Dalam kitab Mukhtashar Quduri, Imam Abu al-Husain Ahmad bin Muhammad al-Qudūrī al-Baghdādī membuka bab wudhu dengan sederhana namun dalam. Kitab ini mengajarkan bahwa wudhu bukan sekadar ritual teknis, melainkan jalan menuju kesadaran batin. Frasa kunci Mukhtashar Quduri memberi kita pelajaran bahwa setiap tetes air yang menyentuh kulit adalah peringatan lembut dari Allah agar kita sadar siapa diri kita.
Imam Quduri menulis:
فرضُ الوُضوءِ أربعٌ: غسلُ الوجهِ، وغسلُ اليدَينِ إلى المرفقَينِ، ومسحُ الرَّأسِ، وغسلُ الرِّجلَينِ إلى الكعبَينِ.
“Fardhu wudhu ada empat: membasuh wajah, membasuh kedua tangan hingga siku, mengusap kepala, dan membasuh kedua kaki hingga mata kaki.”
Seakan-akan beliau berkata: jangan remehkan empat basuhan itu, karena di baliknya ada makna yang lebih luas daripada air yang mengalir.
Wajah yang Dicuci, Topeng yang Dilepas
Membasuh wajah adalah perintah pertama. Wajah adalah identitas, sekaligus layar tempat kita menampilkan topeng kepada dunia. Membasuh wajah berarti belajar melepas topeng itu.
Di sebuah pesantren kecil di Jawa, seorang santri bercerita kepada kiainya:
“Pak Yai, kenapa wajah harus dicuci dulu?”
Kiai tersenyum: “Supaya kamu sadar, Nak. Wajahmu itu nanti yang akan dipertontonkan di hadapan Allah, bukan foto profil WhatsApp-mu.”
Betapa banyak orang lebih rajin memoles wajah dengan kosmetik daripada menyucikannya dengan wudhu. Mukhtashar Quduri mengingatkan bahwa wajah bukan sekadar kulit, tapi pintu hati.
Imam Quduri menulis:
وغسلُ اليدَينِ إلى المرفقَينِ مرّةً واحدةً فرضٌ.
“Membasuh kedua tangan hingga siku sekali adalah fardhu.”
Tangan adalah saksi. Ia tahu berapa banyak yang sudah kita genggam, siapa yang kita tolong, dan siapa yang kita sakiti. Membasuh tangan berarti membersihkan catatan yang menempel, meski belum tentu menghapus dosa jika hati belum bertaubat.
Fenomena di Indonesia, tangan sering dipakai untuk hal-hal yang tak semestinya: menyogok, mengambil hak orang lain, atau sekadar menulis komentar kasar di media sosial. Wudhu seharusnya menjadi pengingat: tangan bukan milik kita, ia akan bersuara di hari kiamat.
Kepala yang Diusap, Pikiran yang Diluruskan
ومسحُ الرأسِ فرضٌ، مقدارُهُ الناصيةُ.
“Mengusap kepala adalah fardhu, dengan kadar sekedar ubun-ubun.”
Kepala adalah pusat logika, tempat lahirnya ide, sekaligus sumber kesombongan. Mengusap kepala bukan hanya membersihkan rambut, tapi juga merendahkan diri. Orang pintar sering jatuh bukan karena kurang ilmu, tapi karena lupa merendahkan kepalanya.
Dalam masyarakat kita, kepala sering panas karena debat kusir di televisi, di parlemen, bahkan di warung kopi. Mengusap kepala dengan air wudhu seakan menjadi terapi: dinginkanlah kepalamu sebelum kata-katamu melukai.
Kaki yang Membawa Arah Hidup
Imam Quduri menegaskan:
وغسلُ الرِّجلَينِ إلى الكعبَينِ فرضٌ.
“Membasuh kedua kaki hingga mata kaki adalah fardhu.”
Kaki selalu membawa kita ke arah pilihan hidup. Ada kaki yang rajin melangkah ke masjid, ada pula yang terbiasa masuk ke tempat maksiat. Air wudhu yang membasuh kaki seakan bertanya: mau ke mana sebenarnya engkau berjalan?
Di desa-desa Indonesia, kita sering melihat petani pulang dengan kaki penuh lumpur. Mereka tak malu shalat dengan kaki basah oleh tanah sawah, karena justru itu yang menunjukkan kejujuran hidup mereka. Wudhu mengajarkan: suci bukan berarti tanpa lumpur, tapi tetap ikhlas berjalan di jalan yang benar.
Apakah wajah kita hanya dibersihkan kosmetik, atau juga disucikan dengan wudhu?
Apakah tangan kita hanya sibuk bekerja, atau juga siap menjadi saksi kebaikan?
Apakah kepala kita hanya penuh pikiran, atau juga rendah hati?
Apakah kaki kita berjalan menuju Allah, atau menjauh dari-Nya?
Langkah Praktis
- Biasakan wudhu bukan hanya sebelum shalat, tapi juga sebelum belajar, bekerja, atau memulai sesuatu yang penting.
- Rasakan setiap basuhan, bukan sekadar rutinitas, tapi sebagai momen refleksi.
- Gunakan wudhu untuk meredam emosi: ketika marah, ambillah air wudhu, karena Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Jika salah seorang di antara kalian marah, maka berwudhulah.” (HR. Abu Dawud)
Wudhu itu bukan hanya membasuh, tapi menyadarkan. Ia mengingatkan kita siapa diri kita, apa yang telah kita lakukan, dan ke mana kita akan melangkah. Imam Quduri dengan ringkas menuliskan empat basuhan wajib, tapi sebenarnya sedang menulis peta jiwa manusia.
اللَّهُمَّ اجعل وُضوءَنا نُورًا لوجوهِنا، طُهرًا لأيدينا، سَكينةً لرؤوسِنا، وهِدايةً لأقدامِنا.
Ya Allah, jadikan wudhu kami cahaya bagi wajah kami, penyuci tangan kami, ketenangan bagi kepala kami, dan petunjuk bagi langkah kaki kami.
* Reza Andik Setiawan
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
