Mode & Gaya
Beranda » Berita » Merajut Persaudaraan Dalam Islam dengan Hadiah

Merajut Persaudaraan Dalam Islam dengan Hadiah

Hadiah
Ilustrasi muslim saling memberi hadiah. Foto: Perplexity

SURAU.CO. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan momen sederhana yang justru memiliki makna besar. Salah satunya adalah ketika seseorang memberi kita hadiah, entah berupa makanan, barang kecil, atau sekadar sesuatu yang tampak sepele namun penuh makna. Islam, sebagai agama yang sempurna, ternyata tidak melewatkan urusan ini. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa memberi hadiah, menerima hadiah, dan bahkan membalas hadiah adalah sunnah yang penuh keberkahan.

Hadiah bukan sekadar benda. Ia adalah bahasa cinta, tanda perhatian, dan jembatan yang menghubungkan hati. Dengan hadiah, rasa iri, dengki, dan permusuhan bisa luluh, berganti dengan kasih sayang dan ukhuwah. Di tengah dunia modern yang serba individualis, sunnah ini semakin relevan untuk menjaga kehangatan persaudaraan dan keindahan hubungan antar sesama.

Hadiah sebagai Perekat Cinta

Rasulullah ﷺ bersabda,“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)

Hadiah adalah salah satu cara paling sederhana namun ampuh untuk menumbuhkan rasa cinta. Seorang anak yang memberi ibunya setangkai bunga, seorang teman yang membawakan makanan kecil, atau tetangga yang membagi hasil masakannya. Semua itu menghadirkan kehangatan dalam hubungan sosial yang dapat menumbuhkan rasa kasih sayang.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin menjelaskan, hadiah memiliki keutamaan tersendiri karena ia bisa menumbuhkan persatuan dan saling cinta. Bahkan dalam kondisi tertentu, hadiah bisa lebih utama daripada sedekah. Mengapa? Karena sedekah umumnya menyasar kebutuhan materi, sementara hadiah menyentuh sisi emosional dan mempererat ikatan hati.

Fenomena Flexing Sedekah di Medsos: Antara Riya dan Syiar Dakwah

Beliau berkata, “Karena hadiah merupakan sebab persatuan dan rasa cinta. Apapun yang dapat menjadi sebab persatuan dan rasa cinta antar kaum muslimin, maka ini dianjurkan. Terkadang memberi hadiah itu lebih baik dan terkadang sedekah itu lebih baik (pada keadaan tertentu).”

Dengan kata lain, hadiah bukan hanya soal “apa yang diberikan”, melainkan tentang “pesan cinta” yang disampaikan. Maka, jangan sepelakan hadiah, bukan nilainya tapi keikhlasan dan pesan cinta yang disampaikan dalam hadiah tersebut.

Jangan Menolak Hadiah

Sunnah berikutnya adalah menerima hadiah, meskipun nilainya kecil. Rasulullah ﷺ bersabda,“Wahai kaum muslimah, janganlah sekali-kali seorang wanita meremehkan memberi tetangganya meski hanya seujung kaki kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengandung dua pesan. Pertama, jangan pernah meremehkan pemberian sekecil apa pun. Nilai hadiah tidak diukur dari harganya, melainkan dari ketulusan hati pemberinya. Kedua, jangan malu memberi sesuatu yang sederhana. Justru kesederhanaan itu bisa menjadi tanda keikhlasan.

Di era sekarang, banyak orang yang gengsi menerima hadiah kecil atau merasa malu memberi sesuatu yang sederhana. Padahal, sunnah mengajarkan kita untuk menghargai setiap pemberian, sekecil apa pun itu. Menerima hadiah dengan senyum tulus jauh lebih berharga daripada menolak dengan alasan harga diri.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Islam melarang umatnya untuk menolak hadiah, karena menolak hadiah bisa melukai hati pemberinya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Hadirilah undangan dan jangan tolak hadiah!” (HR. Ahmad)

Hadis ini menegaskan pentingnya menjaga perasaan orang lain. Mungkin hadiah itu bukan sesuatu yang kita butuhkan, tapi menolaknya bisa dianggap meremehkan. Solusi terbaik adalah menerimanya dengan syukur, lalu jika tidak cocok, kita bisa memberikannya kepada orang lain yang lebih membutuhkan.

