Doa
Beranda » Berita » Talqin Kubur: Dzikir di Ambang Keabadian

Talqin Kubur: Dzikir di Ambang Keabadian

SURAU.CO. Langit senja menyelimuti pemakaman desa. Di antara keheningan, suara kiai—Mbah Kaum—mengalun lembut membacakan talqin. Kalimat-kalimat tauhid menuntun ruh agar tetap teguh menghadapi pertanyaan malaikat. Di sekelilingnya, keluarga dan tetangga menunduk haru; air mata jatuh tanpa isak, hanya rasa sadar bahwa setiap yang hidup akan menyusul.

Tradisi talqin kubur telah lama menjadi bagian dari masyarakat muslim. Ia bukan sekadar ritual perpisahan, melainkan ungkapan cinta terakhir untuk yang wafat dan pengingat bagi yang hidup. Di balik bacaan itu tersimpan pesan iman: bahwa kematian bukan akhir, melainkan awal perjalanan menuju keabadian.

Definisi dan Landasan Hukum Talqin

Talqin bermakna menuntun dan mengajarkan secara lisan. Dalam konteks kematian, umat Islam melakukannya untuk menuntun seseorang agar mengingat kalimat tauhid di saat-saat terakhir kehidupannya. Kalimat la ilaha illallah menjadi pegangan agar ruh berpulang dengan membawa cahaya keimanan. Setelah proses pemakaman selesai, umat Islam kembali menuntun ruh si mayit dengan bacaan talqin, agar ia tetap teguh menjawab pertanyaan para malaikat di alam kubur.

Rasulullah Saw bersabda, “Laqqinu mautakum la ilaha illallah”, yang berarti: “Tuntunlah orang yang akan meninggal di antara kalian dengan ucapan la ilaha illallah.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi). Hadis ini menjadi dasar utama bagi pelaksanaan talqin.

Ulama Ahlussunnah wal Jama‘ah memahami bahwa bimbingan ini tidak hanya berlaku ketika seseorang menjelang sakaratul maut, tetapi juga ketika ia telah memasuki alam barzakh. Mereka meyakini bahwa ruh tetap mendengar dan merasakan, sehingga talqin menjadi bentuk kasih sayang terakhir sekaligus pengingat akan keabadian hidup setelah mati.

Perlindungan Dari Perkara: Doa yang Menguatkan Hati dan Menjernihkan Jiwa

Pendapat Ulama tentang Talqin 

Imam as-Suyuthi mencatat bahwa para ulama Syam secara konsisten melaksanakan talqin setelah pemakaman sebagai bagian dari tradisi keagamaan yang penuh makna. Imam Nawawi menegaskan bahwa disunnahkan berdiri di sisi kubur untuk membaca doa dan men-talkin mayit, agar ruh mendapatkan ketenangan di awal perjalanannya menuju alam barzakh.

Sementara itu, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menulis bahwa mayit dapat mendengar suara orang yang men-talkin, sehingga bacaan itu menjadi peneguh hati dan penuntun ruh menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir. Dengan demikian, talqin tidak sekadar ritual lisan, tetapi juga ibadah batin yang menghubungkan kasih sayang antarsesama muslim—yang hidup dengan yang telah tiada.

Para ulama menegaskan bahwa talqin bukan bid‘ah tercela, karena memiliki dasar dari sunnah Rasulullah Saw dan diamalkan oleh generasi salaf. Akar praktik ini tumbuh dari semangat menjaga umat agar tetap berpegang pada kalimat tauhid hingga akhir hayat.

Isi Talqin dan Maknanya

Di banyak pesantren, isi talqin dibacakan dengan bahasa Arab ucapannya adalah sebagai berikut:

“Ya fulan ibna fulanah, isma‘ wa fham. Idza ja‘aka al-malakani al-karimani Munkar wa Nakir, fa qul lahuma: Allahu Rabbi, Muhammadan nabiyyi, wal-Islamu dini, wal-Qur’anu imami, wal-Ka‘batu qiblati, wal-muslimuna ikhwani.”

Amalan Sunnah Harian Sesuai Dalil Dari Al-Qur’an dan Hadist

Artinya, “Wahai fulan anak fulanah, dengarlah dan pahamilah! Jika datang kepadamu dua malaikat yang mulia, Munkar dan Nakir, maka jawablah keduanya: Allah Tuhanku, Muhammad Nabiku, Islam agamaku, Al-Qur’an imamku, Ka‘bah kiblatku, dan kaum Muslimin saudaraku.”

Kalimat itu adalah pesan reflektif bagi yang hadir. Hidup adalah persiapan menjawab pertanyaan akhirat. Talqin mengajarkan bahwa kalimat “La ilaha illallah” adalah pondasi iman.

Talqin: Antara Bid’ah dan Amalan Sunnah

Sebagian kalangan menilai talqin setelah penguburan sebagai bid‘ah, tetapi pandangan itu lahir dari pemahaman yang terbatas terhadap makna bid‘ah dalam syariat. Para ulama menjelaskan bahwa bid‘ah yang tercela adalah perkara baru yang tidak memiliki dasar sama sekali dalam agama. Adapun talqin memiliki landasan dari hadis Nabi Saw dan diperkuat oleh praktik generasi salaf. Karena itu, talqin tidak keluar dari prinsip ajaran Islam. Ia justru menjadi sarana untuk meneguhkan iman dan menghadirkan kasih sayang di antara sesama muslim, bahkan setelah kematian memisahkan.

Imam as-Sakhawi menegaskan bahwa talqin termasuk amalan mustahabbah (yang dianjurkan), karena membawa manfaat spiritual bagi yang meninggal. Ibnu Abidin juga menulis, “Tidak ada larangan atas talqin, bahkan ia memberi manfaat bagi mayit.” Pernyataan para ulama ini menunjukkan bahwa talqin bukan sekadar tradisi masyarakat pesantren, tetapi bagian dari khazanah keagamaan yang berakar pada cinta kepada Rasulullah Saw dan semangat menjaga kalimat tauhid hingga akhir napas.

Pesan Abadi: Iman dan Amal dalam Kematian

Talqin adalah amalan yang berakar kuat dalam tradisi Islam. Ia tumbuh dari semangat ihsan—menyampaikan kebaikan kepada sesama mukmin sebagai bentuk kasih yang tulus. Melalui talqin, seorang Muslim menegaskan kembali bahwa manusia tidak membawa apa pun dari dunia ini selain iman dan amal salehnya.

Sunyi kepada Keluarga, Riuh kepada Dunia: Sebuah Renungan tentang Doa yang Tak Pernah Putus

Pada akhirnya, di antara hening tanah dan semerbak bumi yang baru tergali, talqin menggema sebagai doa terakhir bagi yang berpulang dan cermin bagi keluarga yang meninggal. Ia bukan sekadar rangkaian bacaan, melainkan warisan kasih para ulama yang menuntun ruh menuju ketenangan. Dalam setiap lafaznya, talqin mengajarkan bahwa membela Islam bukan dengan amarah, melainkan dengan menjaga amaliah dan meneguhkan kalimat tauhid hingga akhir hayat.(kareemustofa)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement