Oleh: Masykurudin Hafidz, Mahasiswa Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta
SURAU.CO – Hijrah adalah momen penting bagi umat Islam, bukan sekadar perpindahan, melainkan sebuah transformasi sosial hijrah. Peristiwa ini selalu umat Islam ingat sepanjang sejarah karena menjadi pertanda perubahan waktu. Penetapan hijrah Rasulullah Muhammad ke Madinah sebagai awal kalender Islam menunjukkan bahwa agama ini lebih bertumpu pada gagasan dan pola gerakan daripada otoritas personal.
Perpindahan Rasulullah dari Makkah ke Madinah semata-mata untuk menegakkan kebenaran. Tindakan demi Tuhan ini beliau jalankan dengan melepaskan diri dari apa yang disenangi dan dikasihi. Sebuah keberanian untuk memotong jalan hidup demi perjuangan ke depan, walau membutuhkan pengorbanan yang tidak ringan. Keputusan Rasulullah untuk melakukan hijrah ini juga bukanlah sebuah pelarian (hegira). Beliau telah merencanakannya secara seksama sejak dua tahun sebelumnya. Mengakhiri periode Makkah untuk mengawali misi di Madinah merupakan titik balik sejarah Islam. Rasulullah justru menjawab penghinaan dan pelecehan kaum Quraisy saat meninggalkan Makkah dengan memberikan perlindungan kepada siapa pun saat kembali ke kota kelahirannya tersebut.
Demikian pula saat di Madinah. Kedatangan Rasulullah persis saat situasi kota ini mengalami permusuhan antar warganya. Kerinduan akan datangnya seorang pemimpin beliau jawab tuntas dengan kepiawaiannya mengelola konflik. Rasulullah sangat dikagumi, bahkan oleh musuhnya sekalipun. Sosoknya sebagai nabi secara bertahap berubah menjadi sosok seorang negarawan. Keberhasilan Rasulullah dalam misi hijrah ini bertumpu pada perubahan mendasar tentang muatan ajaran Islam dan pola gerakannya. Pada era Makkah, substansi ajaran bersifat personal. Namun di Madinah, pembenahan keyakinan ini beliau iringi dengan tata nilai dan pandangan dunia yang lebih luas.
Tiga Pilar Transformasi Sosial Hijrah
Setiap masyarakat mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dinamika adalah jiwa masyarakat itu sendiri. Sementara itu, transformasi sosial menghendaki perubahan yang terjadi selalu mengarah kepada kemajuan. Melalui peristiwa hijrah Rasulullah, setidaknya terdapat tiga pilar bagaimana transformasi sosial hijrah ini terbukti.
1. Sistem Masyarakat Terbuka.
Setiap warga masyarakat Madinah sangat mudah untuk mengenali status orang lain sekaligus berusaha untuk setara di hadapan sesamanya. Keterbukaan untuk saling mengenal ini terbukti saat kota Madinah dihuni oleh berbagai suku, seperti Aus, Khazraj, Qainuqa, dan lainnya. Dari segi religiusitas, penduduk Madinah juga menganut berbagai macam agama, yaitu Islam, Yahudi, dan Kristen. Saat Rasulullah beserta rombongan baru tiba di Madinah, warga setempat menyambut mereka dengan suka cita. Di antara mereka terjadi komunikasi intensif dalam hubungan persaudaraan yang harmonis.
2. Toleransi.
Rasulullah selalu menjadi juru damai bagi antarumat beragama di Madinah. Kesadaran untuk menghormati keyakinan orang lain dan saling mengerti tidak lain adalah untuk mengakui bahwa setiap agama mempunyai perbedaan. Perbedaan justru menjadi modal toleransi aktif. Sebagaimana Milad Hanna (2005) ungkapkan, bersikap toleran tidak hanya sekadar bertenggang rasa, tetapi juga menerima dan menyongsong yang lain (qabulu al-akhar). Dengan sangat gamblang, Rasulullah menjadi teladan bagi toleransi. Dalam sebuah hadis, dikisahkan suatu hari Rasulullah berhenti sejenak dengan khusyuk saat melihat jenazah seorang Yahudi. Ketika seorang sahabat menegurnya, Rasulullah menjawab, “Bukankah dia juga manusia?”
3. Kesadaran Hukum.
Rasulullah memelihara kerukunan dan keutuhan seluruh warganya melalui Piagam Madinah. Kontrak sosial ini secara tegas memuat keikutsertaan seluruh elemen masyarakat untuk membentuk komunitas yang utuh. Piagam ini juga mengamanatkan tanggung jawab yang sama dalam menghadapi tantangan dari luar. Piagam ini menunjukkan bahwa hukum dan undang-undang, bukan lagi kekuatan, yang menentukan kekuasaan dalam masyarakat. Dalam penilaian Robert N. Bellah (1976), sistem masyarakat Madinah ini adalah contoh pertama bagi nasionalisme modern.
Akhirnya menjadi jelas, peristiwa hijrah adalah momen bagi Rasulullah untuk melakukan transformasi sosial. Perubahan spiritualitas yang beliau perjuangkan di Makkah menjadi sangat monumental ketika terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari di Madinah. Dengan menyambut Tahun Baru Hijriah 1429, saatnya kita melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, dengan tetap menerima keterbukaan, toleransi, dan kesadaran hukum.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
