Kalam
Beranda » Berita » Cinta Rasulullah Saw yang Terukir dalam Ayat Laqad Jaa’akum

Cinta Rasulullah Saw yang Terukir dalam Ayat Laqad Jaa’akum

SURAU.CO. Al-Qur’an selalu menghadirkan lautan makna yang tak pernah habis diselami. Ia bukan hanya kitab hukum atau tuntunan ibadah, tetapi juga sumber inspirasi, kisah kasih sayang, dan ungkapan cinta Allah Swt yang mendalam kepada hamba-Nya. Dalam setiap ayat, kita menemukan cahaya yang menuntun hati, menguatkan jiwa, sekaligus menumbuhkan rasa syukur.

Di antara ayat-ayat yang begitu menggetarkan hati adalah dua ayat terakhir dari Surah At-Taubah (ayat 128–129). Ayat ini dikenal dengan sebutan Laqad Jaakum, yang bermakna “Sesungguhnya telah datang kepada kalian.” Di sana tergambar sosok Rasulullah Saw yang penuh kasih, membawa risalah dengan kelembutan dan kepedulian tanpa batas.

Potret Kasih Sayang Rasulullah Saw: Ra’uf dan Rahim

Ayat 128 menggambarkan sosok Rasulullah Saw dengan indah:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ (١٢٨)

“Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keselamatan dan keimanan) bagi kalian, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang yang beriman.”

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Ayat ini mencerminkan kasih sayang Rasulullah Saw kepada umatnya. Allah Swt memuji beliau dengan sifat ra’uf (lembut) dan rahim (penuh kasih sayang), yang keduanya termasuk Asmaul Husna. Penyebutan sifat ilahi ini pada Rasulullah adalah penghormatan, sekaligus penegasan betapa besar perhatian beliau kepada umatnya.

Nabi Saw: Sosok Manusia dari Kalangan Umat

Ungkapan “مِّنْ أَنفُسِكُمْ” (dari kalangan kalian sendiri) mengandung makna yang mendalam. Rasulullah Saw adalah manusia biasa, bukan malaikat. Beliau lahir dan tumbuh di tengah manusia, merasakan lapar, haus, sakit, dan bahagia sebagaimana umatnya. Kedekatan ini menjadikan beliau teladan nyata dalam menjalani kehidupan dunia.

Imam al-Tabari menafsirkan bahwa Rasulullah berasal dari suku Quraisy, bangsa Arab yang dikenal masyarakatnya. Kehidupan beliau di tengah umat membuat ajarannya lebih mudah dikenali, diterima, dan diikuti. Kehadiran beliau pun merupakan jawaban atas doa para nabi sebelumnya, yang memohon agar Allah mengutus seorang pembimbing dari kalangan manusia sendiri—sosok yang bisa menyatu dengan umatnya sekaligus menuntun mereka menuju jalan Allah.

Penderitaan Umat, Beban di Hati Nabi Saw

Ungkapan عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ” (berat terasa olehnya penderitaan kalian) menegaskan betapa besar kepedulian Rasulullah Saw kepada umatnya. Setiap kesulitan yang menimpa umat terasa menyakitkan bagi beliau. Imam Ibn Katsir menjelaskan, Nabi Saw tidak tega melihat umatnya tersesat atau binasa.

Sejarah mencatat kesedihan beliau saat kaumnya menolak kebenaran, hingga Allah menenangkan hatinya dalam QS. Al-Kahfi:6. Kasih sayang Nabi bahkan melampaui kasih seorang ibu kepada anaknya. Beliau tidak hanya ingin menyelamatkan umat dari penderitaan dunia, tetapi juga membimbing mereka menuju keselamatan akhirat.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Semangat Nabi Saw Menyelamatkan Umat

Ayat ini juga menggambarkan Rasulullah Saw dengan sifat حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ” (sangat menginginkan keselamatan umat). Beliau tidak hanya menyampaikan risalah, tetapi berjuang dengan sabar siang dan malam agar manusia mendapat hidayah dan mengenal Allah Swt.

Menurut Imam al-Qurthubi, Rasulullah Saw selalu mencari cara terbaik agar umat tidak tersesat. Beliau berdakwah dengan kelembutan, doa, bahkan tangisan di malam hari, memohon ampunan untuk umatnya. Sifat ini tampak jelas dalam doa beliau di Perang Uhud: “Ya Allah, berilah hidayah kepada kaumku, karena mereka tidak tahu.”

Kasih Sayang yang Luar Biasa

Allah Swt menggambarkan Rasulullah Saw dengan sifat بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ”. Imam al-Qurthubi menjelaskan bahwa kedua sifat ini sejatinya milik Allah, namun dipinjamkan kepada Nabi Saw sebagai bentuk kemuliaan. Beliau memiliki kelembutan luar biasa terhadap kaum mukminin: menyayangi yang kecil, menghormati yang tua, dan menebarkan rahmat kepada semua.

Para sahabat merasakan kasih sayang itu. Nabi Saw tidak pernah memarahi anak-anak yang bermain di masjid, bahkan menyapa mereka dengan senyum. Beliau menanggung lapar bersama umatnya, hingga mengikat batu di perut ketika sahabat kekurangan makanan. Sampai akhir hayat, beliau tidak pernah berhenti mendoakan kebaikan bagi umatnya.

Pesan Tawakal: Sandaran Utama Umat

Setelah menggambarkan kelembutan dan kasih sayang Rasulullah Saw, Allah Swt menutup ayat 129 dengan firman-Nya:

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

فَإِن تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ”

“Maka jika mereka berpaling, katakanlah: Cukuplah Allah bagiku; tiada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan pemilik ‘Arsy yang agung.”

Ayat ini menjadi pesan mendalam, bukan hanya untuk Nabi Saw tetapi juga bagi umat Islam. Jika dakwah ditolak atau kebenaran tidak disambut, jangan berputus asa. Cukuplah Allah sebagai tempat bergantung, karena Dialah pemilik segalanya. Inilah warisan spiritual Rasulullah Saw: mengajarkan umat untuk meneladani cinta beliau dengan bertawakal penuh kepada Alla Swt. (kareemustofa)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement