Opinion
Beranda » Berita » Nikah: Bukan Hanya Tentang Sah, Tapi Juga Membesarkan Sabar

Nikah: Bukan Hanya Tentang Sah, Tapi Juga Membesarkan Sabar

Pengantin muda menanam pohon sabar dalam pernikahan.
Ilustrasi filosofis nikah bukan hanya soal sah, tetapi menumbuhkan sabar sebagai pohon yang kokoh.

Nikah sering dianggap selesai begitu ijab-qabul terucap, akad sah di mata agama, dan doa dipanjatkan. Namun, sesungguhnya nikah tidak berhenti di momen itu saja. Ia adalah perjalanan panjang yang melatih sabar, mempertemukan dua jiwa dengan kelebihan sekaligus kekurangan. Kitab Mukhtashar Quduri karya Abu al-Husain Ahmad bin Muhammad al-Qudūrī al-Baghdādī menyinggung nikah sebagai perjanjian yang tidak ringan, kontrak suci yang memeluk cinta, amanah, dan perjuangan.

Di sebuah walimah kampung, seorang bapak tua berpesan lirih kepada pengantin baru:
“Le, nikah itu bukan sekadar sah. Sabar yang harus kau pelihara. Kalau sabar habis, rumah tangga pun bisa runtuh.”
Pengantin hanya tersenyum kikuk, mungkin belum memahami kedalaman makna sabar yang ia dengar.


Ikatan yang Lebih dari Sekadar Akad

Al-Qur’an menegaskan pernikahan sebagai ikatan agung:

وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kalian perjanjian yang kuat.” (QS. an-Nisā’: 21)

Pesan ini jelas: nikah bukan hanya persetujuan dua keluarga, melainkan janji berat di hadapan Allah. Selain itu, Rasulullah ﷺ bersabda:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang salehah.” (HR. Muslim)

Dengan demikian, pernikahan bukan perkara remeh. Ia adalah perhiasan yang Allah angkat derajatnya.


Jalan yang Dilapangkan Syariat

Dalam Mukhtashar Quduri, nikah dijelaskan secara singkat namun sarat makna:

« وَالنِّكَاحُ مُسْتَحَبٌّ »
“Nikah itu dianjurkan (mustahabb).”

Quduri lalu menegaskan rukun-rukunnya:

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

« وَأَقَلُّ النِّكَاحِ إِيجَابٌ وَقَبُولٌ فِي مَجْلِسٍ وَاحِدٍ »
“Minimal nikah adalah adanya ijab dan qabul dalam satu majelis.”

Selain itu, beliau mengingatkan syarat saksi:

« وَشَرْطُ صِحَّتِهِ شَاهِدَانِ »
“Syarat sahnya nikah adalah adanya dua orang saksi.”

Dan tentang wali, beliau menulis:

« وَلَا يَجُوزُ النِّكَاحُ بِغَيْرِ وَلِيٍّ »
“Tidak sah pernikahan tanpa wali.”

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Semua ketentuan itu menegaskan bahwa nikah sah secara syariat jika syaratnya terpenuhi. Akan tetapi, kehidupan setelah akad justru menjadi medan ujian yang sesungguhnya.


Cermin dari Fenomena Sosial

Di Indonesia, perceraian terus meningkat. Data Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung pada 2022 mencatat lebih dari 516 ribu kasus perceraian. Sebagian besar terjadi bukan karena akad tidak sah, melainkan karena sabar yang terkikis: ekonomi goyah, komunikasi memburuk, atau keluarga besar ikut campur.

Fenomena ini seakan meneguhkan pesan bapak tua di walimah tadi: pernikahan menuntut sabar.

Bayangkan percakapan sederhana ini:
Suami: “Aku lelah bekerja, kenapa rumah selalu berantakan?”
Istri: “Aku juga lelah mengurus anak, kenapa kau tidak peka?”
Mereka lalu terdiam, sadar bahwa lelah keduanya berbeda, tetapi sabar yang sama harus dipelihara.

Dengan demikian, nikah tidak cukup berhenti di kata “sah.” Ia menuntut kesediaan untuk terus belajar memahami.


Langkah Praktis

Agar sabar tetap hidup di dalam rumah tangga, beberapa langkah ini bisa ditempuh:

  1. Mulailah dengan niat yang benar: menikah sebagai ibadah, bukan sekadar memenuhi hawa nafsu.

  2. Rawat komunikasi: bicarakan persoalan, jangan biarkan diam berubah jurang.

  3. Latih sabar: setiap konflik kecil bisa berubah jadi ladang pahala jika disikapi dengan hati lapang.

  4. Hormati perbedaan: pasangan adalah manusia dengan keterbatasan, bukan malaikat.

  5. Perbanyak doa bersama: sabar tumbuh subur ketika jiwa sering bertemu Allah.


Nikah sebagai Janji Besar

Pada akhirnya, nikah sah secara hukum bila syaratnya terpenuhi. Namun, rumah tangga baru sah secara batin ketika sabar menjadi pondasi. Karena itu, nikah adalah janji besar yang bisa melahirkan kebahagiaan bila dijalani dengan sabar, atau sebaliknya, menghadirkan luka panjang bila sabar ditinggalkan.

Maka mari kita bertanya: apakah rumah tangga kita sudah menjadi ruang tempat sabar tumbuh setiap hari? Atau justru berubah menjadi ladang amarah yang membuat cinta layu?

Semoga Allah menjadikan rumah kita sakinah, mawaddah, wa rahmah, serta menguatkan sabar dalam menunaikan janji agung bernama pernikahan.

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement