SURAU.CO – Bangsa Arab, yang sebelumnya terpecah-belah dan penuh pembangkangan, menemukan persatuan yang kokoh di bawah kepemimpinan kuat Khalifah Umar bin Khattab. Kepemimpinan visioner Umar berhasil menyatukan suku-suku Arab yang beragam, menciptakan sebuah kekhalifahan yang tangguh dan terorganisir. Namun, setelah wafatnya Umar, tampuk kepemimpinan beralih kepada Khalifah Utsman bin Affan, sosok yang dikenal karena wataknya yang lembut, kesahajaan, dan kedermawanannya yang luas. Sayangnya, sifat-sifat mulia Utsman yang penuh kasih ini ternyata tidak cukup untuk membendung gelombang ketidakpuasan dan elemen-elemen bergejolak yang mulai muncul di dalam masyarakat Arab yang semakin meluas.
Situasi politik saat itu bagaikan api dalam sekam, di mana berbagai faksi mencari celah untuk menciptakan kekacauan, atau setidaknya, kesempatan untuk intrik perlahan-lahan muncul dengan sendirinya. Ketidakpuasan ini tidak hanya terbatas di pusat kekuasaan, melainkan juga merambah ke berbagai wilayah, termasuk Mesir. Penduduk Mesir merasakan perlakuan yang tidak adil dari gubernur mereka dan segera mengadukan hal ini kepada Khalifah Utsman. Dengan sigap, Utsman merespons keluhan tersebut dengan memecat gubernur yang bersangkutan, sebuah tindakan yang seharusnya meredakan ketegangan. Namun, keputusan ini justru memicu konsekuensi yang lebih serius dan berbahaya.
Konspirasi Berbahaya dan Munculnya Khawarij
Pemecatan gubernur-gubernur tersebut justru melahirkan sebuah konspirasi berbahaya di kalangan para pejabat yang dipecat. Mereka merasa tidak terima dan mulai menyusun rencana balas dendam. Berbagai elemen masyarakat lainnya yang merasa tidak puas, baik karena alasan politik, ekonomi, atau sosial, dengan cepat bergabung dan memperkuat jaringan konspirasi ini. Mereka membentuk sebuah kelompok yang dikenal sebagai Khawarij, atau yang berarti “para disiden”. Kelompok Khawarij ini tidak hanya sekadar menyuarakan ketidakpuasan, melainkan mereka bersumpah untuk melakukan perlawanan dan menggulingkan khalifah yang berkuasa, yaitu Khalifah Utsman. Ini menandai awal dari salah satu konflik internal terbesar yang pernah melanda kekhalifahan Islam, yang kemudian dikenal sebagai Fitnah Besar. Kaum Khawarij secara terang-terangan menantang otoritas Utsman, dan ketegangan pun meningkat tajam, menciptakan suasana mencekam di seluruh wilayah kekhalifahan. Mereka mulai menggalang kekuatan dan menyebarkan propaganda yang bertujuan untuk mendiskreditkan kepemimpinan Utsman, yang pada akhirnya akan berujung pada peristiwa tragis.
Pengepungan Rumah dan Sikap Khalifah Utsman
Situasi semakin memburuk hingga mencapai puncaknya ketika, dalam suatu kesempatan, kaum Khawarij secara berani mengepung rumah Khalifah Utsman di Madinah. Pemandangan ini tentu saja menyulut kesedihan mendalam di kalangan tokoh-tokoh senior Madinah, para sahabat Nabi yang setia. Mereka tidak tinggal diam; segera mereka mengirim seorang utusan untuk berbicara dengan Utsman, menyatakan keprihatinan mereka dan menawarkan bantuan.
“Wahai Amirul Mukminin,” demikian pernyataan mereka kepada Utsman, “kami telah membela Nabi Muhammad dengan jiwa dan harta kami. Kedua khalifah pendahulumu juga telah menerima bantuan tulus dari kami. Kami siap menawarkan bantuan yang sama kepada Anda. Cukup Anda mengeluarkan perintah kepada kami, dan kami akan membersihkan orang-orang Khawarij dari muka bumi ini.”
Pernyataan yang penuh loyalitas dan kesediaan berkorban ini justru melemparkan Utsman ke dalam kesedihan yang sangat mendalam. Ia memahami beratnya situasi, namun jiwanya yang penuh kebijaksanaan menolak solusi yang ditawarkan.
“Tidak! Tidak!” kata Utsman dengan tegas, “Aku tidak bisa mengeluarkan perintah seperti itu. Karena dosa seluruh manusia di dunia ini tidak akan melebihi dari dosa seorang muslim yang pertama kali menggerakkan perselisihan di antara kaum muslimin dan karenanya terjadi pertumpahan darah. Aku tidak ingin menjadi muslim yang pertama itu. Kalian akan bertindak sebagai sahabat sejatiku bila kalian menyarungkan pedang kalian.”
Khalifah Utsman, dengan visinya yang jauh ke depan, memahami bahwa tindakan kekerasan, meskipun demi mempertahankan kekuasaannya, hanya akan memperparah perpecahan di kalangan umat Islam. Ia memilih untuk menahan diri, mengutamakan persatuan dan mencegah pertumpahan darah di antara sesama muslim, meskipun ini berarti ia harus menghadapi ancaman secara langsung.
Pengorbanan Demi Persatuan Umat
Para sahabat, meskipun dengan rasa kecewa yang mendalam karena tidak dapat bertindak membela khalifah mereka, tetap mematuhi perintah Utsman. Mereka menghormati keputusan pemimpin mereka, bahkan ketika keputusan itu berarti mereka tidak bisa melindungi Utsman secara aktif. Beberapa orang di antara mereka mulai berjaga-jaga di depan gerbang rumah khalifah, berharap dapat mencegah hal terburuk. Namun, upaya mereka tidak cukup untuk menyelamatkan nyawa khalifah yang mulia. Malam itu, di tengah kegelapan, dua orang Khawarij berhasil menyelinap masuk melalui bagian belakang rumah khalifah. Mereka mendekati Utsman, yang pada saat itu sedang membaca Al-Qur’an, dan dengan kejam menikam dadanya dengan sebilah pisau tajam.
Khalifah Utsman terluka parah. Dalam tempo yang sangat singkat, ia kehilangan banyak darah dan tenaganya terkuras habis. Meskipun demikian, di sisa-sisa napas terakhirnya, ia masih sempat menengadahkan wajahnya ke langit. Dengan suara yang sangat lirih, nyaris tak terdengar, ia memanjatkan doa yang tulus dan mengharukan, “Ya Allah yang Maha Pengasih, sebagai ganti pembunuhanku ini, eratkan persaudaraan umatku.”
Doa terakhir Khalifah Utsman mencerminkan kemuliaan akhlaknya dan kepeduliannya yang mendalam terhadap persatuan umat Islam, bahkan di detik-detik kematiannya. Pembunuhannya bukan hanya mengakhiri masa kekhalifahannya, tetapi juga menjadi titik balik yang mengguncang stabilitas kekhalifahan dan memicu serangkaian konflik internal yang panjang dalam sejarah Islam. Peristiwa tragis ini menjadi pelajaran berharga tentang bahaya perpecahan dan pentingnya menjaga persatuan di tengah perbedaan. Warisan Utsman tidak hanya terletak pada kepemimpinannya, tetapi juga pada pengorbanannya yang luar biasa demi keutuhan umat.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
