SURAU.CO – Setiap orang mendambakan kebahagiaan. Bagi Sa’ad al-Aswad, seorang sahabat Nabi, kebahagiaan itu terasa sedikit jauh. Ia menghadapi sebuah masalah pribadi yang cukup pelik. Tidak ada seorang pun gadis yang mau menerima pinangannya untuk menjadi istri. Tentu saja, hal ini membuatnya resah. Dalam kebingungannya, ia memilih untuk mendatangi orang yang paling bijaksana. Ia pun mengadukan nasibnya kepada Rasulullah SAW. Sa’ad berharap beliau dapat memberikan jalan keluar.
Rasulullah, dengan kasih sayangnya, mendengarkan keluh kesah Sa’ad. Beliau tidak tinggal diam. Rasulullah segera bergerak mencarikan calon pendamping hidup yang baik untuk sahabatnya. Pilihan pun jatuh kepada putri dari Umar bin Wahhab. Beliau kemudian mendekati keluarga sang gadis. Dengan hikmahnya, Rasulullah meyakinkan mereka untuk menerima Sa’ad sebagai menantu. Negosiasi itu pun berhasil. Keluarga Umar bin Wahhab setuju untuk menikahkan putrinya dengan Sa’ad. Kabar gembira ini membuat Sa’ad bersuka cita luar biasa. Hatinya dipenuhi rasa syukur dan kebahagiaan yang meluap-luap. Impiannya untuk membangun rumah tangga kini berada di depan mata. Ia pun segera memulai berbagai persiapan untuk menyambut hari pernikahannya.
Persiapan Menuju Hari Bahagia
Hari pernikahan telah ditetapkan. Sa’ad bekerja keras mempersiapkan segalanya. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk calon istrinya. Setiap detail ia perhatikan dengan saksama. Waktu berjalan begitu cepat. Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pagi itu, Sa’ad bergegas pergi ke pasar. Tujuannya adalah membeli beberapa perlengkapan pernikahan. Hadiah-hadiah itu akan ia persembahkan kepada wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya. Suasana pasar yang ramai seolah ikut merayakan kebahagiaannya. Langkahnya terasa ringan, dipenuhi angan-angan indah tentang masa depan.
Namun, di tengah kesibukannya memilih barang, sebuah suara menghentikan langkahnya. Suara itu begitu jelas dan menggelegar. Seorang penyeru mengumumkan panggilan jihad. “Sudah tiba saatnya berjihad. Bersiaplah wahai tentara Allah! Bersiaplah dan bergegaslah mempersiapkan senjata dan kuda-kuda kalian dan bergabunglah dalam peperangan!” Seruan itu menembus keramaian pasar. Gema panggilan suci itu seketika mengetuk gendang telinga Sa’ad. Ia terdiam sejenak. Dunia di sekelilingnya seolah berhenti berputar. Ia berpikir keras, menimbang dua pilihan besar dalam hidupnya.
Pilihan Antara Dunia dan Surga
Hanya dalam beberapa detik, Sa’ad membuat sebuah keputusan agung. Ia mengurungkan niatnya membeli perlengkapan pernikahan. Kebahagiaan duniawi yang sudah di depan mata ia letakkan di belakang. Ia memutar langkahnya. Bukan lagi menuju toko hadiah, melainkan menuju penjual perlengkapan perang. Sebagai gantinya, Sa’ad membeli sebilah pedang yang tajam. Ia juga membeli sebuah tombak yang kokoh dan seekor kuda yang gagah. Harta yang seharusnya menjadi mahar untuk istrinya, kini ia gunakan untuk membeli tiket menuju surga.
Dengan perlengkapan perang itu, Sa’ad segera bergabung. Ia menyusul barisan tentara Islam yang bergegas menuju medan tempur. Tidak ada lagi keraguan di dalam hatinya. Wajahnya memancarkan semangat dan keberanian yang luar biasa. Di medan perang, Sa’ad bertarung dengan gagah berani. Ia maju ke garis depan tanpa rasa takut. Setiap ayunan pedangnya menunjukkan keteguhan imannya. Ia bertempur seolah ingin membuktikan cintanya yang lebih besar kepada Allah SWT. Lelaki yang seharusnya malam itu memeluk istrinya, ternyata memilih untuk menjemput syahid. Akhirnya, Sa’ad gugur sebagai pahlawan di medan perang. Ia mempersembahkan hidupnya kepada Allah sebelum matahari terbenam. Kisah Sa’ad al-Aswad mengajarkan kita tentang prioritas tertinggi seorang mukmin.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
