Khazanah
Beranda » Berita » Ketika Hati Takut, Ingatlah Manāqib Syaikh ‘Abd al-Qādir al-Jailānī yang Selalu Berbisik: Allah Bersamamu

Ketika Hati Takut, Ingatlah Manāqib Syaikh ‘Abd al-Qādir al-Jailānī yang Selalu Berbisik: Allah Bersamamu

Gambaran seorang manusia yang takut dalam kehidupannya
Gambaran seorang manusia yang takut dalam kehidupannya

Surau.co. Manāqib Syaikh Abdul Qadir al-Jailani – Ketika malam tiba dan suara hiruk-pikuk kota mereda, seringkali rasa takut datang menyelinap. Takut akan masa depan, takut kehilangan, takut pada kegagalan. Di Indonesia, kita melihat banyak wajah resah. Seorang ibu yang cemas karena harga beras naik, seorang mahasiswa yang bimbang mencari pekerjaan, hingga petani yang gelisah menghadapi musim yang tak menentu. Semua ketakutan itu nyata, dan hati manusia sering rapuh menghadapinya.

Namun, manāqib Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengajarkan sesuatu yang berbeda. Ketika hati takut, Syaikh seakan berbisik dalam manāqibnya: jangan gentar, karena Allah bersama orang-orang yang mengingat-Nya.

Dalam kitab itu beliau berkata:

“لَا تَخَفْ مَعَ اللهِ، فَإِنَّ الْخَوْفَ يَذُوبُ فِي ذِكْرِهِ.”
“Jangan takut bila bersama Allah, karena rasa takut akan larut dalam zikir kepada-Nya.”

Wali yang Menjadi Cermin bagi Jiwa yang Gelisah

Syaikh Abdul Qadir bukan sekadar tokoh sejarah. Beliau adalah wali yang kisahnya terus hidup di hati umat Islam, termasuk di tanah air. Manāqib beliau dibaca di langgar kecil desa, di mushalla perkampungan, dan di masjid perkotaan. Tradisi ini bukan dongeng, melainkan pengingat bahwa ada sosok yang telah melalui badai kehidupan dengan penuh keyakinan.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Beliau pernah berkata:

“مَنْ وَجَدَ اللهَ لَمْ يَخَفْ مِنَ الْخَلْقِ.”
“Siapa yang menemukan Allah, maka ia tak akan gentar terhadap makhluk.”

Kalimat ini menampar kesadaran kita. Bukankah banyak ketakutan kita berasal dari pandangan orang lain? Kita takut dicela, takut direndahkan, takut tidak dianggap. Padahal, ketika hati sudah menemukan Allah, semua pandangan makhluk hanyalah bayangan yang tak lagi menakutkan.

Doa Sebagai Obat Rasa Takut

Di tengah gejolak sosial Indonesia—ketidakpastian ekonomi, berita kriminal, hingga politik yang membingungkan—doa seringkali menjadi pelarian terakhir. Namun doa bukanlah sekadar pelarian. Dalam Manāqib Syaikh ‘Abd al-Qādir al-Jailānī, doa adalah senjata utama.

Beliau berkata:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

“إِذَا نَزَلَ الْخَوْفُ فَافْزَعْ إِلَى الدُّعَاءِ، فَإِنَّهُ سِلَاحُ الْمُؤْمِنِ.”
“Jika rasa takut turun ke hatimu, larilah kepada doa, sebab doa adalah senjata orang beriman.”

Kutipan ini mengingatkan bahwa doa bukanlah kata yang hampa. Doa adalah pedang yang memutus rantai kecemasan, sekaligus cahaya yang menembus gelapnya malam.

Al-Qur’an juga menegaskan:

﴿الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ﴾
(QS. ar-Ra’d: 28)
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”

Ketakutan yang Menjadi Jalan Pulang

Rasa takut sebenarnya adalah tanda. Ia tidak hanya menakutkan, tetapi juga memberi arah. Syaikh Abdul Qadir mengajarkan bahwa ketakutan yang sejati bukanlah takut miskin atau takut gagal, melainkan takut jauh dari Allah.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Dalam manāqib, beliau berkata:

“أَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ أَنْ تَأْمَنُوا بِلَا اللهِ.”
“Yang paling aku takutkan atas kalian adalah jika kalian merasa aman tanpa Allah.”

Pesan ini begitu dalam. Banyak orang tampak percaya diri, seakan dunia dalam genggaman. Namun sesungguhnya, hidup tanpa Allah adalah ketakutan terbesar, meski sering tak disadari.

Tradisi Manāqib di Indonesia: Doa Kolektif Mengusir Resah

Di banyak kampung Indonesia, tradisi membaca manāqib masih terjaga. Malam Jumat, orang-orang berkumpul, membaca kisah sang wali, lalu berdoa bersama. Fenomena ini bukan sekadar tradisi budaya, melainkan bukti bahwa masyarakat menemukan kekuatan spiritual dalam kebersamaan.

Ketika doa dipanjatkan bersama, rasa takut individu larut dalam cahaya kolektif. Orang-orang merasa ditemani, tak lagi sendiri. Sebagaimana Syaikh Abdul Qadir pernah mengingatkan:

“الْوَلِيُّ مَعَ أُمَّتِهِ كَالْقَلْبِ مَعَ الْجَسَدِ.”
“Seorang wali bersama umatnya laksana hati bersama jasad.”

Wali itu hidup bersama umatnya, doa-doanya mengalir seperti darah dalam nadi.

Penutup: Allah Selalu Bersamamu

Maka, ketika hati kita takut, ingatlah Manāqib Syaikh ‘Abd al-Qādir al-Jailānī. Ingatlah bisikan yang beliau tinggalkan dalam setiap doa dan petuah: Allah selalu bersamamu. Seperti pohon yang akarnya menembus bumi dan cabangnya menyentuh langit, doa beliau tetap menaungi siapa saja yang berpegang padanya.

Dan pada akhirnya, rasa takut bukanlah musuh. Ia adalah pintu yang membuka jalan pulang. Pulang kepada Allah, tempat segala resah larut menjadi tenang.

 

* Reza Andik Setiawan

Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement