Abu Al Zahrawi, atau yang lebih dikenal di dunia Barat sebagai Albucasis, adalah seorang dokter, ahli bedah, dan ilmuwan brilian dari Andalusia. Ia memberikan kontribusi paling monumental melalui penemuan teknik pengobatan patah tulang menggunakan gips, sebuah metode yang tetap relevan hingga era modern. Sebagai salah satu dokter terkemuka pada masa kekhalifahan Islam, Al Zahrawi mewariskan ilmu kedokteran yang sangat penting dan meletakkan landasan bagi praktik medis kontemporer.
Lahir pada tahun 936 M di kota Al Zahra, dekat Kordoba, Andalusia (sekarang Spanyol), Al Zahrawi tumbuh di bawah naungan Khalifah Abd Al Rahman Al Nasir III, pendiri kota Al Zahra. Ayahnya, Abbas, memerintah sebagai penguasa kedelapan dari Bani Umayyah di Andalusia, dengan silsilah keluarga yang berasal dari Madinah. Latar belakang ini membentuk Al Zahrawi menjadi seorang individu yang tidak hanya cerdas tetapi juga berintegritas tinggi.
Filantropi dan Dedikasi Seorang Dokter
Selain kemasyhurannya sebagai dokter hebat, Al Zahrawi juga dikenal sebagai seorang Muslim yang taat. Menurut penulis dari perpustakaan Viliyuddin Istanbul Turki dalam buku Historiografi Islam Kontemporer, Al Zahrawi menjalani hidup layaknya seorang sufi. Ia sering mengobati pasiennya secara cuma-cuma, tidak memungut bayaran karena menganggap pengobatan sebagai bentuk amal atau sedekah. Kedermawanan dan budi pekertinya yang luhur menjadikannya sosok yang sangat dihormati di zamannya.
Selain membuka praktik pribadi, Al Zahrawi juga mengabdi sebagai dokter pribadi Khalifah Al Hakam II, putra Khalifah Abdurrahman III (An-Nasir), yang memerintah Kordoba dari tahun 961 hingga 976. Pada masa pemerintahan Al Hakam II, Andalusia menikmati periode stabilitas berkat perjanjian damai dengan kerajaan Kristen di Iberia utara. Stabilitas ini mendorong pengembangan agrikultur melalui pembangunan irigasi serta meningkatkan ekonomi dengan memperluas jalan dan pasar, menunjukkan lingkungan yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan praktik medis seperti yang Al Zahrawi lakukan.
Metode Gips: Inovasi yang Mengubah Dunia Medis
Kita tidak perlu meragukan kehebatan Al Zahrawi sebagai seorang dokter. Salah satu sumbangan pemikiran terbesarnya bagi kemajuan ilmu kedokteran modern adalah penggunaan gips untuk penderita patah tulang maupun pergeseran tulang. Tujuan utama metode ini adalah menyambung kembali tulang yang patah atau mengembalikan tulang yang bergeser ke tempat semula. Ia menjelaskan bahwa tulang yang patah akan dokter gips atau membalutnya dengan semacam semen. Dalam salah satu risalahnya, ia menulis, “Jika terdapat tulang yang bergeser, maka Anda harus menarik tulang tersebut supaya kembali ke tempatnya semula. Sedangkan untuk kasus masalah tulang yang lebih gawat, seperti patah, maka Anda harus mengaplikasikan gips.” Ini merupakan prinsip dasar yang masih para ahli terapkan dalam ortopedi modern.
Untuk menarik tulang lengan yang bergeser, Al Zahrawi merekomendasikan dokter untuk meminta bantuan dari dua asisten. Kedua asisten tersebut bertugas memegangi pasien agar tidak bergeser dari tarikan. Kemudian, dokter harus memutar lengan ke segala arah setelah membalut lengan yang bergeser dengan kain panjang atau pembalut yang lebih besar. Sebelum dokter memutar sendi pasien, ia harus mengoleskan salep berminyak ke tangannya. Para asisten yang membantu proses penarikan juga harus melakukan hal serupa. Setelah itu, dokter menggerakkan sendi pasien dan mendorong tulang tersebut hingga kembali ke tempat semula. Proses ini membutuhkan ketelitian dan koordinasi yang baik.
Perawatan Pasca-Penarikan dan Pembalutan Gips
Setelah tulang lengan yang bergeser kembali ke tempat semula, dokter harus melekatkan gips pada bagian tubuh yang tulangnya sudah kembali. Gips tersebut mengandung obat penahan darah dan memiliki kemampuan menyerap cairan. Kemudian, dokter mengolesi gips dengan putih telur dan membalutnya ketat dengan perban. Selanjutnya, dengan menggunakan perban yang ia ikatkan ke lengan, dokter menggantungkan lengan pasien ke leher selama beberapa hari. Jika dokter tidak menggantungkan lengan, pasien akan merasakan sakit karena kondisi lengannya masih lemah.
Setelah kondisi lengan semakin kuat dan membaik, dokter melepaskan gantungan lengan ke leher. Jika tulang yang bergeser sudah benar-benar kembali pada posisi semula dengan baik dan pasien tidak merasakan sakit lagi, dokter dapat membuka semua balutan, termasuk gips. Namun, jika tulang yang bergeser belum sepenuhnya pulih atau kembali ke tempat semula secara tepat, dokter harus membuka perban maupun gips yang membalut lengan pasien. Lalu, dokter membalut lagi lengan pasien dengan gips dan perban baru, kemudian membiarkannya selama beberapa hari hingga lengan pasien benar-benar sembuh total.
Kitab Al-Tasrif: Warisan Abadi Al Zahrawi
Salah satu karya fenomenal Al Zahrawi adalah Kitab Al-Tasrif. Kitab ini berisi penyiapan berbagai obat-obatan yang diperlukan untuk penyembuhan setelah proses operasi. Dalam penyiapan obat-obatan tersebut, ia memperkenalkan teknik sublimasi, sebuah metode purifikasi. Kitab Al-Tasrif menjadi sangat populer dan para penulis menerjemahkannya ke dalam beberapa bahasa, menunjukkan relevansinya yang mendalam bagi dunia medis.
Terjemahan Kitab Al-Tasrif pernah para ahli terbitkan pada tahun 1519 dengan judul Liber Theoricae nec non Practicae Alsaharavii. Simone di Genova dan Abraham Indaeus juga menerjemahkan salah satu risalah buku tersebut dalam bahasa Ibrani dan Latin pada abad ke-13. Salinan Kitab Al-Tasrif juga terbit di Venesia pada tahun 1471 dengan judul Liber Servitoris. Gerardo van Cremona di Toledo juga menerjemahkan risalah lain dalam Kitab Al-Tasrif dalam bahasa Latin pada abad ke-12 dengan judul Liber Alsaharavi di Cirurgia.
Dengan demikian, kitab karya Abu Al Zahrawi semakin termasyhur di seluruh Eropa. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya karya Al Zahrawi bagi dunia. Kitabnya, yang mengandung sejumlah diagram dan ilustrasi alat bedah yang Al Zahrawi gunakan, menjadi buku wajib bagi mahasiswa kedokteran di berbagai kampus. Abu Al Zahrawi menjadi pakar kedokteran yang termasyhur pada zamannya. Bahkan hingga lima abad setelah ia meninggal, bukunya tetap menjadi buku wajib bagi para dokter di berbagai belahan dunia. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan kedokterannya para pengajar masukkan ke dalam kurikulum jurusan kedokteran di seluruh Eropa.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