Sikap ini mengajarkan etika sosial yang halus. Islam menekankan pentingnya menjaga hati sesama manusia. Bahkan hal sederhana seperti menerima hadiah bisa menjadi sarana menjaga persaudaraan.

Sunah Membalas Hadiah

Sunnah berikutnya yang sering dilupakan adalah membalas hadiah. Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan, “Rasulullah ﷺ biasa menerima hadiah dan biasa pula membalasnya.” (HR. Bukhari)

Hal ini menunjukkan bahwa balasan hadiah bukan sekadar etika sosial, tetapi bagian dari sunnah Nabi ﷺ. Imam As-Shan‘ani dalam Subulus Salam kitabul buyu’ menjelaskan, Rasulullah ﷺ menjadikan menerima hadiah dan kemudian membalas memberikan hadiah sebagai kebiasaan.

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

Membalas hadiah tidak harus langsung atau dengan nilai yang sama. Kita bisa membalas hadiah beberapa hari kemudian atau pada waktu kita mampu untuk membalas, dengan nilai sesuai kemampuan, dan yang terpenting adalah niat menjaga hubungan baik.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:“Barangsiapa diberi suatu pemberian, maka hendaklah ia membalasnya. Jika ia tidak memiliki sesuatu untuk membalasnya, maka hendaklah ia mendoakan kebaikan untuk pemberinya.” (HR. Abu Dawud, Hasan)

Hadis ini menunjukkan bahwa kita bisa membalas hadiah dengan hadiah serupa atau lebih baik, jika kita mampu melakukannya. Namun, jika kita tidak mampu, maka balaslah dengan sesuatu yang sesuai kemampuan. Dan, jika sama sekali tidak bisa, cukup dengan mendoakan kebaikan bagi pemberi hadiah.

Dengan begitu, tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak “membalas” hadiah. Bahkan membalas dengan doa tulus pun sudah cukup sebagai balasan yang bernilai tinggi.

Relevansi Sunnah Hadiah di Era Modern

Di tengah kehidupan modern yang cenderung individualis, sunnah saling memberi hadiah dan membalas hadiah terasa semakin penting. Lihatlah, banyak hubungan renggang karena ego, gengsi, atau kesalahpahaman kecil. Padahal, sebuah hadiah sederhana bisa menjadi jembatan memperbaiki hubungan yang retak.

Bayangkan, dengan membagikan sebuah kotak makanan kecil ke tetangga bisa menumbuhkan kehangatan. Atau memberikan sebuah buku kepada teman bisa membuka ruang diskusi bermanfaat. Bahkan sekadar secangkir kopi untuk rekan kerja bisa menjadi perekat persahabatan.

Sunnah ini sangat aplikatif di zaman sekarang. Dalam keluarga, hadiah bisa memperkuat cinta suami-istri dan anak dengan orang tua. Dalam pertemanan, hadiah bisa menguatkan loyalitas dan persaudaraan. Demikian juga dalam pekerjaan, hadiah bisa mencairkan suasana dan menumbuhkan kolaborasi yang indah.

Islam mengajarkan bahwa hadiah bukan sekadar benda, tetapi sarana menguatkan cinta, menghapus iri, dan menumbuhkan persaudaraan. Rasulullah ﷺ tidak hanya menganjurkan memberi hadiah, tetapi juga membiasakan menerima dan membalasnya.

Di era modern yang sering menumbuhkan jarak antar manusia, sunnah hadiah adalah oase yang menyejukkan. Mari hidupkan kembali tradisi mulia ini dengan saling memberi, saling menerima, dan saling membalas hadiah. Agar persaudaraan kita semakin kokoh dan keberkahan Allah semakin melimpah dalam kehidupan.

 

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement