Awal Mula Quraish Shihab: Menyemai Cinta Al-Qur’an Sejak Kecil
Surau.co – Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, atau yang lebih dikenal dengan Quraish Shihab, telah mewarnai dunia keilmuan Islam Indonesia dengan pemikirannya yang mencerahkan.
Ia lahir pada 16 Februari 1944 di Rappang, Sulawesi Selatan. Sejak usia belia, Quraish telah menampakkan kecintaannya terhadap Al-Qur’an. Sang ayah, Prof. Abdurrahman Shihab seorang ahli tafsir kenamaan memberi teladan langsung dalam menanamkan nilai-nilai keilmuan.
Sebagai anak keempat dari dua belas bersaudara, Quraish tumbuh di tengah keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan dan nilai-nilai Islam.
Keunggulannya dalam bahasa Arab membuka jalan untuk merantau ke Malang dan kemudian menempuh pendidikan tinggi di Universitas Al-Azhar, Mesir.
Menimba Ilmu di Negeri Para Ulama
Pada tahun 1958, Quraish bersama adiknya, Alwi Shihab, melangkahkan kaki ke Kairo setelah meraih beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Mereka memilih Al-Azhar, universitas bergengsi di dunia Islam, sebagai tempat menuntut ilmu.
Di sana, Quraish memperdalam ilmu tafsir dan hadis di Fakultas Ushuluddin. Ia meraih gelar Lc pada 1967, kemudian melanjutkan program magister dan menyusun tesis tentang kemukjizatan hukum Al-Qur’an pada 1969.
Tak berhenti di situ, ia kembali ke Mesir untuk mengejar gelar doktor. Disertasinya mengupas keaslian tafsir Al-Biqa’i, mencerminkan dedikasinya dalam menggali khazanah tafsir klasik secara kritis dan akademis.
Dari Gagasan ke Gerakan: Membumikan Al-Qur’an
Tahun 2004, Quraish Shihab memprakarsai gerakan besar bertajuk “Membumikan Al-Qur’an”. Gagasan ini bukan sekadar wacana, melainkan ia wujudkan dalam bentuk Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ). Lembaga ini ia dirikan untuk menyebarkan pesan Islam yang damai, inklusif, dan relevan dengan zaman.
Salah satu program unggulan PSQ adalah Pendidikan Kader Mufassir. Melalui program ini, Quraish ingin melahirkan generasi penafsir Al-Qur’an yang mampu merespons dinamika zaman dengan pemahaman kontekstual terhadap ayat-ayat suci.
Tafsir Modern: Tematik dan Analitik
Dalam menafsirkan Al-Qur’an, Quraish Shihab menggabungkan dua pendekatan utama, yakni metode maudhu’i (tematik) dan tahlili (analitik).
Dengan pendekatan tematik, ia menghimpun ayat-ayat dari berbagai surah yang membahas tema serupa untuk memperoleh pemahaman menyeluruh.
Sementara itu, metode analitik ia gunakan untuk membedah ayat secara rinci, baik dari sisi bahasa, konteks sejarah, maupun relevansinya dengan kehidupan modern.
Melalui pendekatan ini, Quraish menegaskan bahwa Al-Qur’an bukan kitab kuno yang terasing dari dunia, melainkan pedoman yang menjawab tantangan zaman, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karya-Karya Sang Intelektual
Hingga usia senja, Quraish Shihab tetap produktif berkarya. Ia telah menulis lebih dari 60 buku, termasuk magnum opus-nya, Tafsir Al-Misbah, yang membahas 30 juz Al-Qur’an dengan bahasa lugas dan sarat makna sosial.
Beberapa karya terkenalnya antara lain:
-
Membumikan Al-Qur’an
-
Mukjizat Al-Qur’an
-
Wawasan Al-Qur’an
-
Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah
-
Sunnah Syi’ah Bergandengan Tangan?
Karya-karya tersebut menjadi rujukan penting dalam memahami Islam yang rasional dan penuh kedamaian.
Kiprah Internasional dan Peran Kenegaraan
Quraish Shihab juga aktif di kancah internasional. Ia duduk sebagai anggota Majlis Hukama’ Al-Muslimin yang dipimpin oleh Grand Syekh Al-Azhar, Syekh Ahmed El-Tayeb. Pada 1998, ia dipercaya menjadi Menteri Agama Republik Indonesia.
Selain itu, pemerintah Indonesia pernah menunjuknya sebagai Duta Besar untuk Republik Djibouti yang berkedudukan di Kairo. Kiprah ini membuktikan bahwa Quraish Shihab bukan hanya cendekiawan, tetapi juga diplomat dan negarawan ulung.
Penjaga Pesan Al-Qur’an di Era Modern
Di era pascamodern ini, Quraish Shihab hadir sebagai jembatan antara teks Al-Qur’an dan kehidupan modern. Penelitian dari IAIN Kediri mengungkapkan bahwa ia mampu menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an dengan bahasa yang dipahami generasi masa kini, tanpa kehilangan nilai-nilai aslinya.
Quraish Shihab bukan sekadar ulama, melainkan simbol kebangkitan pemikiran Islam yang tercerahkan. Lewat keilmuannya, ia menunjukkan bahwa Islam senantiasa relevan dan mampu memberi arah dalam setiap perubahan zaman.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
