Kisah
Beranda » Berita » Masyitah : Tukang Sisir Putri Fir’aun yang Tabah

Masyitah : Tukang Sisir Putri Fir’aun yang Tabah

Masyitah sedang menyisir putri Fir'aun

Pada saat merajalelanya kezaliman di zaman Fir’aun di dalam istananya yang megah itu hiduplah seorang hamba Allah. Dia memegang teguh keyakinan bahwa tiada tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan Ibrahim adalah sahabat Allah. Hamba Allah itu bernama  Masyitah si tukang sisir Putri Fir’aun.

***

Menjelang kelahiran Nabi Musa As di Mesir terjadi prahara besar. Ketika itu rasa keadilan sudah lenyap dari hati manusia. Perbuatan jahat terjadi di mana-mana, yang ditimbulkan oleh orang-orang Bani Qibtiyah sebagai bangsa penguasa di muka bumi dan Fir’aun adalah rajanya.

Bangsa Ibrani atau Bani Israel, yang berasal dari keturunan Nabi Yakub hidup dalam perbudakan dan kesengsaraan. Mereka hidup di bawah penindasan orang-orang Qibtiyah. Padahal menurut sejarah merekalah pewarisan negeri Mesir yang makmur itu. Namun orang-orang Qibtiyah berhasil menaklukkan mereka dan menjadi tuan rumah menjadi tuan di negeri Mesir.

Pada saat itu nyawa manusia tidak berharga lagi. Bahkan menjelang lahirnya Nabi Musa As setiap anak laki-laki yang lahir harus dibunuh. Hukum itu dikeluarkan oleh Fir’aun karena takwil mimpinya, bahwa kerajaan Firaun akan lenyap dari muka bumi karena ulah seorang anak laki-laki yang lahir dari bangsa Israel atau Ibrani. Maka sejak itu setiap anak laki-laki yang lahir dari bangsa tertindas ini menjadi mangsa algojo Fir’aun.

Pasca Wafatnya Rasulullah: Sikap Abu Bakar Menghadapi Kemurtadan

Namun kehendak Allah tak mungkin dihalangi oleh kehendak manusia. Suatu saat lahirlah seorang anak laki-laki dari kalangan Bani Israel yang selamat karena di hanyutkan dihanyutkan oleh ibunya ke sungai Nil kemudian di temukan oleh putri Fir’aun, dipungut dan diangkat anak oleh istri Fir’aun. Anak laki-laki tersebut diberi nama Musa.

Seiring dengan pertumbuhan Musa di istana, menumbuhkan cahaya iman seorang wanita tukang sisir istana Fir’aun bernama Masyitah. Masyitah adalah seorang Ibrani dan bertuhankan Allah yaitu Tuhannya Ibrahim As. Mula-mula tidak seorangpun di kalangan istana yang mengetahui siapa sebenarnya Masyitah dan mengapa tindak-tanduknya berbeda dengan punggawa-punggawa atau pelayan-pelayan istana lainnya. Wanita salehah ini tekun beribadah dan dilindungi oleh istri Firaun.

Pada suatu hari seperti biasa Masyitah melakukan tugasnya menyisiri rambut putri-putri Fir’aun. Tanpa disengaja tiba-tiba sisir yang ia pegang terjatuh dan meluncur dari mulutnya, “Maha Suci Allah”.

Bagai di sambar petir telinga putri Fir’aun mendengar ucapan juru sisirnya yang bertentangan dengan keyakinannya. Lalu tanyanya “Apa yang kau sebut itu, Masyitah? Kau berani menyebut Tuhan selain Fir’aun. Segera kau akan menemui kematianmu.”

Putri Firaun beranjak dari duduknya dan mengadukan hal itu kepada ayahandanya. Seorang pengawal istana memerintahkan Masyitah menghadap Fir’aun. Masyitah pasrah dan dikuatkan hatinya menghadapi azab itu nanti.

Penaklukan Thabaristan (Bagian 2): Kemenangan di Era Umayyah

“Apa yang kau sebut tadi, keparat?!”hardik Fir’aun. Sejenak wanita salehah itu terbungkam. Kemudian seorang pengawal maju dan mengumpankan cambuknya ke tubuh Masyitah.

“Jawab. apa yang kau sebut tadi?!” hentak Fir’aun lagi.

“Hamba menyebut  Maha Suci Allah” jawab Masyitah yang tiba-tiba timbul keberaniannya. Ia tidak lagi tunduk walau cambuk berkali-kali mendera tubuhnya.

“Berani benar kau menantang aku. Akulah Tuhanmu. Tuhan rakyat Mesir. Akulah yang menentukan hidup matimu. Akulah Tuhan tertinggi di seluruh jagad ini. Kau masih berani menyebut Tuhanmu itu?!” bentak Fir’aun.

Masyitah tetap tak bergeming dengan keyakinannya. Kemudian dua orang pengawal menyeretnya ke tempat penyiksaan. Masyitah   melihat sebuah kuali besi raksasa sedang dimasak di atas api yang menjilat-jilat. Dalam kuali itu berisi minyak yang mendidih. Algojo yang membawanya menunjuk ke arah beberapa orang yang tengah di sekap dengan belenggu besi.

Penaklukan Thabaristan: Merebut Negeri Kapak Persia di Masa Utsmaniyah

Masyitah melihat dua orang anaknya dalam sekapan. Hampir-hampir ia tidak percaya bahwa kedua anaknya yang masih kecil-kecil akan menerima azab seperti dia. Algojo bertanya lagi, “Masihkah kau mengingkari tuhan Fir’aun, hai budak?” “Tuhanku adalah Allah yang Maha Tunggal” jawab Masyitah.

Air mata Masyitah bagai menyembur. Ia menyaksikan anaknya yang tua memanggil-manggil. Namun suaranya tertelan kobaran api yang memanggang kuali berminyak mendidih itu.

“Sebut Fir’aun adalah Tuhanmu !” ancam algojo lagi.

Rabbiyallah. Hanya Allah Tuhanku, Allah yang menentukan hidup matiku” kata Masyitah.

“Masih tegakah kau melihat anak bayimu digoreng dalam panggangan api itu?”ancam algojo.

“Api tidak mematikan, kecuali jika ajal memanggil. Allahlah yang menghidupkan dan Allah pula yang mematikan. Kemudian Allah pula yang menghidupkan kembali” ucap Masyitah.

Dan tiba-tiba menyaksikan anak bayinya itu dilempar ke dalam kobaran api. Sejenak ia memejamkan matanya, kemudian dengan lantangnya ia berseru , “Wahai anak-anakku! Kalian adalah syuhada penghuni surg. Tunggulah ibumu. Aku akan menyusul kalian!”.

Lalu kepada algojo Fir’aun Masyitah berseru,”Wahai budak kekuasaan. Kalian adalah setan-setan bermuka manusia. Sampaikan pesan terakhir ini kepada rajamu, manusia yang kalian anggap Tuhan., bahwa kehendak Allah, tidak lama lagi negeri ini akan musnah. Fir’aun dan pengikutnya akan ditelan Laut Merah. Camkanlah, bahwa tidak ada yang menandingi  kekuasaan Allah. Kini aku siap menghadapi kematian. Lemparkanlah diriku ke dalam belanga berapi itu.”

Dua algojo lalu melemparkan wanita itu ke kobaran api kebakaran pembakaran itu. Sekilas tampak Masyitah menyungging senyum, seolah ia  melihat gerbang surga serta para malaikat yang menyambut kedatangannya.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement