SURAU.CO. Dunia dakwah sekarang ini bertambah marak dengan masuk ke dunia digital. Salah satunya adalah aplikasi dakwah. Ragam bacaan hingga ceramah ustadz yang berisi konten keislaman semakin banyak dan masyarakat semakin mudah mengaksesnya. Untuk itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus melakukan upaya untuk menjaga kualitas dakwah melalui standarisasi dai.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis. Menurutnya MUI terus berupaya menjaga kualitas dakwah melalui standarisasi dai yang berpijak pada tiga prinsip utama. Pertama adalah akidah Ahlussunnah wal Jamaah. Kedua, wawasan Islam Wasathiyah, dan ketiga adalah visi kebangsaan. “Pancasila bukan agama, tapi Pancasila tidak bertentangan dengan agama,” ujarnya pada peluncurkan Aplikasi Ustadzku, di Jakarta, Senin (5/5).
Kiai Cholil berpendapat dinamika dakwah di Indonesia dari telah melalui berbagai fase dan kondisi masa ke masa. Dari era Orde Baru yang penuh kritik tajam terhadap pemerintah, hingga era reformasi yang dibalut krisis dan kemunculan berbagai tipe penceramah, termasuk ustadz-ustadz artis dan ustadz politisi. Menurut Kiai Cholil, aplikasi akan memudahkan masyarakat dalam mengakses ilmu agama dari sumber-sumber yang kompeten dan terpercaya.
“Dengan aplikasi ini, ulama-ulama lebih berbobot dalam berceramah. Ini bisa menjadi sarana menempatkan para dai di ruang publik secara adil. Siapa yang punya kemampuan, silakan berdakwah di aplikasi Ustadzku. Semua yang masuk di sini bisa digaransi mampu sebagai ustadz yang mumpuni,” ujar dia dalam sambutannya di Kantor BRIN, Jakarta Pusat, Senin.
“Saya mengapresiasi inisiatif dari Dr. KH. Arif Fahrudin ( inisiator aplikasi Usztadzku-rer) yang telah menghadirkan inovasi ini. Ini bukan hanya karya digital, melainkan juga bentuk nyata dari dakwah kreatif dan berorientasi pada kemaslahatan umat,” tuturnya.
Selain itu Kiai Cholil mengutip Surat Yasin ayat 12 sebagai pengingat pentingnya meninggalkan jejak kebaikan dalam bentuk amal dan kontribusi keilmuan, yaitu sebagai berikut:
إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ
Artinya: “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
Kebutuhan Dakwah
Selain itu Kiai Cholil menekankan bahwa kebutuhan akan aplikasi dakwah seperti Ustadzku sangat relevan dengan perilaku digital masyarakat Indonesia saat ini. Berdasarkan data yang , mayoritas pencarian keislaman di internet berkaitan dengan waktu shalat dan arah kiblat. “Di internet, yang paling banyak orang buka adalah waktu shalat dan kiblat. Masyarakat Indonesia paling sering membuka aplikasi Alquran yang memuat bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan terjemahannya,” ungkapnya.
Sebelumnya Kiai Cholil juga pernah menyebut berdasarkan hasil survei Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 89% generasi milenial saat ini sudah tidak lagi mengaji di masjid dan majelis taklim. “Saat iki generasi milenial lebih senang melihat Youtube, tidak lagi menonton TV ataupun datang ke majelis. Mereka tidak ingin ngajinya, waktunya, dan tempatnya terikat, ” tutur beliau. Dengan perkembangan teknologi tersebut, beliau berharap kegiatan dakwah Islam khususnya di MUI dapat segara beradaptasi dan berinovasi menyesuaikan perkembangan zaman.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
