SURAU.CO – Dalam tradisi pesantren di Indonesia, santri menempatkan pembelajaran kitab kuning sebagai inti dari proses pendidikan Islam klasik. Salah satu kitab yang menduduki posisi penting dalam kurikulum pesantren adalah Fathul Qarib al-Mujib, karya Syaikh Muhammad bin Qasim al-Ghazi asy-Syafi’i. Kitab ini menjelaskan Taqrib karya Imam Abu Syuja’ secara sistematis sehingga para pemula mudah memahaminya.
Banyak pesantren yang menjadikan Fathul Qarib sebagai kitab dasar fiqh yang wajib dikuasai santri sebelum mereka mempelajari kitab-kitab yang lebih kompleks seperti Fathul Mu’in, Tuhfatul Muhtaj , atau Nihayatul Zain. Kitab ini membahas 17 pasal yang terbagi dalam tiga bidang utama: ‘ubudiyah, mu’amalah, dan siyasah. Bagian ‘ubudiyah membahas ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah, seperti thaharah, shalat, zakat, puasa, dan haji. Bagian mu’amalah yang mengatur interaksi antar manusia, termasuk akad, jual beli, pernikahan, warisan, dan hukum sosial lainnya. Sedangkan bagian siyasah membahas tata kelola pemerintahan dan hubungan antara pemimpin dengan rakyat. Struktur ini memungkinkan santri memahami dasar-dasar hukum Islam sekaligus nenek moyangnya dengan kehidupan sosial dan politik umat.
Metode Tradisional dalam Pembelajaran Kitab
Pesantren menggunakan berbagai metode tradisional untuk mengajarkan Fathul Qarib, seperti wetonan, bandongan, dan sorogan. Dalam metode wetonan atau bandongan, ustaz membaca dan menjelaskan makna teks kitab, sementara santri menyimak, mencatat, dan memberi makna di antara baris-baris teks Arab dengan bahasa lokal (makna gandul). Metode ini membantu santri memahami struktur bahasa Arab sekaligus menyerap hukum-hukum yang terkandung dalam teks.
Dalam metode sorogan, santri membaca langsung di hadapan ustaz, kemudian ustaz memberi koreksi dan arahan personal. Kombinasi metode ini melatih ketelitian, kesabaran, dan kemampuan analisis santri terhadap teks keagamaan klasik, sekaligus melatih mereka berpikir kritis dan teliti dalam menafsirkan hukum Islam.
Santri menyadari bahwa kemampuan membaca dan memahami kitab bukanlah tujuan akhir. Banyak ulama yang menekankan bahwa pengetahuan agama baru memiliki makna ketika santri mampu mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Pesantren menilai pemahaman fiqh santri tidak hanya dari kemahiran mereka membaca teks Arab atau menghafal hukum-hukum syariat, tetapi dari sejauh mana mereka mampu menerapkan hukum-hukum itu dalam interaksi sosial, politik, dan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran kitab fiqh membantu santri mengembangkan ranah kognitif, moral, dan praktik.
Hakikat dan Ruang Lingkup Ilmu Fiqih
Fiqh merupakan hasil ijtihad ulama dalam memahami hukum praktis dari dalil-dalil syariat. Melalui fiqh, santri belajar beribadah dengan benar, menjalankan transaksi ekonomi secara halal, dan menegakkan keadilan dalam masyarakat. Tanpa memahami fiqh, umat sulit menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan modern.
Pesantren mengajarkan fiqh untuk menyeimbangkan hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah) dan hubungan antar manusia hablum minannas). Pemahaman fiqh meliputi beberapa bidang utama:
- Ibadah Mahdhah: Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji.
- Al-Ahwal Asy-Syahsiyah: Hukum yang mengatur urusan keluarga, termasuk pernikahan, talak, nafkah, waris, dan nasab.
- Mu’amalah: Hukum yang mengatur hubungan sosial dan ekonomi, seperti jual beli, utang-piutang, dan perjanjian.
- As-Siyasah Asy-Syar’iyyah: Hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dan rakyat.
- ‘Uqubah: Hukum pidana Islam yang mencakup sanksi terhadap pelanggaran hukum.
- Al-Adab: Hukum yang mengatur akhlak dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
Struktur pembahasan yang luas ini membantu santri memahami hukum ibadah sekaligus menanamkan kesadaran tentang keadilan, tanggung jawab sosial, dan kepemimpinan yang sesuai syariat.
Fathul Qarib membekali santri dengan pengetahuan hukum sekaligus membentuk karakter yang berilmu dan berakhlak. Santri belajar berpikir kritis dengan memahami konteks hukum, menggali dalil, dan membandingkan pendapat ulama. Mereka menyadari bahwa fiqh bukan sekedar hafalan, melainkan hasil refleksi rasional dan spiritual yang mendalam. Pesantren menekankan penggunaan akal sebagai anugerah untuk memahami wahyu dan mengelola kehidupan.
Integrasi Ilmu dan Amal
Fathul Qarib berperan strategis dalam meningkatkan pengetahuan santri tentang fiqh dan membentuk beragama pribadi yang moderat dan aplikatif. Santri tidak hanya mempelajari hukum Islam secara teori, tetapi juga menerapkannya dalam kehidupan nyata yang dinamis.
Kesimpulannya, pembelajaran Fathul Qarib membangun pemahaman fiqh santri secara mendasar. Kitab ini menjadi jembatan antara teks klasik dan realitas modern, antara ilmu dan amal, antara pemikiran dan tindakan. Melalui proses pembelajaran yang disiplin dan mendalam, santri tidak hanya menjadi pembaca kitab, tetapi juga pelaku hukum Islam yang arif, bijak, dan berorientasi pada kemaslahatan umat.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
