SURAU.CO.Ikhlas adalah ketulusan hati atau kemurnian niat dalam melakukan sesuatu. Terutama beribadah dan berbuat baik, semata-mata karena Allah SWT. Tanpa mengharapkan pujian, imbalan, atau keuntungan dari manusia lain. Selanjutnya ikhlas berasal dari bahasa Arab yang berarti ‘bersih’, ‘murni’, atau ‘jernih’. Dimana ikhlas bertujuan untuk membersihkan hati dari segala motif tersembunyi, sehingga yang tersisa hanyalah keikhlasan untuk beramal karena Allah.
Ikhlas menjadi pilar utama ibadah karena ia memurnikan niat untuk hanya mengharapkan ridha Allah SWT, bukan tujuan duniawi. Dengan demikian tanpa niat tulus, amal ibadah menjadi sia-sia dan tidak diterima. Al-Qur’an dan sabda Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya niat dalam setiap amal.
Filosofi ikhlas menjadi kunci utama ibadah. Oleh karena itu, Allah akan menerima ibadah hambanya yang hanya dengan niat murni dan ikhlas karena Allah. Selanjutnya Ikhlas berarti melakukan segala perbuatan baik hanya untuk mencari ridha Allah, bukan mengharapkan pujian manusia, pahala dunia, atau menghindari siksa neraka. Dengan demikian tanpa keikhlasan, ibadah akan sia-sia dan tidak memiliki nilai, serta dapat menjauhkan seseorang dari sifat riya’ (pamer) dan ujub (bangga diri).
Ikhlas adalah meluruskan niat agar hanya tertuju pada Allah SWT. Kemudian setiap amal ibadah, baik shalat, puasa, maupun sedekah, menjadi sia-sia jika tidak didasari niat yang ikhlas. Selanjutnya niat yang ikhlas membantu seseorang terhindar dari penyakit hati seperti riya’ (keinginan dilihat dan dipuji orang) dan ujub (merasa bangga dengan amal sendiri). Tujuan akhir dari ibadah yang ikhlas adalah untuk mencapai keridhaan Allah SWT, yang merupakan tujuan mulia dan tertinggi bagi seorang Muslim.
Ciri-ciri Ikhlas
Niat Murni:
Fokus hanya pada kehendak dan ridha Allah SWT dalam setiap perbuatan.
Tidak Mengharapkan Pujian:
Tidak mencari validasi, penghargaan, atau nama baik dari manusia atas perbuatan baiknya.
Menerima Ketetapan Allah:
Bersikap tulus dalam menerima segala takdir Allah, baik yang menyenangkan maupun tidak, karena meyakini adanya hikmah di baliknya.
Bebas dari Riya dan Sum’ah:
Berbuat baiklah karena Allah, agar tidak melakukan perbuatan karena ingin dilihat (riya’) atau didengar (sum’ah) orang lain.
Mendapat Ketenangan:
Hidup lebih damai dan tenang karena tidak terbebani ekspektasi atau penilaian orang lain.
Manfaat Ikhlas
Pahala Besar dari Allah:
Perbuatan ikhlas akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah.
Meningkatkan Kualitas Ibadah:
Kualitas ibadah menjadi lebih baik karena niatnya murni kepada Allah.
Meningkatkan Kepercayaan Diri:
Karena tidak bergantung pada penilaian manusia, rasa percaya diri akan meningkat.
Membawa Ketenangan Batin:
Hati menjadi lebih tenang dan damai karena tidak ada beban untuk mencari pengakuan dari manusia.
Menjadi Teladan:
Orang yang ikhlas bisa menjadi contoh kebaikan bagi orang lain.
Cara Mencapai Ikhlas
Memerangi Hawa Nafsu:
Melatih diri untuk tidak terpengaruh oleh keinginan duniawi yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Banyak Bersyukur:
Meningkatkan rasa syukur untuk menguatkan hati agar lebih ikhlas menerima segala ketetapan Allah.
Menerima Ketidaknyamanan:
Jalani hidup dengan lapang dada, menerima ketidaknyamanan, dan merelakan hal yang tak bisa dipertahankan.
Memahami Hakikat Ibadah:
Memahami bahwa ibadah bertujuan murni untuk melaksanakan perintah Allah, bukan untuk keuntungan lain.
Mengapa Ikhlas Menjadi Pilar Utama Ibadah?
Allah akan menerima Ibadah hamba-Nya:
Allah tidak menerima amal ibadah yang tidak dilakukan dengan ikhlas. Seperti sebuah hadits yang menyatakan bahwa setiap orang hanya mendapatkan ganjaran sesuai dengan niatnya.
Memurnikan Niat:
Ikhlas berarti melakukan suatu perbuatan karena Allah semata, bersih dari keinginan untuk mendapatkan pujian, penghargaan, atau balasan dari makhluk lain.
Keutamaan dan Keberkahan:
Dengan beribadah secara ikhlas, seorang Muslim akan mendapatkan ganjaran dan ridha dari Allah SWT, serta membawa ketenangan dan keberkahan dalam hidupnya.
Kandungan Makna Ikhlas dalam Al-Qur’an dan Hadits
Perintah Allah:
Dalam Surah Al-Bayyinah ayat 5, Allah memerintahkan agar manusia beribadah kepada-Nya dengan memurnikan ketaatan dalam menjalankan agama yang lurus.
Surat Al-Bayyinah Ayat 5
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ
Arab-Latin: Wa mā umirū illā liya’budullāha mukhliṣīna lahud-dīna ḥunafā`a wa yuqīmuṣ-ṣalāta wa yu`tuz-zakāta wa żālika dīnul-qayyimah
Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
Hadits tentang Niat:
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung pada niatnya” (Innamal a’malu binniyat), hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim ini adalah sabda Nabi yang paling terkenal mengenai niat. Hadis ini menjelaskan bahwa hasil atau balasan dari suatu amal tergantung pada niat di baliknya, sehingga niat merupakan hal yang fundamental dalam ibadah dan setiap tindakan manusia, menentukan apakah seseorang mendapatkan kebaikan atau bahkan balasan yang sesuai dengan tujuannya di dunia atau akhirat.
Pilar Keimanan:
Keikhlasan merupakan buah dan inti dari iman, memurnikan ibadah dari segala unsur yang mengotori niat karena selain Allah. Ikhlas adalah pondasi utama bagi keimanan seseorang. Tanpa keikhlasan, Allah menganggap amal ibadah sekecil atau sebesar apapun tidak bernilai.
Sebagai kesimpulan, kita memurnikan niat kita dari penyakit hati dan godaan duniawi, seperti keinginan untuk dipuji, dihormati, atau mendapat keuntungan materiil. Hal ini menjadikan setiap amal perbuatan murni karena Allah SWT. Orang yang beramal dengan ikhlas semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Keinginan untuk mendapatkan balasan atau pujian dari manusia lain sama sekali tidak terbesit dalam hati. Allah menerima ibadah karena keikhlasan. Dengan beramal secara ikhlas, seseorang dapat menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan produktif, serta membangun hubungan yang lebih baik dengan sesama.
(Budi: mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
