SURAU.CO – Fenomena anak yang dianggap “nakal” sering kali membuat orang tua bingung sekaligus lelah. Banyak ayah atau ibu merasa sudah mendidik dengan benar, tetapi tetap melihat anaknya berperilaku di luar harapan. Masalah ini tidak hanya menyangkut keluarga, melainkan juga memengaruhi lingkungan sosial.
Islam menegaskan bahwa anak adalah amanah, titipan Allah yang harus orang tua jaga dan bimbing. Anak tidak lahir dengan sifat nakal. Justru lingkungan, pola asuh, serta cara komunikasi orang tua sangat menentukan dalam membentuk karakter anak. Karena itu, ketika anak menunjukkan perilaku yang tidak diharapkan, orang tua seharusnya tidak buru-buru melabelinya sebagai “nakal.” Sebelum menyalahkan anak, orang tua perlu bercermin: sudahkah pola asuh mereka sesuai ajaran Islam?
Doa yang Menguatkan Ikatan Spiritual
Dalam Islam, doa menjadi salah satu pendekatan utama dalam mendidik anak. Al-Qur’an menekankan pentingnya doa orang tua bagi keturunan. Dalam Surah Al-Furqan ayat 74, Allah mengajarkan doa:
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
Doa bukan sekadar ucapan, melainkan energi spiritual yang mampu mengetuk pintu langit. Seorang ibu yang berdoa dengan khusyuk di sepertiga malam, atau seorang ayah yang melafalkan doa setelah salat, sesungguhnya sedang membangun benteng tak terlihat bagi masa depan anak. Hasil doa mungkin tidak segera tampak, tetapi doa yang tulus pasti membuahkan hasil pada waktunya.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam Tuhfatul Maudud menegaskan bahwa orang tua tidak boleh meninggalkan doa. Ia menggambarkan doa sebagai “panah di malam hari” yang mampu menembus tabir takdir dengan izin Allah. Orang tua memegang senjata batin yang sangat kuat untuk mendidik anak melalui doa.
Keteladanan yang Lebih Nyata daripada Nasihat
Selain doa, Islam menekankan pentingnya keteladanan. Rasulullah SAW mendidik umatnya dengan memberi contoh, bukan hanya dengan kata-kata. Beliau menampilkan pribadi yang jujur, amanah, penuh kasih sayang, dan tegas dalam kebenaran.
Anak-anak lebih cepat belajar dari apa yang mereka lihat dibanding apa yang mereka dengar. Jika orang tua rajin menyuruh anak salat tetapi malas melakukannya sendiri, maka nasihat itu kehilangan makna. Sebaliknya, ketika orang tua menunjukkan kesungguhan beribadah, anak akan menirunya tanpa banyak kata.
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa anak adalah amanah bagi orang tuanya. Ia menggambarkan hati anak sebagai permata bersih yang siap orang tua pahat. Jika orang tua membiasakan anak dengan kebaikan, maka anak akan tumbuh dalam kebaikan. Namun, jika orang tua membiarkannya, maka anak akan condong pada keburukan. Pesan ini mempertegas peran teladan orang tua dalam menentukan arah tumbuh kembang anak.
Kasih Sayang yang Disertai Ketegasan
Rasulullah SAW juga menunjukkan bagaimana mendidik dengan kelembutan sekaligus ketegasan. Beliau memahami psikologi anak, berbicara penuh cinta, tetapi tetap menegur ketika ada kesalahan. Inilah keseimbangan dalam pendidikan Islam: kasih sayang yang tidak melemahkan, dan ketegasan yang tidak menyakitkan.
Orang tua sering terjebak pada dua sikap ekstrem: terlalu keras hingga melukai batin anak, atau terlalu lembek hingga anak tumbuh tanpa batasan. Padahal, ketegasan tidak sama dengan kekerasan. Ketegasan berarti konsistensi dalam menegakkan aturan rumah tangga. Misalnya, ketika anak meninggalkan salat, orang tua bisa mengingatkan dengan lembut, memberi penjelasan, lalu menerapkan konsekuensi yang mendidik, bukan hukuman yang melukai.
Ketegasan justru membuat anak merasa aman. Mereka memahami bahwa ada aturan yang jelas dan tidak berubah-ubah. Namun, kasih sayang yang menyertai ketegasan membuat anak merasa dipandu, bukan ditolak.
Beberapa Langkah Praktis
Untuk mendidik anak yang dianggap “nakal,” orang tua bisa melakukan beberapa langkah praktis:
- Membiasakan ibadah sejak dini. Anak yang terbiasa salat dan mengaji akan memiliki pondasi spiritual yang kuat.
- Menghindari ucapan kasar. Label negatif seperti “nakal” hanya menanamkan luka batin. Gunakan bahasa yang membangun.
- Meluangkan waktu untuk mendengarkan. Anak yang sering berulah mungkin hanya ingin mendapat perhatian. Dengan mendengar curhatnya, orang tua bisa memahami kebutuhan emosionalnya.
- Menjadi teladan nyata. Perilaku sehari-hari orang tua lebih berpengaruh daripada seribu nasihat.
- Mendoakan di waktu mustajab. Saat setelah salat atau di tengah malam, doa orang tua memiliki kekuatan luar biasa.
Renungan bagi Orang Tua
Mendidik anak memang menuntut kesabaran. Ada saat-saat ketika orang tua merasa lelah, bahkan hampir putus asa. Namun, bila mereka menghayatinya, kesabaran dalam mendidik anak sebenarnya termasuk ibadah. Anak yang kita anggap “nakal” mungkin hanya sedang meminta perhatian, atau sedang berjuang memahami lingkungannya.
Tugas orang tua bukanlah menghakimi anak, melainkan menuntunnya dengan sabar dan konsisten. Islam mengajarkan bahwa mendidik anak adalah kombinasi antara doa yang tulus, teladan yang nyata, serta kasih sayang yang diiringi ketegasan. Dengan pendekatan ini, anak-anak yang semula terlihat nakal dapat tumbuh menjadi generasi berakhlak mulia sekaligus penyejuk hati bagi orang tuanya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
