Surau.co – Tidur dan menghabiskan malam bersama anak-anak merupakan salah satu kesenangan hidup. Menatap wajah lucunya terlepap dan menjaganya sepanjang malam, memberikan rasa nyaman yang luar biasa. Setidaknya, itu yang biasa saya rasakan.
Namun, ajaran islam memerintahkan untuk membatasi hal itu. Sejak 14 abad yang lalu, Islam telah memberikan tuntunan yang jauh lebih maju, yakni memisahkan tempat tidur anak-anak ketika mereka memasuki usia tertentu.
Ajaran ini, tidak hanya bernuansa religius atau perintah agama semata. Namun juga menyimpan pesan besar terkait banyak hal. Misalnya pendidikan seks dini, kemandirian, pembentukan karakter, dan hingga keamanan sosial.
Dalil Perintah Memisahkan Tidur Anak
Anjuran memisahkan anak, telah Nabi Muhammad SAW sampaikan dalam haditsnya :
“Perintahkanlah anak-anakmu melaksanakan shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (dengan pukulan mendidik, bukan menyakiti) jika meninggalkan shalat ketika berusia sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud)
Hadits ini menegaskan dua hal penting. Pertama, menanamkan pendidikan shalat kepada anak-anak sebagai ibadah pokok sejak dini. Kedua, ada perintah tegas agar memisahkan tidur anak-anak saat berusia sepuluh tahun. Kedua hal itu menunjukkan, bukan hanya masalah ibadah yang menjadi titik tekan ajaran islam pada anak-anak, melainkan juga karakter dan kepribadian.
Pemisahan tidur ini, berlaku untuk semua hubungan keluarga. Baik antara anak dengan orang tuanya, maupun sesama anak, terutama jika mereka berbeda jenis kelamin.
Bagian dari Pendidikan Seks
Memisahkan tidur anak, merupakan bagian dari pendidikan seks. Isu yang sering dianggap tabu dalam masyarakat. Padahal, Islam telah memberikan panduan yang elegan tanpa vulgar, salah satunya melalui aturan tidur ini. Dengan memisahkan tempat tidur, anak-anak secara bertahap diajarkan tentang batas aurat, kehormatan diri, serta pentingnya menjaga jarak fisik dengan lawan jenis maupun orang tua.
Konsep ini sejalan dengan prinsip hifz al-‘irdh (menjaga kehormatan) dalam maqashid al-syari‘ah. Anak-anak dibiasakan memahami bahwa tubuh mereka memiliki privasi yang tidak boleh sembarangan disentuh atau dilihat. Hal ini menjadi fondasi pendidikan seks yang Islami.
Dalam psikologi modern, pemisahan tidur juga dianggap sebagai bagian dari sex education. Anak yang terbiasa tidur terpisah sejak usia tertentu lebih cepat belajar kemandirian, memahami privasi, dan mengembangkan kontrol diri. Dengan demikian, ajaran Islam ini sejatinya sejalan dengan metode pendidikan kontemporer yang menekankan pentingnya boundaries atau batasan dalam perkembangan anak.
Relevansi Secara Sosial
Jika kita tarik dengan fenomena kekerasan dan pelecehan seksual belakangan ini, ajaran islam memiliki relevansi yang kuat. Seperti kita ketahui, kasus-kasus kekerasan seksual menjadi kejahatan yang mewabah. Nyaris setiap hari, kita atau saya sendiri menyaksikannya di pemberitaan media. Yang lebih miris, pelakunya bukan hanya orang lain, melainkan juga keluarga bahkan orang tua sendiri. Biadab!
Kasus tersebut, banyak di antaranya yang berawal dari interaksi fisik yang terkesan sepele. Seperti tidur bersama dalam waktu lama, lalu berkembang menjadi tindakan tidak pantas. Dengan adanya pemisahan tempat tidur, Islam secara preventif menutup pintu kemungkinan tersebut.
Selain itu, dari sisi sosial, kebiasaan tidur terpisah juga mengajarkan nilai kemandirian. Anak-anak belajar mengatur ruang pribadinya, mengatasi rasa takut tidur sendiri, hingga memahami perbedaan jenis kelamin sejak dini. Hal ini sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat modern yang menuntut anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, berani, sekaligus beretika.
Problem Keterbatasan Hunian
Sayangnya, tidak semua keluarga memiliki kesempatan untuk mempraktikkan hal yang baik ini. Sebab, ada banyak kasus di mana keluarga tidak memiliki hunian yang memadai. Di perkampungan padat atau keluarga dengan rumah sederhana, kamar seringkali harus dipakai bersama.
Situasi ini menuntut orang tua untuk lebih cerdik dalam menyiasati kondisi. Misalnya dengan memisahkan ranjang, memberi sekat, memberi jarak bagi anak yang berbeda kelamin, hingga membiasakan anak-anak memakai pakaian tidur yang tertutup. Sekalipun dalam keterbatasan, nilai itu tetap bisa ditanamkan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
