Pasar tradisional selalu menyimpan cerita. Dari subuh buta, suara ibu-ibu pasar sudah membelah pagi. Mereka adalah wajah ikhlas yang jarang kita sadari: penuh peluh, tawar-menawar, doa dalam diam. Dalam sorotan Ibn ‘Arabi lewat Al-Futūḥāt al-Makkiyah, kita belajar bahwa dunia sehari-hari justru sering menjadi pintu menuju rahmat Allah. Maka, berbicara tentang “ibu-ibu pasar” sama saja berbicara tentang energi kesabaran dan spiritualitas yang mengalir tanpa kata.
Wajah Sehari-Hari yang Menyimpan Langit
Setiap kali kita melewati pasar, yang terlihat mungkin hanya transaksi. Tetapi bila diperhatikan, ada air mata yang tak tumpah, ada doa yang terbungkus sederhana. Ibu-ibu pasar bukan sekadar pedagang; mereka adalah penjaga rumah, penyambung hidup, dan guru ikhlas dalam wujud paling nyata.
Ibn ‘Arabi menulis dalam Al-Futūḥāt:
اَلْعَمَلُ الصَّغِيْرُ إِذَا خَلَصَ فِيْهِ النِّيَّةُ يُفْضِيْ إِلَى الْبَابِ الْكَبِيْرِ
“Amal kecil, bila niatnya tulus, akan menghantarkan kepada pintu yang agung.”
Bukankah menjajakan sayur dengan niat memberi makan keluarga adalah pintu besar menuju cinta Allah?
Senyum yang Lebih Mahal daripada Harga Sayur
Saya pernah mendengar dialog sederhana di pasar:
“Bu, tomatnya mahal ya sekarang?”
“Iya, Nak. Tapi kalau buatmu aku kasih murah. Rejeki itu biar Allah yang atur.”
Senyum itu bukan basa-basi. Ia adalah teologi praktis, perwujudan tauhid dalam wujud paling membumi.
Al-Qur’an mengingatkan:
وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ
“Apa saja kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, niscaya kamu akan mendapatkannya di sisi Allah.”
Langkah Kecil, Pahala Tanpa Batas
Pasar memang penuh hiruk-pikuk, tapi setiap langkah ibu-ibu pasar menyimpan makna. Ibn ‘Arabi mengajarkan bahwa Allah tidak melihat besar kecilnya pekerjaan, tetapi cahaya niat yang menyertainya.
Dalam Futūḥāt beliau menulis:
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا حَمَلَ هَمَّ الْمَعَاشِ وَجَعَلَهُ عِبَادَةً صَارَ ذَلِكَ طَرِيْقًا إِلَى رِضَا اللهِ
“Seorang hamba yang menanggung urusan penghidupan lalu menjadikannya ibadah, maka itu menjadi jalan menuju ridha Allah.”
Apa yang sering kita anggap “pekerjaan kecil” bisa jadi besar di mata Allah.
Pasar bisa menjadi masjid bila hati berdzikir di tengah riuh tawar-menawar.
Dalam riset sosiologi ekonomi, ibu-ibu pasar disebut punya resilience lebih tinggi dibanding pedagang pria. Mereka lebih sabar, lebih kuat menahan goncangan harga, dan lebih setia pada komunitasnya. Hal itu mengingatkan pada sabda Nabi ﷺ:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad)
Lihatlah, ibu-ibu pasar mungkin tidak pernah membaca hadis ini, tapi mereka mengamalkannya setiap hari.
Dari Pasar, Kita Belajar tentang Surga
Seorang ibu pernah berkata pada saya sambil menata cabai:
“Nak, hidup itu kayak pasar. Ada yang datang, ada yang pergi. Ada yang untung, ada yang rugi. Yang penting jangan berhenti jualan kebaikan.”
Kata-kata itu lebih dalam daripada seminar motivasi. Ibn ‘Arabi menuliskan dalam Al-Futūḥāt:
كُلُّ مَا فِي الْوُجُوْدِ مِرْآةٌ لِأَسْمَاءِ اللهِ، فَانْظُرْ إِلَيْهِمْ بِحُسْنِ الظَّنِّ
“Segala yang ada di alam semesta adalah cermin dari Nama-Nama Allah, maka pandanglah mereka dengan baik sangka.”
Mungkin pasar bukan tempat suci menurut kita, tetapi di sana pun Nama Allah berpantulan dalam wajah-wajah ikhlas.
Saat ke pasar, biasakan memberi salam dan senyum. Itu sederhana, tapi doa untuk mereka.
Belilah dengan adil, jangan menawar berlebihan. Ingat, itu nafkah keluarga.
Doakan ibu-ibu pasar ketika pulang. Bisa jadi doa itu lebih besar nilainya daripada sedekah.
Ibu-ibu pasar adalah guru kehidupan. Mereka tak menulis buku, tapi tiap langkahnya adalah tafsir hidup yang Allah titipkan. Bila kita bisa belajar ikhlas dari mereka, mungkin kita sedang menapaki jalan para wali yang diam-diam hadir di tengah keramaian.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ نِيَّاتِنَا خَالِصَةً، وَرِزْقَنَا بَارَكَةً، وَأَعْمَالَنَا سَبِيْلًا إِلَى رِضَاكَ.
Apakah kita sudah cukup peka melihat para guru ikhlas yang Allah selipkan di sekitar kita?
* Sugianto al-Jawi
Budayawan Kontemporer tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
