Opinion
Beranda » Berita » Meraih Qana’ah dan Kedamaian Hidup

Meraih Qana’ah dan Kedamaian Hidup

Meraih Qana'ah dan Kedamaian Hidup
Ilustrasi. Foto: By Google

SURAU.CO – Setiap manusia pada hakikatnya menginginkan hidup yang damai, tenteram, dan bebas dari kegelisahan. Namun, kenyataan kehidupan sering kali dipenuhi oleh ambisi, materi, dan keinginan yang tak ada habisnya. Dalam situasi seperti itu, konsep qana’ah menjadi kunci penting untuk mencapai ketenangan jiwa. Qana’ah bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan sikap menerima dengan lapang dada hasil yang Allah tetapkan setelah seseorang berikhtiar. Dengan qana’ah, seorang muslim menjaga hatinya dari keserakahan dan iri hati yang justru merenggut kedamaian hidup.

Makna Qana’ah dalam Perspektif Islam

Secara bahasa, qana’ah berarti merasa cukup. Lebih jauh lagi, dalam terminologi tasawuf, ulama memahami qana’ah sebagai sikap ridha terhadap rezeki yang Allah berikan, tanpa tamak terhadap apa yang dimiliki orang lain. Imam al-Ghazali mengartikan qana’ah sebagai ketenangan hati terhadap Pembagian Allah, sambil tetap berusaha mencari yang halal. Dengan kata lain, qana’ah membuat hati seimbang antara usaha maksimal dan penerimaan ikhlas terhadap takdir Allah.

Selain itu, Al-Qur’an juga menekankan pentingnya sikap qana’ah. Sebagaimana firman Allah:

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluarnya, dan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya.” (QS. At-Talaq: 2–3)

Ayat ini menegaskan bahwa Allah memberikan rezeki dan kecukupan yang sejati. Dengan demikian, orang yang bertakwa mendapat jalan keluar dari kesulitan, sedangkan tawakal sebagai buah dari qana’ah menumbuhkan rasa cukup dalam hati.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Rasulullah ﷺ juga banyak mengajarkan umatnya tentang keutamaan qana’ah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, beliau bersabda:

“Beruntunglah orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan Allah menganugerahkan sifat qana’ah terhadap apa yang diberikan.” (HR.Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa keberuntungan tidak terletak pada banyaknya harta, melainkan pada tiga hal: Islam, kecukupan rezeki, dan hati yang qana’ah. Seseorang boleh saja kaya raya, namun bila ia tidak memiliki qana’ah, ia tidak akan pernah merasa puas. Sebaliknya, orang dengan rezeki sederhana tetapi memiliki qana’ah justru hidup lebih bahagia.

Lebih lanjut, dalam riwayat lain Rasulullah ﷺ bersabda:

“Kekayaan bukanlah banyaknya harta benda, tetapi kekayaan adalah kekayaan jiwa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Hadis ini kembali mengingatkan bahwa standar kekayaan sejati bukanlah materi, melainkan kondisi hati. Hati yang lapang, ridha, dan puas dengan ketentuan Allah menjadi harta paling berharga yang melahirkan kedamaian hidup.

Tantangan Hidup: Antara Qana’ah dan Konsumerisme

Namun, di era modern, manusia menghadapi tantangan besar untuk memiliki sikap qana’ah. Sistem ekonomi kapitalistik mendorong manusia untuk terus membeli, memiliki, dan mengonsumsi. Lebih dari itu, iklan, media sosial, dan gaya hidup serba instan membuat banyak orang sulit merasa puas. Tidak jarang seseorang bekerja tanpa henti hanya untuk mengejar gengsi atau membandingkan dirinya dengan orang lain.

Misalnya saja fenomena Fear of Missing Out (FOMO) yang marak di media sosial menjadi gambaran nyata betapa sulitnya manusia modern membayangkan qana’ah. Ketika seseorang melihat teman memamerkan barang baru, liburan, atau kesuksesan, hatinya mudah diliputi iri dan gelisah. Padahal, sikap seperti itu hanya menimbulkan kelelahan fisik dan mental.

Di sinilah qana’ah hadir sebagai obat mujarab untuk kegelisahan tersebut. Dengan qana’ah, manusia belajar menghargai apa yang dimilikinya tanpa terus-menerus terjebak dalam perbandingan sosial. serupa Imam Ibnul Qayyim berkata: “Barang siapa yang tidak qana’ah, ia tidak akan pernah puas, meski dunia seisinya diberikan kepadanya.”

Qana’ah Bukan Pasrah Buta

Lebih jauh lagi, kita juga perlu memahami bahwa qana’ah tidak berarti berhenti berusaha atau puas tanpa ikhtiar. Justru Islam mendorong umatnya untuk bekerja keras, menuntut ilmu, dan beramal. Qana’ah hadir setelah seseorang berusaha, dan ia menunjukkan penerimaan hati terhadap hasil yang Allah tetapkan. serupa perkataan Imam Ali bin Abi Thalib: 

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

“Qana’ah adalah kekayaan yang tidak akan pernah habis.”

Perkataan ini mengajarkan bahwa qana’ah tidak menghalangi produktivitas, melainkan menyeimbangkan ambisi dengan penerimaan. Dengan qana’ah, kita tetap berusaha keras, namun tidak kehilangan ketenangan bila hasilnya tidak sesuai harapan.

Buah Qana’ah: Kedamaian dan Kebahagiaan

Dengan menerapkan qana’ah, seseorang dapat memetik banyak buah kebaikan dalam hidup, baik secara individu maupun sosial.

1. Ketenangan Jiwa

Hati yang qana’ah tidak lagi gelisah karena kekurangan atau iri pada kelebihan orang lain. Allah menegaskan hal ini dalam firman-Nya:

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

2. Menghindarkan dari Sifat Tamak

Orang yang qana’ah tidak mudah diperbudak harta. Ia bekerja secukupnya, menggunakan hartanya dengan bijak, dan tidak tunduk pada ambisi yang berlebihan.

3. Menumbuhkan Rasa Syukur

Selain itu, qana’ah berhubungan erat dengan syukur. Orang yang menerima pemberian Allah dengan lapang dada lebih mudah bersyukur. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Lihatlah kepada orang yang berada di bawah kalian, dan jangan melihat kepada orang yang berada di atas kalian. Hal itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah kepada kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Meningkatkan Kesehatan Mental

Psikologi modern pun menunjukkan bahwa rasa puas terhadap kehidupan sangat menentukan kesehatan mental. Orang yang selalu merasa kurang rentan terhadap stres dan depresi. Dengan qana’ah, seseorang memiliki mekanisme perlindungan diri dari tekanan sosial.

Cara Menumbuhkan Sikap Qana’ah

Untuk menumbuhkan sikap qana’ah, ada beberapa langkah praktis yang bisa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari:

  1. Memperkuat keimanan dan tawakal. Kita harus percaya bahwa Allah pemberi rezeki, sehingga hati menjadi tenang. Tawakal menjadi fondasi qana’ah.
  2. Membiasakan diri bersyukur. Membaca doa, mengingat kenikmatan kecil, dan mensyukuri hal-hal sederhana menumbuhkan rasa cukup dalam hati.
  3. Mengurangi perbandingan sosial. Kita bisa membatasi konsumsi media sosial atau mengubah cara pandang terhadap pencapaian orang lain agar hati tetap terjaga.
  4. Mengamalkan gaya hidup sederhana. Sederhananya bukan berarti miskin, melainkan menggunakan harta sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan.
  5. Mengingat kematian dan kehidupan akhirat. Kesadaran bahwa harta tidak bisa dibawa mati membuat hati lebih mudah qana’ah. Rasulullah ﷺ bersabda:

       “Perbanyaklah mengingat kehancuran kenikmatan (kematian).” (HR. Tirmidzi)

 

Qana’ah merupakan kekuatan spiritual yang menyeimbangkan ikhtiar dan tawakal. Al-Qur’an dan hadis menegaskan bahwa qana’ah menjadi sumber keberuntungan sejati, karena ia menumbuhkan ketenangan jiwa, rasa syukur, serta memerdekakan manusia dari keinginan duniawi.

Di tengah arus konsumerisme modern yang sering memenjarakan hati, qana’ah hadir sebagai cahaya pembebas. Dengan qana’ah, kita menapaki hidup dengan penuh ketenteraman, karena hati yang ridha terhadap ketentuan Allah menjadi sumber kedamaian yang hakiki.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement