SURAU.CO – Jauh sebelum nama Isaac Newton terkenal sebagai bapak gravitasi, seorang ilmuwan Muslim telah meletakkan dasar-dasar fundamentalnya. Ia adalah Abdurrahman al-Khazini, seorang jenius serbabisa dari abad ke-12. Al-Khazini menguasai beragam disiplin ilmu, mulai dari fisika, astronomi, matematika, hingga filsafat. Kontribusinya yang luar biasa telah membentuk fondasi bagi sains modern, terutama dalam bidang mekanika. Bahkan, editor Dictionary of Scientific Biography, Charles C. Jilispe, tak ragu menjulukinya sebagai salah satu fisikawan terbesar sepanjang sejarah. Pemikirannya yang revolusioner tentang energi potensial gravitasi, massa, dan berat menjadi bukti betapa majunya peradaban sains di dunia Islam pada masanya.
Perjalanan Hidup dari Perbudakan Menuju Puncak Ilmu Pengetahuan
Al-Khazini memiliki nama lengkap Abdurrahman al-Khazini dan hidup sekitar pada abad ke-12 M. Ia berasal dari wilayah Bizantium atau Yunani. Namun, takdir membawanya menjadi seorang budak di bawah kekuasaan Dinasti Seljuk Turki. Kehidupannya berubah drastis saat ia di Merv, salah satu kota metropolitan terpenting di Persia pada saat itu (kini bagian dari Turkmenistan).
Beruntungnya, tuannya yang bernama al-Khazin melihat potensi luar biasa dalam dirinya. Oleh karena itu, Al-Khazini menerima pendidikan terbaik dalam bidang matematika dan filsafat. Ia bahkan berkesempatan belajar langsung dari penyair dan ilmuwan legendaris Persia, Omar Khayyam, yang juga menetap di Merv. Dari gurunya, ia mendalami sastra, astronomi, dan matematika tingkat lanjut. Kecerdasannya yang cemerlang akhirnya membawanya menjadi seorang ilmuwan terkemuka di bawah perlindungan Sultan Ahmed Sanjar dari Dinasti Seljuk.
Mizan al-Hikmah: Mahakarya Mekanika dan Hidrostatika
Warisan terbesar Al-Khazini dalam ilmu fisika tertuang dalam kitabnya, Mizan al-Hikmah (Neraca Kebijaksanaan), yang ia tulis sekitar tahun 1121 M. Buku ini merupakan karya paling esensial tentang mekanika dan hidrostatika dalam peradaban Islam. Di dalamnya, Al-Khazini menguraikan secara rinci teori keseimbangan hidrostatika. Selain itu, ia juga membahas konstruksi dan penggunaan berbagai instrumen ilmiah.
Salah satu pencapaian paling mengagumkan adalah kemampuannya mengukur kepadatan objek dengan presisi hingga tingkat mikrogram. Tingkat akurasi setinggi ini baru dapat tercapai kembali oleh ilmuwan pada abad ke-20. Bersama pendahulunya, Al-Biruni, ia merintis metode ilmiah untuk menentukan berat berdasarkan teori keseimbangan. Mereka berhasil menyatukan statika dan dinamika menjadi ilmu baru yang kita kenal sebagai mekanika. Selanjutnya, mereka juga menggabungkan hidrostatika dan dinamika untuk melahirkan hidrodinamika. Al-Khazini juga merupakan orang pertama yang menerapkan teori pusat gravitasi pada benda tiga dimensi secara sistematis.
Terobosan di Dunia Astronomi dan Penciptaan Peralatan
Kontribusi Al-Khazini tidak berhenti di bidang fisika. Dalam bidang astronomi, ia menyusun risalah berjudul az-Zij as-Sanjari, yang memuat “Tabel Sinjaric”. Karyanya ini memuat data posisi 46 bintang dengan cermat. Salah satu inovasi penting dalam risalah ini adalah deskripsi jam air 24 jam yang dirancang khusus untuk pengamatan astronomi. Karya astronominya ini sangat berpengaruh sehingga diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani oleh Gregory Choniades pada abad ke-13 dan menjadi rujukan utama di Kekaisaran Bizantium.
Tidak hanya berteori, Al-Khazini juga seorang inovator ulung. Dalam manuskripnya yang berjudul Risala fi’l-alat (Manuskrip tentang Peralatan), ia menjelaskan tujuh peralatan ilmiah penting yang ia kembangkan. Peralatan tersebut antara lain adalah triquetrum, dioptra, astrolab, serta kuadran dan sektan. Penemuannya ini menunjukkan kemampuannya yang seimbang antara pemikiran teoretis dan penerapan praktis dalam dunia sains.
Sosok Bersahaja dengan Pengaruh Mendunia
Meskipun memiliki kecerdasan dan pengaruh yang luar biasa, Al-Khazini terkenal sebagai pribadi yang sangat bersahaja. Salah satu kisah terkenal menceritakan bagaimana ia menolak hadiah 1.000 keping emas (dinar) dari istri seorang Emir Seljuk. Ia merasa cukup hidup dengan tiga dinar dalam setahun. Sikap rendah hatinya ini menunjukkan bahwa kecintaannya pada ilmu pengetahuan jauh melampaui keinginan duniawi.
Pemikiran Al-Khazini sangat terpengaruhi oleh ilmuwan besar sebelumnya seperti Aristoteles, Archimedes, dan Al-Biruni. Namun, gagasannya sendiri memberikan pengaruh besar bagi ilmuwan setelahnya, baik di dunia Islam maupun di Barat. Al-Khazini wafat pada abad ke-12, tetapi warisan intelektualnya tetap abadi. Ia adalah bukti nyata bahwa peradaban Islam telah melahirkan para perintis sains yang mengubah cara kita memandang alam semesta.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
