Pramono Anung Usung Program “Manggarai Bershalawat” Demi Redam Konflik Warga
Surau.co – Konflik antarkelompok kembali mengganggu ketenangan kawasan Manggarai, Jakarta Selatan. Wilayah ini terus mencatat bentrokan berulang antarwarga, menciptakan kekhawatiran di tengah masyarakat.
Merespons keresahan itu, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memperkenalkan inisiatif baru bertajuk Manggarai Bershalawat. Program ini bukan sekadar ajakan melantunkan shalawat bersama, tapi juga dirancang sebagai medium perdamaian untuk menyatukan kelompok yang kerap berselisih.
Pramono menjelaskan bahwa akar dari konflik di Manggarai berhubungan erat dengan kondisi sosial dan ekonomi warga. Banyak pemuda di wilayah ini belum mendapatkan pekerjaan tetap, yang membuat mereka mudah terbawa arus konflik.
Minimnya fasilitas seperti lapangan olahraga, balai warga, atau kegiatan komunitas turut memperparah situasi. Melalui Manggarai Bershalawat, Pramono ingin menciptakan ruang spiritual yang bisa menjadi titik temu antarpihak yang berseteru. Ia berharap suasana religius mampu melembutkan hati para pemuda dan membuka peluang rekonsiliasi. Menurutnya, solusi yang mengandalkan kekuatan represif justru sering kali gagal menyentuh akar permasalahan.
Wakil Ketua DPRD DKI Sambut Baik, Tapi Minta Evaluasi Serius
Menanggapi langkah ini, Rany Mauliani, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra, menyatakan dukungannya. Ia menganggap bershalawat sebagai kegiatan positif yang dapat memperkuat iman masyarakat. Bahkan menurutnya, program serupa bisa diterapkan di wilayah lain di Jakarta.
Meski demikian, Rany mengingatkan bahwa keberhasilan program sangat bergantung pada partisipasi nyata dari pihak-pihak yang biasa terlibat tawuran. Tanpa keterlibatan aktif dari mereka, kegiatan ini berisiko menjadi sekadar simbolis.
Rany menegaskan bahwa efek jera bagi pelaku tawuran harus tetap menjadi prioritas. Jika kegiatan bershalawat berjalan tanpa dibarengi penegakan hukum atau pembinaan, maka potensi konflik tetap mengancam. “Kalau shalawat rutin tapi tawuran tetap terjadi, berarti pesan damai belum sampai ke pelaku utama,” ujar Rany.
Perlu Sinergi: Spiritualitas dan Penegakan Aturan
Pernyataan Rany membuka ruang dialog yang lebih luas: apakah pendekatan spiritual cukup untuk menyelesaikan konflik sosial? Ataukah tetap perlu diperkuat dengan strategi hukum dan pembinaan sosial?
Menyelesaikan masalah tawuran di kawasan padat seperti Manggarai membutuhkan solusi yang komprehensif. Pendekatan religius memang efektif dalam membangun kedekatan emosional, namun tidak cukup jika berdiri sendiri.
Program bershalawat perlu berjalan beriringan dengan pelatihan kerja, pembangunan fasilitas publik, serta kegiatan yang mengarahkan pemuda ke jalur yang lebih produktif. Dengan begitu, para pemuda tidak hanya menerima nilai-nilai rohani, tapi juga peluang untuk memperbaiki masa depan mereka secara nyata.
Ujian Awal Pramono Anung Sebagai Pemimpin Jakarta
Manggarai Bershalawat bisa menjadi batu ujian pertama bagi kepemimpinan Pramono Anung di Jakarta. Dengan memilih jalur pendekatan budaya dan keagamaan, ia menunjukkan cara baru menangani konflik tanpa kekerasan.
Namun, agar program ini berjalan efektif, pemerintah perlu merancang strategi yang menyeluruh dan mengevaluasinya secara berkala. Peran tokoh agama, pemimpin komunitas, hingga para pemuda setempat menjadi kunci agar gerakan ini benar-benar menjangkau masyarakat.
Lebih dari sekadar berkumpul untuk melantunkan zikir, Manggarai Bershalawat juga harus mampu membuka akses ke kehidupan yang lebih baik bagi mereka yang rentan terlibat konflik.
Jika berhasil, inisiatif ini bisa menjadi contoh penanganan konflik berbasis nilai-nilai lokal dan spiritual yang layak ditiru. Namun jika tidak, publik bisa menganggapnya hanya sebagai upaya pencitraan spiritual yang gagal menyentuh akar persoalan.
‘Manggarai Bershalawat’ bisa menjadi model penanganan konflik sosial berbasis budaya yang ditiru daerah lain.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
