SURAU.CO – Imam Ibnu Jama’ah termasuk salah seorang ulama besar madzhab Syafi’i yang hidup di Negeri Syam pada abad ke-8 Hijriah. Ia dikenal sebagai ahli hadis, ushul fikih, fikih, nahwu, bayan, balaghah, sekaligus tokoh pendidikan Islam. Karya besarnya hingga kini tetap dibicarakan adalah Tadzkirat al-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim. Dalam kitab tersebut, Imam Ibnu Jama’ah menuliskan keutamaan ilmu, kedudukan ulama, serta peran para pencari ilmu.
Selain itu, kitab tersebut juga memuat etika yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Imam Ibnu Jama’ah menekankan adab pendidik, etika murid, tata cara menggunakan kitab, hingga adab menetap di tempat tinggal ketika menuntut ilmu. Dengan demikian, melalui karya ini ia menegaskan bahwa pendidikan tidak hanya sekedar menyebarkan pengetahuan, tetapi juga membentuk akhlak dan karakter.
Kehidupan dan Kiprah
Imam Ibnu Jama’ah lahir di Hamat, Syam (Suriah) pada malam Sabtu, 4 Rabi’ul Akhir 639 H (1241 M). Ia wafat di Mesir pada Senin malam, 21 Jumadil Ula 733 H (1333 M), dalam usia 94 tahun lebih. Jenazahnya dimakamkan di Qarafah, Mesir.
Sejak muda, Imam Ibnu Jama’ah sudah menekuni ilmu agama di Damaskus dan Mesir. Ia berguru kepada banyak ulama besar, seperti Syekh Ibnu ‘Abdul Da’im (w. 668 H), Syekh al-Mu’in al-Dimasyqi (w. 670 H), Syekh Ibnu Malik (w. 672 H), Imam Ibnu Abi al-Yasar (w. 672 H), dan Imam Ibn ‘Atha’ al-Hanafi (w. 673 H). Selanjutnya, di Mesir ia belajar kepada ulama ternama, antara lain Imam Taqiyuddin Ibnu Razin (w. 680 H), Imam Jamaluddin Ibnu Malik, dan Imam al-Taj al-Qasthalani.
Dengan penguasaan ilmunya, Imam Ibnu Jama’ah kemudian menempati banyak posisi penting. Ia pernah menjabat qadhi (hakim) di Syam dan Mesir, menjadi khatib tetap di Masjid al-Aqsa Palestina, Masjid al-Azhar Kairo, serta Masjid Agung Umayyah di Damaskus. Tidak hanya itu, ia juga aktif mengajar di madrasah-madrasah bergengsi, seperti madrasah Qaimariyyah, al-‘Adiliyyah al-Kubra, dan al-Syamiyyah al-Barraniyyah di Damaskus, serta madrasah al-Shalihiyyah, al-Nashiriyyah, al-Kamiliyyah, dan Jami’ Ibnu Thulun di Kairo.
Karya-Karya Ilmiah
Dalam bidang karya ilmiah, Imam Ibnu Jama’ah meninggalkan banyak kitab. Di bidang hadis, ia menulis al-Munhil al-Rawi fi ‘Ulum al-Hadits al-Nabawi , al-Fawa’id al-Ghazirat al-Mustanbithat min Ahadits Barirah , al-Mukhtashar fi ‘Ulum al-Hadits , dan Arba’un Haditsan Tusa’iyan .
Sementara itu, dalam ilmu Al-Qur’an, ia menghasilkan Ghurr al-Thibyan fi Man Lam Yusammi fi al-Qur’an , al-Tibyan li Mubhimat al-Qur’an , al-Fawa’id al-Laihat min Surat al-Fatihah , dan Kasyfu al-Ma’ani ‘an al-Mutasyabih min al-Mutsani .
Adapun dalam bidang fikih, ia menulis al-‘Umdat fi al-Ahkam , al-Thaa’at fi Fadhlilat Shalat al-Jama’ah , Kasyfu al-Ghimmah fi Ahkam Ahl al-Dzimmah , dan al-Masaalik fi ‘Ilmi al-Manasik . Kemudian, dalam bidang sejarah, ia melahirkan al-Mukhtashar al-Kabir fi al-Sirah dan Nur al-Raud . Tidak kalah pentingnya, dalam sastra Arab, ia menulis Lisan al-Adab , Diwan al-Khithab , dan Arjuzaat fi al-Khulafa’ .
Selain itu, Imam Ibnu Jama’ah juga mendalami ilmu nahwu. Ia menulis Syarh Kafiyyat Ibnu Hajib dan al-Dhiya’ al-Kamil wa Syarh al-Syamil .
Keistimewaan kitab-kitab Imam Ibnu Jama’ah dapat dilihat dari empat hal. Pertama, ia selalu mendasarkan penulisan pada riwayat yang disepakati ulama. Kedua, ia menukil langsung dari guru-gurunya. Ketiga, ia menyajikan data hasil telaah mendalam terhadap referensi lain. Keempat, ia menambahkan analisis dari perenungan pribadi yang tajam.
Tokoh Pendidikan
Di antara semua karyanya, Tadzkirat al-Sami’ wa al-Mutakallim merupakan karya pendidikan yang paling berpengaruh. Kitab ini dianggap sebagai salah satu rujukan penting dalam adab pendidikan Islam klasik, sejajar dengan karya Imam al-Zarnuji Ta’lim al-Muta’allim .
Dalam kitabnya, Imam Ibnu Jama’ah menegaskan bahwa pendidik harus berakhlak mulia, mengajarkan ilmu dengan ikhlas, serta menjadikan keteladanan sebagai metode utama. Sebaliknya, murid wajib beradab, menghormati guru, dan menjaga niat yang lurus dalam mencari ilmu.
Lebih lanjut, salah satu pesan moral penting yang ia sampaikan adalah sabda Nabi Muhammad SAW:
“Barangsiapa menuntut ilmu untuk mendebat orang bodoh atau menandingi ulama, atau untuk mencari perhatian manusia, maka Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka.”
(HR. al-Tirmidzi, dikutip dalam Tadzkirat al-Sami’ wa al-Mutakallim , h. 45).
Pesan ini menegaskan bahwa tujuan utama menuntut ilmu bukanlah untuk populer atau pamer, melainkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memberi manfaat kepada umat.
Sebagai guru besar, Imam Ibnu Jama’ah memiliki banyak murid yang kemudian menjadi ulama berpengaruh. Di antaranya adalah Imam Syamsuddin al-Dzahabi (w. 748 H), Imam Tajuddin al-Subki (w. 771 H), Imam al-Shalah al-Shaf (w. 764 H), serta anaknya sendiri, Imam Izzuddin (w. 767 H).
Dengan keilmuan mereka, para murid ini meneruskan ilmu dan pemikiran Imam Ibnu Jama’ah. Oleh karena itu, kontribusinya dalam pendidikan dan keilmuan terus berlanjut hingga generasi berikutnya.
Penutup
Singkatnya, Imam Ibnu Jama’ah adalah sosok ulama Syafi’iyah yang lengkap. Ia menguasai berbagai bidang ilmu, berkiprah sebagai qadhi, khatib, dan pendidik, sekaligus menghasilkan banyak karya yang monumental. Kitab Tadzkirat al-Sami’ wa al-Mutakallim membuktikan bahwa ia bukan hanya ahli ilmu, tetapi juga pembaharu dalam dunia pendidikan Islam klasik.
Melalui karyanya, Imam Ibnu Jama’ah menegaskan bahwa tuntutan ilmu harus berlandaskan niat yang lurus, disertai akhlak, serta ditujukan untuk memberi manfaat. Dengan demikian, perenungan ini tetap relevan hingga kini, karena adab selalu menjadi fondasi yang menjaga keberkahan ilmu.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
