Kalam
Beranda » Berita » Cahaya Iman yang Bergelombang: Belajar dari Fase Bulan

Cahaya Iman yang Bergelombang: Belajar dari Fase Bulan

Kisah Nabi Daud AS dan Asal Usul Puasa Daud
Ilustrasi (Foto: Internet)

Cahaya Iman yang Bergelombang: Belajar dari Fase Bulan

SURAU.CO – Mari kita amati bulan di langit malam. Ia tidak selalu tampak bulat sempurna dan memancarkan cahayanya secara maksimal. Ada saat-saat di mana bulan bersinar penuh sebagai purnama yang megah, memukau setiap mata yang memandangnya. Namun, ada pula fase ketika ia hanya terlihat sebagai sabit tipis, seolah malu-malu bersembunyi. Bahkan, seringkali bulan sama sekali tidak terlihat, tertutup oleh awan kelabu tebal atau tenggelam dalam pekatnya malam. Meskipun demikian, satu hal yang pasti: meskipun bentuknya berubah, cahayanya yang hakiki tetap ada. Cahaya tersebut senantiasa hadir, siap menerangi kegelapan malam, menunggu saatnya untuk kembali bersinar terang. Penulis meyakini bahwa fenomena bulan ini merupakan metafora yang sangat indah dan relevan untuk menggambarkan kondisi iman kita sebagai manusia. Seperti kita di kehidupan sehar-hari, pasti selalu ada keadaan iman naik turun.

Fluktuasi Hati: Fitrah Iman yang Tak Bisa Dipungkiri

Sama halnya dengan bulan, iman kita pun mengalami pasang surut. Ada periode di mana hati terasa begitu dekat dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Pada saat itu, melaksanakan salat terasa begitu ringan dan penuh khusyuk, doa-doa mengalir lancar dari bibir dengan penuh ketenangan, dan seluruh jiwa kita dipenuhi oleh rasa syukur yang mendalam atas segala karunia-Nya. Ini adalah fase purnama iman, di mana hati kita bersinar terang. Namun, di sisi lain, ada pula masa-masa di mana semangat beribadah kita terasa menurun drastis. Hati mendadak terasa jauh, seolah ada dinding tak kasat mata yang memisahkan kita dari Ilahi. Bahkan, untuk sekadar mengucapkan doa pun terasa begitu berat, bibir terasa kelu, dan pikiran melayang entah ke mana. Inilah fitrah kita sebagai manusia yang lemah, sebuah realitas yang tak bisa kita pungkiri. Iman memang naik dan turun, berfluktuasi seperti ombak di lautan.

Rasulullah SAW, sang teladan terbaik bagi umat manusia, telah menegaskan kebenaran ini dalam sabda beliau:

“Sesungguhnya iman itu bisa bertambah dan berkurang.”
(HR. Ahmad)

Hadis ini memberikan kita pemahaman yang mendalam tentang kondisi iman. Ini bukan berarti kita harus berputus asa atau merasa gagal ketika iman kita sedang berada di titik terendah. Sebaliknya, hadis ini mengajarkan bahwa fluktuasi iman adalah bagian alami dari perjalanan spiritual kita. Yang terpenting bukanlah seberapa sering iman itu menurun atau seberapa dalam kita terperosok. Yang lebih fundamental adalah bagaimana respons kita terhadap kondisi tersebut. Bagaimana kita berusaha untuk kembali bangkit, kembali mendekat, dan kembali menyalakan cahaya iman yang mungkin sempat meredup.

Manajemen Waktu: Refleksi Mendalam Bab Bersegera dalam Kebaikan

Bangkit dari Redup: Menyalakan Kembali Cahaya Hati

Selama masih ada secercah cahaya kecil yang berkedip-kedip dalam hati kita, meskipun redup dan nyaris tak terlihat, itu adalah tanda yang sangat berharga. Itu adalah sinyal bahwa Allah belum meninggalkan kita sepenuhnya. Dia senantiasa menunggu. Dia menunggu kita untuk kembali mendekat kepada-Nya, untuk memperbaiki diri dari segala kelalaian, dan untuk menyalakan kembali cahaya iman yang mungkin sempat meredup. Proses ini memang membutuhkan usaha, keikhlasan, dan kesabaran. Ini adalah kesempatan untuk introspeksi, menemukan akar masalah yang membuat iman kita goyah, dan mencari solusi untuk menguatkannya kembali.

Jangan pernah membiarkan diri kita terlarut dalam keputusasaan ketika iman terasa jauh. Justru pada momen-momen inilah kita harus lebih gigih lagi berusaha. Bangkitlah! Lakukan hal-hal kecil yang bisa kembali menghubungkan kita dengan-Nya. Mulailah dengan salat tepat waktu, membaca satu ayat Al-Qur’an, atau sekadar berzikir di sela aktivitas. Setiap upaya kecil ini akan menjadi percikan api yang perlahan-lahan menyulut kembali bara iman di dalam hati. Ini adalah proses berkelanjutan, sebuah perjuangan yang tak akan pernah berakhir.

Harapan dan Jalan Kembali: Menuju Purnama Iman

Oleh karena itu, jangan pernah sekali-kali putus asa dari rahmat Allah. Sebab, seperti bulan yang selalu setia kembali menjadi purnama yang bersinar indah setelah melewati berbagai fasenya, iman kita pun memiliki potensi untuk kembali bersinar terang benderang. Selama di dalam hati kita masih ada doa yang dipanjatkan dengan tulus, ada usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, dan ada harapan yang ditambatkan sepenuhnya kepada Allah SWT, maka akan selalu ada jalan untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari hari kemarin. Akan selalu ada kesempatan untuk menguatkan kembali iman, untuk merasakan kedekatan dengan-Nya, dan untuk mencapai derajat ketaqwaan yang lebih tinggi.

Ini adalah sebuah perjalanan tanpa henti. Ada kalanya kita terjatuh, namun yang terpenting adalah kemampuan kita untuk bangkit kembali. Ingatlah, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dia selalu membuka pintu taubat dan rahmat-Nya bagi hamba-Nya yang ingin kembali. Jadi, mari kita terus berjuang menjaga cahaya iman kita, merawatnya dengan doa dan ibadah, serta memupuknya dengan ilmu dan amal shalih. Semoga kita semua selalu istiqamah dalam meraih “purnama iman” dalam setiap episode kehidupan. Penulis percaya, keindahan iman terletak pada perjuangan menjaganya.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement