kampung tapi rasanya bisa seenak ini,” tulisnya. Yuyun bahkan sempat membeli untuk dibawa pulang, termasuk kremes untuk anaknya di rumah.

Namun, kebahagiaan itu sontak berubah menjadi keterkejutan. “Dan yang bikin shock ternyata makanan di sini engga halal. Padahal saya makan disana memakai hijab. Kenapa pegawainya tidak ada yg memberi tahu saya???? Jika memang disitu makanannya tidak halal harusnya ditulisin dong “non halal” atau mungkin jika ada pembeli yg memakai hijab datang kesana pegawainya memberi tahu,” keluh Yuyun. Ia mendesak pihak warung untuk lebih edukatif. Setidaknya, mereka harus mencantumkan label “NON HALAL” agar konsumen Muslim tidak merasa tertipu.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Kasus Ayam Widuran Non Halal ini tak hanya memicu reaksi emosional dari konsumen. Peristiwa ini juga menarik perhatian dari sisi hukum. Advokat Komardin, melalui akun TikToknya @advokat_progresif, menyoroti bahwa praktik pemilik Warung Ayam Goreng Widuran Solo berpotensi melanggar Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Selain itu, praktik ini juga bisa melanggar Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

Komardin menegaskan bahwa UU JPH mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai produknya. Informasi ini termasuk status kehalalannya. “Jadi menurut saya sangat aneh, Ayam Goreng Widuran yang digemari banyak orang tidak mencantumkan label non halal. Baru bulan-bulan ini mencantumkan non halal, itu tidak fair,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa tindakan ini tidak benar. Apalagi, mayoritas pembeli yang datang mengenakan hijab, yang secara kasat mata mengindikasikan identitas Muslim. “Jualan seperti inilah yang layak ditindak dan dimintain ganti rugi,” tegas Komardin, mengindikasikan konsumen memiliki hak untuk menuntut.

Menurut data Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman akan berakhir pada 17 Oktober 2024. Hal ini juga berlaku untuk jasa penyembelihan, hasil sembelihan, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong produk makanan dan minuman. Setelah tanggal tersebut, pelaku usaha yang belum bersertifikat halal dan tidak mencantumkan label non-halal dapat menghadapi sanksi. (Kemenag RI, 2023). Kewajiban ini mencakup pencantuman keterangan “tidak halal” bagi produk yang memang menggunakan bahan tidak halal.

Respons Manajemen Ayam Goreng Widuran

Menghadapi derasnya kritik dan sorotan publik, Manajemen Ayam Goreng Widuran Solo akhirnya angkat bicara. Melalui akun Instagram resmi mereka, @ayamgorengwiduransolo, pihak manajemen menyampaikan permohonan maaf atas kegaduhan yang terjadi.

“Kami memahami bahwa hal ini menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Sebagai langkah awal, kami telah mencantumkan keterangan NON-HALAL secara jelas di seluruh outlet dan media sosial resmi kami. Kami berharap masyarakat dapat memberi kami ruang untuk memperbaiki dan membenahi semuanya dengan itikad baik. Hormat kami,” demikian pernyataan tertulis dari Manajemen Ayam Goreng Widuran. Langkah ini, meskipun banyak pihak apresiasi, sebagian menganggapnya sebagai tindakan yang terlambat.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Sekilas Sejarah Ayam Goreng Widuran

Sebelum kontroversi Ayam Widuran Non Halal ini mencuat, Warung Makan Ayam Goreng Widuran adalah salah satu destinasi kuliner wajib di Solo. Lokasinya berada di Jalan Sutan Syahrir No.71, Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta. Plakat di warungnya menyebutkan tempat makan ini berdiri sejak tahun 1973. Warung ini mengklaim menyajikan ayam goreng yang mereka produksi secara tradisional dengan bumbu asli Indonesia dan bebas bahan pengawet.

Ciri khas utama Ayam Goreng Widuran adalah taburan bumbu kremesnya yang melimpah. Kremes ini memiliki cita rasa unik, berbeda dari kremes pada umumnya. Kelezatan kremes ini berbagai kalangan gemari, dari anak-anak hingga dewasa. Mereka juga mengklaim menggunakan ayam kampung pilihan. Ayam tersebut menghasilkan tekstur daging gurih dan nikmat. Tak heran jika warung ini menjadi salah satu kuliner legendaris di Kota Bengawan.

Untuk menikmati satu ekor Ayam Goreng Widuran, pelanggan perlu membayar sekitar Rp130.000. Selain itu, warung ini juga menyediakan pilihan per bagian seperti paha, dada, hingga rempelo ati. Harganya berkisar antara Rp5.000 hingga Rp71.000 per potong. Khusus untuk kremes yang pelanggan nikmati di tempat, harganya Rp25.000 per porsi.

Pentingnya Transparansi dan Edukasi Bagi Pelaku Usaha Kuliner

Kasus Ayam Widuran Non Halal ini menjadi pengingat penting bagi seluruh pelaku usaha kuliner. Hal ini terutama berlaku di negara dengan mayoritas penduduk Muslim seperti Indonesia. Transparansi mengenai bahan baku dan status kehalalan produk adalah hak konsumen yang tidak bisa pelaku usaha abaikan. Sesuai UU JPH, pelaku usaha yang produknya berasal dari bahan yang haram wajib mencantumkan keterangan tidak halal. Keterangan ini harus jelas pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, dan/atau tempat tertentu pada produk.

Keterbukaan informasi ini bukan hanya soal kepatuhan terhadap hukum. Ini juga menyangkut etika bisnis dan penghormatan terhadap keyakinan konsumen. Bagi konsumen Muslim, mengonsumsi makanan halal adalah bagian integral dari ajaran agama. Ketidaktahuan atau ketidakjujuran penjual dapat berakibat fatal. Hal ini bisa menyebabkan konsumen Muslim tanpa sadar mengonsumsi sesuatu yang agamanya larang.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Kita berharap kejadian ini menjadi pelajaran berharga. Pelaku usaha harus proaktif memberikan informasi yang akurat. Sementara itu, konsumen juga sebaiknya lebih kritis. Jangan ragu bertanya sebelum memutuskan untuk membeli atau mengonsumsi suatu produk kuliner. Terlebih jika tidak ada label halal yang jelas atau jika ada keraguan mengenai bahan yang digunakan. Pada akhirnya, kepercayaan konsumen adalah aset terbesar bagi keberlangsungan sebuah bisnis.

 (HarianJogja/KAN)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement