Jiwa Itu Rumah yang Harus Dijaga
Jiwa manusia ibarat rumah yang harus selalu dirawat. Dalam Risāla fī al-Nafs, al-Kindī menekankan pentingnya menjaga kebersihan batin, agar akal dapat bekerja optimal dan tubuh menjadi wadah yang bermanfaat. Fenomena sehari-hari menunjukkan banyak orang sibuk dengan urusan dunia, namun lupa memeriksa rumah batin mereka: apakah niat sudah bersih, apakah hati sudah tenang, apakah tindakan selaras dengan kebaikan.
Setiap hari, kita melihat manusia berlomba dengan waktu, mengejar kesenangan instan, atau terlena dalam rutinitas. Padahal, ketika jiwa tidak diperhatikan, segala pencapaian menjadi hampa. Membersihkan jiwa adalah refleksi harian, seperti menyapu rumah agar cahaya matahari bisa masuk tanpa hambatan.
Doa Sebagai Penutup Hari
Al-Kindī menulis:
«الدعاء نهاية كل عمل، وهو غذاء النفس»
“Doa adalah penutup setiap perbuatan, dan ia menjadi nutrisi jiwa.”
Fenomena sehari-hari: sering kita menutup hari tanpa refleksi, tidur tanpa doa, dan hati tetap resah. Doa memberi kesempatan jiwa bernapas, menenangkan akal, dan menata kembali niat. Ia adalah cara menutup hari dengan tenang, mengingatkan manusia bahwa hidup ini bukan hanya aktivitas, tetapi juga hubungan dengan Yang Maha Kuasa.
Al-Qur’an menegaskan:
﴿وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ﴾ (QS. Ghafir: 60)
“Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan permintaanmu.”
Doa menjadi sarana jiwa untuk kembali pulang, menyejukkan hati, dan memberi ketenangan.
Ikhlas dan Berserah
Al-Kindī menulis:
«الإخلاص يجعل الدعاء مستجابا»
“Keikhlasan menjadikan doa diterima.”
Fenomena sehari-hari: banyak orang berdoa dengan setengah hati, atau meminta agar terlihat hebat di mata orang lain. Keikhlasan adalah kunci agar doa benar-benar memberi ketenangan. Jiwa yang ikhlas akan pulang dengan tenang setiap malam, meninggalkan segala kegelisahan.
Hadits Nabi Muhammad SAW menekankan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «الدعاء سلاح المؤمن»
“Doa adalah senjata orang beriman.”
Ikhlas dalam doa ibarat menutup pintu rumah dengan rapat: hawa negatif tetap di luar, dan jiwa aman di dalam.
Refleksi Sebelum Pulang
Al-Kindī menulis:
«النفس تأخذ قسطا من السكون قبل العودة إلى خالقها»
“Jiwa mengambil jeda ketenangan sebelum kembali kepada Penciptanya.”
Fenomena sehari-hari: saat malam tiba, tubuh beristirahat tetapi jiwa masih gelisah. Refleksi singkat sebelum tidur—menghitung kebaikan, menilai kesalahan, menata niat—adalah cara membersihkan jiwa dari debu hari itu. Akal yang jernih membantu menuntun tubuh untuk tidur dengan damai.
Al-Qur’an menekankan pentingnya merenung:
﴿أَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ﴾ (QS. Ar-Rum: 8)
“Apakah mereka tidak merenungkan diri mereka sendiri?”
Melalui refleksi, jiwa belajar pulang ke tempat yang tenang, meninggalkan hiruk-pikuk dunia.
Menyambut Hari Esok dengan Hati Bersih
Membersihkan jiwa bukan sekali dilakukan, tetapi praktik harian. Setelah doa dan refleksi, tubuh tidur, tetapi jiwa tetap menjaga cahaya akal agar siap menghadapi hari berikutnya. Fenomena sehari-hari menunjukkan manusia yang menutup hari dengan doa dan ketenangan batin lebih produktif, lebih sabar, dan lebih damai.
Al-Kindī menulis:
«النفس الطاهرة تستقبل النهار الجديد بنور العقل»
“Jiwa yang bersih menyambut hari baru dengan cahaya akal.”
Dengan hati bersih, tindakan esok hari lebih bermanfaat, akal lebih tajam, dan tubuh mampu berfungsi optimal. Seperti rumah yang tertata rapi, jiwa yang dijaga memantulkan cahaya dan memberi kesejukan bagi pemiliknya.
Penutup: Pulang Itu Indah
Akhirnya semua pulang: tubuh beristirahat, jiwa kembali ke Pencipta. Risāla fī al-Nafs mengajarkan bahwa doa, ikhlas, dan refleksi adalah cara membersihkan cermin jiwa setiap hari. Fenomena sehari-hari sering membuat kita lupa, tetapi dengan praktik sederhana ini, hidup menjadi lebih damai, akal lebih terang, dan hati lebih siap menghadapi dunia.
Membersihkan jiwa adalah perjalanan tanpa henti. Setiap malam, kita menutup pintu rumah batin dengan doa, meninggalkan debu dunia, dan menyambut kedamaian. Pulang dengan jiwa bersih adalah hakikat kehidupan, agar esok bisa berjalan lebih ringan, lebih bijak, dan lebih ikhlas.
*Sugianto Al-Jawi
Budayawan Kontenporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
