Sosok
Beranda » Berita » Inilah Sosok Syaiful Karim, Dinilai Menyimpang MUI Karena Salah Fatal Tafsiri Surat Al-Qariah

Inilah Sosok Syaiful Karim, Dinilai Menyimpang MUI Karena Salah Fatal Tafsiri Surat Al-Qariah

Syaiful Karim Kontroversi Tafsir Surat Al -Qariah | Facebook
Syaiful Karim Kontroversi Tafsir Surat Al -Qariah | Facebook

SURAU.CODebat publik mengenai sosok Syaiful Karim, dosen fisika yang juga aktif sebagai pendakwah, mencapai titik didih baru. Fokus utamanya adalah ceramahnya yang viral mengenai Surah Al-Qari’ah, di mana interpretasinya dianggap melenceng jauh dari pemahaman mayoritas ulama. Kontroversi ini bukan lagi sekadar perbincangan di media sosial, melainkan telah mengundang respons tegas dari institusi keagamaan formal.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara terbuka menyatakan keberatan keras terhadap tafsir yang disampaikan Syaiful Karim. Inti persoalannya, menurut MUI, adalah kesalahan fundamental dalam pemaknaan kata “Al-Qari’ah”. Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, secara spesifik menyoroti kekeliruan ini. Syaiful Karim dalam ceramahnya menyatakan, “Yang laki-laki disebut Qari, yang perempuan disebut Qari’ah. Di Quran ada Quran, Surat Al-Qari’ah. Sayang sekali Surat Al-Qari’ah selama ini diterjemahkan Hari Kiamat, saya juga bingung. Kok Al-Qari’ah hari kiamat, padahal Qari itu adalah pembaca laki-laki. Qari’ah pembaca perempuan. Pakai alif lam itu kata benda, menjelaskan bahwa Al-Qariah itu si pembaca. Jadi Al-Qari’ah itu artinya pembaca.”

Pandangan Syaiful Karim yang menyamakan “Al-Qari’ah” (ٱلْقَارِعَةُ) dengan “pembaca” inilah yang menjadi pangkal penilaian MUI. Kiai Cholil Nafis menjelaskan perbedaan krusial: kata Qari’ (قَارِئ) atau Qari’ah (قَارِئَةٌ) yang menggunakan huruf hamzah (ء) memang memiliki arti “pembaca”. Namun, Surah Al-Qari’ah dalam Al-Qur’an menggunakan huruf ‘ain (ع), yang maknanya secara konsensus di kalangan ahli tafsir merujuk pada “Hari Kiamat” atau “sesuatu yang menggedor dengan dahsyat”. “Maka dari situ kita tahu, (pengetahuan) dasar bahasa Arab itu tidak ada (pada Syaiful Karim), apalagi (dia mencoba) menafsirkan Alquran,” tegas Kiai Cholil kepada Republika (1/1/2024).

Berdasarkan penilaian ini, MUI mengimbau masyarakat untuk berhenti mengikuti pengajian Syaiful Karim. Kiai Cholil bahkan mengingatkan sebuah hadits riwayat Imam At-Tirmidzi dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapapun yang berkata tentang Alquran tanpa ilmu, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka.” Hal ini menggarisbawahi betapa seriusnya persoalan berbicara tentang Al-Qur’an tanpa landasan keilmuan yang memadai. MUI menilai tingkatan Syaiful Karim belum mencapai kapasitas seorang ustaz yang layak mengajar tafsir, dan menyarankan agar ia lebih fokus belajar. Bahkan, MUI Pusat telah meminta MUI Bandung untuk melakukan pembinaan terhadap Syaiful Karim. “Hendaklah orang-orang yang mengaji ke dia (Syaiful Karim) berhenti saja,” ujar Kiai Cholil, menyarankan masyarakat untuk mencari guru yang jelas kapasitas ilmunya dan memiliki keteladanan.

Di sisi lain, Syaiful Karim tetap memiliki basis pengikut yang loyal, terutama di platform digital seperti YouTube. Pendekatannya yang mencoba memadukan tasawuf, ilmu pengetahuan modern, dan relevansi dengan kehidupan kontemporer dianggap menarik oleh sebagian kalangan. Mereka melihatnya sebagai figur yang menawarkan perspektif spiritual yang segar dan logis.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Fenomena Syaiful Karim ini, dengan demikian, bukan hanya soal perbedaan pendapat, tetapi menyentuh isu otoritas keilmuan dalam Islam, khususnya dalam penafsiran Al-Qur’an. Kasus ini mempertanyakan: Siapa yang berhak menafsirkan Al-Qur’an? Sejauh mana penguasaan ilmu alat seperti bahasa Arab menjadi prasyarat mutlak? Dan bagaimana publik menyikapi perbedaan tafsir di era informasi yang begitu terbuka, di mana setiap orang bisa menjadi “produsen konten” keagamaan?

Jejak Langkah Syaiful Karim: Akademisi dan Pendidik Spiritual

Untuk memahami konteks lebih luas, Syaiful Karim adalah dosen Fisika di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, dan peneliti di bidang fisika material elektronik. Lahir di Garut, 7 Maret 1967, ia menempuh S1 di IKIP Bandung dan S2 di ITB. Di luar aktivitas akademisnya, ia mendirikan Pondok Pesantren Misykatul Anwar di Cimahi, tempat ia mengajarkan nilai keislaman dengan pendekatan spiritual kontemporer. Ia juga dikenal sebagai motivator yang kerap membahas hubungan spiritualitas, sains, dan kehidupan modern.

Titik Didih Kontroversi yang Semakin Tajam

Viralitas video tafsir Al-Qari’ah menjadi puncak yang memicu reaksi keras. Penjelasan spesifik dari MUI mengenai kesalahan linguistik dasar dalam memaknai “Al-Qari’ah” (antara hamzah dan ‘ain) memberikan dimensi baru pada kontroversi ini. Tuduhan bahwa Syaiful Karim tidak memiliki kompetensi dasar bahasa Arab untuk menafsirkan Al-Qur’an menjadi argumen sentral dari pihak MUI.

Namun, para pengikutnya bisa jadi melihat ini dari perspektif yang berbeda. Mungkin mereka lebih menekankan pada semangat Syaiful Karim untuk membuat ajaran Islam lebih “membumi” dan mudah dicerna oleh kalangan yang tidak memiliki latar belakang pendidikan agama formal, meskipun metodologinya dipertanyakan oleh otoritas keagamaan.

Gaya Dakwah, Inovasi, dan Batasan yang Diuji

Syaiful Karim memang dikenal dengan gaya dakwah yang mengintegrasikan ilmu fisika dan spiritualitas. Pendekatan “tasawuf modern” yang ia usung menarik minat mereka yang mencari makna religius yang lebih rasional. Namun, ketika inovasi ini menyentuh area sensitif seperti tafsir Al-Qur’an, terutama dengan adanya dugaan kesalahan mendasar dalam aspek bahasa, batas toleransi publik dan otoritas keagamaan pun diuji. Syaiful Karim sendiri, dalam berbagai kesempatan, menyatakan tidak berniat menyesatkan, melainkan mencoba menjelaskan Al-Qur’an dengan cara yang lebih ilmiah dan relevan.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Data Diri Syaiful Karim

  • Nama Lengkap: Drs. Saeful Karim, M.Si

  • Tempat, Tanggal Lahir: Garut, 7 Maret 1967

  • Agama: Islam

  • Status Perkawinan: Menikah dengan Tatia Aryati Djuwitna (sejak 1991)

  • Anak: Ainindiya Dinanti Putri, Mohammad Fahad Fauzan, Ainun Najma Putri

    Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

  • Riwayat Pendidikan: S1 Pendidikan Fisika IKIP Bandung (1990), S2 Fisika ITB (1996)

  • Aktivitas Profesional: Dosen Fisika UPI, Peneliti, Konsultan pendidikan, Motivator spiritual, Pembina Pondok Pesantren Misykatul Anwar.

Kontroversi Syaiful Karim menjadi cermin kompleksitas dakwah di era digital. Ini bukan hanya soal benar atau salah secara absolut dalam satu ceramah, tetapi juga tentang siapa yang memegang otoritas ilmu, bagaimana ilmu agama disebarkan, dan bagaimana masyarakat menyaring informasi keagamaan yang melimpah. Kasus ini memaksa semua pihak untuk merefleksikan pentingnya kedalaman ilmu, kehati-hatian dalam berbicara soal agama, dan kearifan dalam menyikapi perbedaan. (KAN)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement