Opinion
Beranda » Berita » Doa Penutup: Hukum Itu Sering Keras, Tapi Agama Selalu Lembut

Doa Penutup: Hukum Itu Sering Keras, Tapi Agama Selalu Lembut

Ilustrasi doa penutup Islam setelah shalat, kelembutan agama di balik hukum yang keras
Seorang Muslim berdoa dengan tenang setelah shalat, melambangkan kelembutan agama di balik ketegasan hukum.

Surau.co. Doa penutup dalam Islam – Hukum dalam Islam sering terdengar tegas, kadang bahkan menakutkan. Kita membaca bab qishas, hudud, wasiat, wakaf, syirkah dalam kitab-kitab fiqh seperti Mukhtashar Quduri karya Abu al-Husain Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-Qudūrī al-Baghdādī. Namun, di balik teks yang lugas itu, ada wajah agama yang lembut: rahmat, kasih sayang, dan doa yang tak pernah kering.

Di masyarakat kita, hukum sering dipandang kaku—seperti palu hakim yang jatuh di meja sidang. Tapi agama yang sama juga mengajarkan doa penutup shalat yang lirih, meneteskan air mata. Lalu, kita pun diingatkan: hukum adalah pagar, sementara agama adalah taman. Pagar menjaga, tapi tamanlah yang membuat hati betah tinggal.

Ketegasan yang Mengandung Rahmat

Dalam Mukhtashar Quduri banyak hukum ditegaskan dengan kalimat pendek, tanpa basa-basi. Misalnya:

«الْحُدُودُ تُقَامُ عَلَى الْحُرِّ وَالْعَبْدِ وَالْمَرْأَةِ وَالرَّجُلِ»
“Hudud ditegakkan atas orang merdeka maupun hamba, perempuan maupun laki-laki.”

Kalimat ini terdengar keras. Semua sama di hadapan hukum. Tapi di baliknya, ada kelembutan: keadilan yang tidak membeda-bedakan status sosial, jenis kelamin, atau kedudukan.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Suara Lirih di Tengah Kerasnya Teks

Suatu sore, seorang kawan pernah bertanya:

“Gus, kenapa hukum Islam keras sekali bunyinya?”
Saya tersenyum. “Hukum itu seperti obat. Pahit rasanya, tapi menyembuhkan. Yang bikin lembut itu doa-doa kita, kasih sayang kita. Jadi jangan berhenti di pahitnya saja.”

Kitab Mukhtashar Quduri mengingatkan dengan nada yang sama:

«وَالدُّعَاءُ بَعْدَ الصَّلَاةِ مَسْنُونٌ»
“Doa setelah shalat adalah sunnah.”

Seakan al-Quduri ingin berkata: setelah kerasnya disiplin ibadah, jangan lupa melembutkan hati dengan doa.

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Hukum Tanpa Kasih, Kasih Tanpa Hukum

Di Indonesia, kita sering menyaksikan dua wajah agama yang terbelah: ada yang menekankan hukum hingga lupa kasih sayang, ada pula yang menekankan kasih sayang hingga melupakan aturan. Padahal, keduanya ibarat sayap burung. Tanpa salah satunya, burung tak bisa terbang.

Dalam Mukhtashar Quduri, keseimbangan itu tampak. Misalnya tentang doa penutup:

«وَيَسْتَحَبُّ أَنْ يَدْعُوَ لِنَفْسِهِ وَلِلْمُسْلِمِينَ»
“Disunnahkan bagi seseorang untuk berdoa bagi dirinya dan bagi kaum Muslimin.”

Hukum yang kaku tadi ditutup dengan kelembutan doa, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain. Inilah harmoni antara hukum dan rahmat.

Hukum menjaga agar kita tidak melampaui batas. Doa mengajarkan agar kita tidak kehilangan rasa. Agama tidak memilih salah satunya, tapi mengikat keduanya.

Perlindungan Dari Perkara: Doa yang Menguatkan Hati dan Menjernihkan Jiwa

Ilmu Fiqh yang Membumi

Riset dalam Journal of Religious Ethics (2020) menunjukkan, masyarakat yang menerapkan hukum keagamaan dengan menekankan kasih sayang dan dialog cenderung lebih harmonis daripada yang menekankannya secara kaku. Temuan ini sejalan dengan ruh Islam: hukum bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk melindungi.

Dalam Mukhtashar Quduri, kelembutan itu terlihat jelas ketika membicarakan doa:

«وَيَجُوزُ الدُّعَاءُ بِكُلِّ خَيْرٍ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ»
“Boleh berdoa dengan segala kebaikan dunia dan akhirat.”

Lihatlah, hukum fiqh yang keras tadi berakhir dengan pintu selebar-lebarnya: doa apa pun, asal baik, dipersilakan.

Hidup kita pun demikian. Kita menjalani hari-hari dengan kerasnya kenyataan, keringat, dan air mata. Tapi kita selalu ingin menutupnya dengan doa yang lembut. Seperti seorang ibu yang setiap malam mengusap kepala anaknya, meski siang harinya dunia begitu bising dan keras.

Agama selalu hadir di titik itu: mengajarkan kita agar tidak berhenti di tegasnya hukum, tapi juga menikmati lembutnya doa.

Langkah Praktis

  1. Setelah shalat, jangan langsung bangkit. Sisihkan sebentar untuk doa.
  2. Seimbangkan ibadah wajib dengan doa pribadi yang tulus.
  3. Doakan bukan hanya diri sendiri, tapi juga keluarga, tetangga, bahkan orang yang kita tidak kenal.
  4. Ingat bahwa doa adalah wajah lembut agama yang membuat hati teduh.

Hukum itu sering keras, tapi agama selalu lembut. Keduanya tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi. Tanpa hukum, hidup jadi kacau. Tanpa doa, hati jadi kering.

Semoga Allah menjadikan kita hamba yang tidak hanya paham hukum, tapi juga pandai menebarkan kelembutan doa.

اللَّهُمَّ اجْعَلْ أَحْكَامَكَ سَبَبًا لِلْعَدْلِ، وَاجْعَلْ دُعَاءَنَا سَبَبًا لِلرَّحْمَةِ

 

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement