Kisah
Beranda » Berita » Keadilan Umar bin Khattab: Saat Putra Gubernur Dipukul Rakyat Biasa

Keadilan Umar bin Khattab: Saat Putra Gubernur Dipukul Rakyat Biasa

SURAU.CO – Setelah penaklukan Afrika Utara, Amr bin Ash menerima amanah besar. Khalifah Umar bin Khattab mengangkatnya menjadi gubernur Mesir. Wilayah ini sebelumnya menanggung penderitaan panjang. Tangan besi kekaisaran Romawi mencengkeram rakyatnya dengan kejam. Namun, era baru telah tiba. Di bawah kepemimpinan Amr bin Ash yang adil, provinsi itu akhirnya merasakan kedamaian. Kemakmuran pun mulai tumbuh di tengah masyarakat yang toleran. Keadilan menjadi pilar utama pemerintahan baru ini. Semua orang merasakan angin perubahan yang menyejukkan.

Sayangnya, kemuliaan sang ayah tidak sepenuhnya menurun kepada putranya. Putra Amr bin Ash tumbuh menjadi sosok yang arogan. Ia merasa memiliki status istimewa. Saat berjalan di tengah keramaian Mesir, perilakunya selalu angkuh. Ia seolah ingin semua orang memandangnya sebagai seorang pangeran. Kesombongan ini akhirnya memicu sebuah insiden yang memalukan. Suatu hari, di sebuah pasar yang ramai, ia dengan kasar memukul seorang rakyat biasa. Perbuatannya tidak beralasan dan hanya berdasar oleh keangkuhan. Lelaki yang menjadi korban pemukulan itu memilih untuk diam. Ia tidak berani melaporkan kejadian tersebut kepada Gubernur Amr. Ia hanya bisa menelan kepahitan dan bersabar atas perlakuan tidak adil yang ia terima.

Arogansi di Tanah Mesir yang Damai

Kejadian di pasar itu meninggalkan luka mendalam bagi si korban. Meskipun ia memilih diam, ketidakadilan itu terus membekas di hatinya. Ia melihat kontras yang sangat jelas. Di satu sisi, Gubernur Amr bin Ash memimpin dengan bijaksana. Namun di sisi lain, putranya justru mencoreng citra baik itu dengan perilakunya. Putra gubernur merasa kebal hukum. Ia berpikir bahwa status ayahnya akan melindunginya dari segala konsekuensi. Ia lupa bahwa Islam datang untuk menghapus sistem kelas dan arogansi semacam itu. Peristiwa ini menjadi ujian nyata bagi sistem keadilan yang sedang dibangun di Mesir. Apakah hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil? Atau keadilan mampu menyentuh putra seorang penguasa?

Beberapa waktu kemudian, takdir membuka jalan. Sebuah rombongan dari Mesir melakukan perjalanan ke Madinah untuk suatu urusan. Secara kebetulan, lelaki yang pernah dipukul itu ikut dalam rombongan tersebut. Di Madinah, pusat pemerintahan Islam, ia mendengar banyak sekali cerita. Orang-orang berbicara tentang Khalifah Umar bin Khattab. Mereka mengisahkan betapa besar kecintaan sang khalifah pada keadilan. Mereka juga menceritakan sifatnya yang rendah hati dan tegas tanpa pandang bulu. Setiap kisah yang ia dengar menumbuhkan benih keberanian. Harapan yang sempat padam kini mulai menyala kembali di dalam hatinya. Ia sadar, inilah kesempatannya untuk mencari keadilan sejati.

Harapan Keadilan dari Madinah

Didorong oleh cerita-cerita tentang ketegasan Umar, lelaki Mesir itu membulatkan tekad. Suatu hari, ia memberanikan diri untuk menghadap langsung sang khalifah. Di hadapan Umar, ia menceritakan semua kejadian yang menimpanya. Ia mengadukan perilaku arogan putra Amr bin Ash dengan sejujur-jujurnya. Khalifah Umar mendengarkan pengaduan itu dengan saksama. Wajahnya menunjukkan keseriusan yang mendalam. Tanpa menunda-nunda, ia segera mengambil tindakan. Sebuah surat perintah dikirim ke Mesir. Isinya jelas: putra Amr bin Ash dipanggil untuk segera datang ke Madinah.

Pasca Wafatnya Rasulullah: Sikap Abu Bakar Menghadapi Kemurtadan

Panggilan dari khalifah adalah perintah mutlak. Putra gubernur itu pun berangkat memenuhi panggilan tersebut. Setelah ia tiba, Khalifah Umar segera menggelar sebuah majelis pengadilan. Beliau memeriksa semua bukti dan mendengarkan kesaksian dari kedua belah pihak. Prosesnya berjalan transparan dan adil. Hasilnya, tidak ada keraguan sedikit pun. Khalifah Umar memutuskan bahwa putra Amr bin Ash terbukti bersalah. Keputusan telah dibuat, dan hukuman harus ditegakkan. Umar kemudian memanggil si penggugat, lelaki Mesir itu, dan memberikan sebuah perintah yang mengejutkan semua orang. Khalifah berkata, “Pukul orang ini layaknya ia memukulmu tempo dulu!”

Perintah Umar benar-benar dilaksanakan di hadapan banyak orang. Lelaki Mesir itu mengambil haknya. Ia membalas pukulan yang pernah ia terima dari putra seorang gubernur yang perkasa. Keadilan telah ditegakkan dengan cara yang paling setara. Setelah hukuman selesai, Khalifah Umar bin Khattab menatap orang-orang yang hadir di majelisnya. Beliau kemudian menyampaikan sebuah pesan abadi yang menjadi pilar peradaban. Beliau berkata, “Rakyat bukan budak penguasa. Hari ini mereka adalah orang-orang merdeka sebagaimana mereka juga orang-orang merdeka saat dilahirkan dari rahim ibunya.” Peristiwa ini menjadi pelajaran monumental bahwa dalam Islam, tidak ada seorang pun yang berada di atas hukum, bahkan keluarga penguasa sekalipun.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement