Pendidikan
Beranda » Berita » Psikologi Keluarga dalam Perspektif Islam

Psikologi Keluarga dalam Perspektif Islam

Psikologi Keluarga dalam Perspektif Islam
Psikologi Keluarga dalam Perspektif Islam

 

SURAU.CO – Ketika Rumah Menjadi Tempat Bertumbuhnya Jiwa dan Iman. Dalam Islam, keluarga bukan sekadar ikatan biologis atau administratif, melainkan ikatan ruhani dan amanah ilahi. Karena itu, pembahasan psikologi keluarga dalam perspektif Islam tidak hanya menyentuh aspek emosi dan perilaku, tetapi juga iman, adab, dan tanggung jawab akhirat.

Islam memandang keluarga sebagai pondasi utama pembentukan kepribadian manusia. Di sanalah jiwa pertama kali belajar mengenal cinta, amanah, disiplin, pengorbanan, dan ketundukan kepada Allah.

Keluarga sebagai Amanah, Bukan Sekadar Hubungan

Allah berfirman:

 “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS. At-Tahrim: 6)

Asal Energi dari Tumbuhan Perspektif Al-Qur’an, ulama dan Sains

Ayat ini menegaskan bahwa keluarga adalah amanah pendidikan iman dan akhlak, bukan sekadar tempat tinggal atau pemenuhan kebutuhan materi.

Dalam psikologi modern, keluarga dipandang sebagai sistem emosional. Islam melangkah lebih jauh: keluarga adalah sistem spiritual dan moral. Kerusakan dalam keluarga bukan hanya berdampak psikologis, tetapi juga berdampak pada keselamatan iman.

Konsep Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah

Islam mengenalkan konsep keluarga ideal melalui tiga pilar utama:

Sakinah: ketenangan jiwa
Mawaddah: cinta yang aktif dan bertumbuh
Rahmah: kasih sayang yang melahirkan empati dan pengorbanan. (QS. Ar-Rum: 21)

Dari sudut psikologi:

Laut Kaya Akan Tambang Mulia: Antara Wahyu Al-Qur’an dan Temuan Sains Modern

Sakinah berkaitan dengan rasa aman emosional
Mawaddah terkait kelekatan dan komitmen
Rahmah melahirkan empati dan kemampuan memaafkan

Keluarga Islami bukan keluarga tanpa konflik, tetapi keluarga yang menyelesaikan konflik dengan rahmah, bukan ego.

Peran Ayah dan Ibu dalam Psikologi Islam

Ayah

Dalam Islam, ayah adalah:

Qawwam (penanggung jawab)
Pemberi arah hidup dan nilai
Figur keteladanan integritas dan ketegasan

Hidup Mengajarkan Kita untuk Diam dan Berserah

Ayah yang abai bukan hanya menciptakan anak lemah arah, tetapi juga kekosongan figur kepemimpinan jiwa.

Ibu

Ibu adalah:

Sumber kelekatan emosional
Sekolah pertama akhlak
Pusat kasih sayang dan kelembutan

Rasulullah ﷺ mengulang kata “ibumu” tiga kali ketika ditanya siapa yang paling berhak diperlakukan baik. Ini menunjukkan posisi psikologis ibu yang sangat sentral dalam pembentukan kepribadian anak.

Pola Asuh dalam Islam: Keseimbangan Kasih dan Ketegasan

Islam tidak membenarkan pola asuh ekstrem:

Terlalu keras → melahirkan jiwa takut dan munafik
Terlalu lunak → melahirkan jiwa lemah dan manja

Rasulullah ﷺ mencontohkan pola asuh:

Penuh kasih sayang
Tegas dalam prinsip
Dialogis dan mendidik

Inilah yang dalam psikologi modern disebut authoritative parenting, dan Islam telah mempraktikkannya jauh sebelumnya.

Komunikasi Keluarga Berbasis Adab

Islam sangat menekankan adab dalam komunikasi:

Berkata baik atau diam
Tidak mencela, merendahkan, atau mempermalukan
Menasihati dengan hikmah

Banyak keretakan keluarga bukan karena kurang cinta, tetapi karena hilangnya adab dalam berbicara.

Dalam Islam, menjaga lisan adalah menjaga kesehatan psikologis keluarga.

Konflik Keluarga: Ujian, Bukan Kegagalan

Islam tidak menafikan konflik. Bahkan rumah tangga para nabi pun diuji. Namun Islam mengajarkan:

Sabar, bukan melampiaskan
Musyawarah, bukan dominasi
Memaafkan, bukan menyimpan dendam

Anak yang tumbuh dalam keluarga penuh konflik tanpa penyelesaian akan membawa luka ke masa depannya. Sebaliknya, anak yang melihat konflik diselesaikan dengan adab akan belajar kedewasaan emosional.

Keluarga sebagai Madrasah Pertama

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Orang tualah yang membentuk arah fitrah itu. Maka:

Rumah adalah sekolah iman
Orang tua adalah guru pertama
Keteladanan adalah kurikulum utama

Dalam perspektif Islam, kerusakan sosial sering berakar dari kerusakan keluarga.

Penutup: Menyembuhkan Diri Lewat Keluarga

Psikologi keluarga dalam Islam mengajarkan bahwa:

Keluarga bukan tempat orang sempurna, tetapi tempat orang berjuang bersama menuju kebaikan.

Ketika iman menjadi fondasi, adab menjadi pagar, dan kasih sayang menjadi budaya, keluarga akan menjadi tempat penyembuhan jiwa, bukan sumber luka. (Tengku Iskandar, M. Pd: Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat Indonesia)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.