CM Corner
Beranda » Berita » Kritisisme Islam Liberal

Kritisisme Islam Liberal

Ilustrasi - Kritisisme Islam Liberal
Ilustrasi - Kritisisme Islam Liberal

Oleh: Masykurudin Hafidz, Mahasiswa Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta

SURAU.CO Siapa yang tidak mengenal Jaringan Islam Liberal (JIL)? Di ulang tahunnya yang keenam, JIL kembali menyuarakan kritisisme Islam Liberal terhadap bagaimana negara mengelola hubungan dengan agama. Pertanyaan ini tentu menemukan relevansinya di saat aspirasi agama semakin menguat di negeri ini. Otonomi daerah seringkali berbanding lurus dengan meningkatnya peraturan daerah bernuansa syariah. Belum lagi dengan maraknya gerakan radikalisasi agama, JIL sangat khawatir dengan perkembangan ini.

Sebagai contoh, menurut data The Wahid Institute, setidaknya ada 13 regulasi syariat Islam di berbagai provinsi. Sejak 2004 hingga akhir 2006, setidaknya terdapat 46 aksi kekerasan yang menggunakan simbol-simbol agama di ruang publik. Mulai dari perusakan gereja di berbagai daerah, perusakan Kampus Ahmadiyah di Bogor, hingga pembubaran komunitas Lia Eden (www.wahidinstitute.org). Oleh karena itu, JIL kembali menegaskan bahwa sekularisme adalah pilihan terbaik. Menurut mereka, kita harus memisahkan agama dengan negara. Dengan begitu, agama tidak bisa lagi memperalat negara untuk melakukan kezaliman, sementara negara juga tidak bisa memperalat agama untuk kepentingan kekuasaan.

Akar Pemikiran: Pilar Modernisme dalam Gagasan Islam Liberal

Pilihan sekularisme JIL ingin mengatakan bahwa semakin banyak wilayah kehidupan yang dapat kita jalankan tanpa harus mengacu kepada agama. Pilihan ini adalah anak emas zaman modern, yang lahir sebagai penolakan terhadap era di mana agama dan negara saling mendominasi dan sama-sama menimbulkan malapetaka. Gagasan modern-sekuler yang JIL anut ini setidaknya bertumpu pada empat pilar utama.

Subjektivitas-Individualisme

Kompleksitas Penyelenggara(an) Pemilu

Manusia menyadari bahwa dirinya adalah pusat dari realitas yang menjadi ukuran segala sesuatu (F. Budi Hardiman, 2004). Dengan begitu, manusia bisa menjadi subjek yang hadir di dunia ini dengan penuh kesadaran dan pemikiran reflektif. Tentu saja, hal ini relevan dengan ajaran agama-agama Abrahamistik. Sesudah kematian, setiap orang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara individual, bukan kelompok.

Rasionalisme-Kritik

Sebagai penolakan terhadap sikap otoriter, kalangan modern tidak mau tunduk pada apapun yang tidak dapat mereka pertanggungjawabkan secara rasional. Karena kekuasaan, apalagi kekuasaan agama, bisa menentukan keimanan seseorang, maka kritik menjadi kemampuan praktis untuk membebaskan individu. Rasionalisme adalah kepercayaan terhadap akal budi manusia. Dari sinilah JIL percaya bahwa penalaran rasional (ijtihad) atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bertahan.

Kemajuan (Progress)

Kemajuan yang mereka maksud adalah gerak dari kondisi tidak beradab ke keadaan beradab, dari mitos ke pengetahuan, dan dari ketertundukan pada tradisi ke sikap otonom (Franz Magnis-Suseno, 2006). Manusia modern adalah manusia yang telah keluar dari kegelapan. Kritisisme Islam Liberal membuat mereka selalu haus terhadap intelektualitas dan terus mencari. Dengan prinsip kebenaran yang relatif, mereka tidak terkungkung oleh konteks tertentu.

Kebebasan

Modernisme memberikan kontribusi besar terhadap kebebasan, di mana setiap orang dapat menjalani kehidupan sesuai dengan caranya sendiri. Kebebasan menjadi hak dasar bagi setiap manusia. JIL meyakini bahwa urusan beragama dan tidak beragama adalah hak perorangan yang harus kita hargai dan lindungi. Oleh karena itu, JIL tidak membenarkan penganiayaan (persekusi) atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan. Sebagaimana yang dikemukakan salah satu pendirinya, Luthfi Assyaukanie, JIL saat ini berusaha menciptakan dan menjaga ruang kebebasan di Indonesia.

Sebuah Perjuangan yang Terus Berlanjut

Empat hal inilah yang seyogianya terus-menerus JIL perjuangkan. Di tengah arus radikalisasi agama, hendaknya jaringan ini terus mengembangkan jenis keislaman yang lebih rasional, toleran, beradab, dan mencerahkan. Selamat Ulang Tahun JIL! Semoga panjang umur. Wallahu a’lam bi al-shawwab.

Partisipasi Bermakna dalam Pesta Demokrasi


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement