SURAU.CO – Masyarakat kerap memandang demonstrasi sebagai solusi ampuh. Aksi turun ke jalan menjadi simbol kebebasan dalam menyuarakan pendapat. Akan tetapi, sebagai seorang Muslim, kita wajib menelaah lebih dalam. Apakah metode ini selaras dengan tuntunan syariat? Ataukah demonstrasi justru membuka pintu kerusakan yang jauh lebih besar?
Untuk menjawabnya, kita harus kembali pada fondasi ajaran Islam. Syariat Islam bertujuan untuk meraih kemaslahatan dan menolak segala bentuk kerusakan (mafsadat). Oleh karena itu, suatu tindakan tidak bisa dinilai hanya dari tujuannya. Cara dan dampak yang menyertainya menjadi pertimbangan utama. Apabila sebuah cara berpotensi melahirkan keburukan lebih besar daripada kebaikan, maka jalan tersebut harus dipertanyakan.
Kaidah Emas dari Imam Ibnul Qayyim
Untuk memandu kita, seorang ulama besar, Imam Ibnul Qayyim, memberikan sebuah prinsip berharga. Beliau menguraikan prinsip fundamental ini dalam kitabnya yang terkenal, Madarijus Salikin. Prinsip ini dapat kita jadikan cermin untuk menilai berbagai persoalan kontemporer.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan, “Apabila seorang merasa kesulitan tentang hukum suatu masalah, apakah mubah ataukah haram, maka hendaklah dia melihat kepada mafsadat (kerusakan) dan hasil yang ditimbulkan olehnya. Apabila ternyata sesuatu tersebut mengandung kerusakan yang lebih besar, maka sangatlah mustahil bila syari’at Islam memerintahkan atau memperbolehkannya, bahkan keharamannya merupakan sesuatu yang pasti.”
Kaidah ini mengajak kita untuk berpikir jernih dan objektif. Kita harus menimbang dengan cermat dampak dari setiap perbuatan. Mari kita terapkan kaidah ini untuk menganalisis fenomena demonstrasi secara adil.
Sisi Gelap Demonstrasi: Kerusakan di Depan Mata
Saat kita mengamati realitas di lapangan, dampak negatif demonstrasi sangat mudah kita temukan. Berbagai bentuk kerusakan sering kali muncul sebagai akibat dari aksi massa tersebut.
Pertama, Mengikis Rasa Aman.
Salah satu dampak paling cepat terasa adalah hilangnya ketenangan. Demonstrasi, terutama yang berskala besar, dapat mengancam keamanan sebuah negara. Akibatnya, rasa cemas dan waswas menyebar luas di tengah masyarakat. Aktivitas normal menjadi terganggu karena suasana yang tidak menentu.
Selanjutnya, Meruntuhkan Wibawa Pemimpin.
Islam mengajarkan umatnya untuk menghormati pemimpin demi menjaga persatuan. Namun, demonstrasi sering kali menjadi ajang untuk mencela pemimpin secara terbuka. Metode ini dapat mengikis habis wibawa mereka. Hal ini tentu berbahaya karena dapat memicu pembangkangan yang lebih luas dan anarki.
Selain Itu, Memicu Kerusakan Fisik dan Ekonomi.
Kerusakan fasilitas publik juga menjadi pemandangan yang lazim. Massa terkadang merusak bangunan dan memblokade jalan. Bahkan, penjarahan sering kali tidak terhindarkan. Semua tindakan ini jelas merugikan kepentingan umum. Aktivitas ekonomi pun terhenti. Kemacetan parah mengganggu hajat hidup banyak orang yang tidak bersalah.
Terakhir, Pelanggaran Norma Syariat Lainnya.
Di tengah kerumunan massa, batasan syariat sering kali terabaikan. Kaum wanita kerap ikut serta dan bercampur baur dengan laki-laki tanpa aturan. Padahal, Islam sangat memuliakan dan menjaga wanita. Terkadang, ada pula aksi mogok makan, sebuah tindakan menyakiti diri yang bertentangan dengan semangat syariat untuk menjaga jiwa.
Harga Termahal: Hilangnya Nyawa Manusia
Puncak dari semua kerusakan ini adalah jatuhnya korban jiwa. Bukan rahasia lagi, demonstrasi sering kali berakhir dengan kekerasan yang merenggut nyawa. Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan peringatan yang sangat keras mengenai hal ini. Beliau bersabda:
“Hancurnya dunia dan isinya itu lebih ringan di sisi Allah daripada hilangnya nyawa seorang muslim tanpa alasan yang benar.”
Hadis ini menegaskan betapa sucinya darah seorang Muslim. Nyawa manusia terlalu berharga untuk menjadi korban dari sebuah aksi yang hasilnya belum pasti membawa kebaikan.
Refleksi Kritis: Benarkah Masalah Terselesaikan?
Kini, sebuah pertanyaan penting perlu kita renungkan. Berbagai demonstrasi telah terjadi di seluruh dunia. Lantas, apa hasil konkret yang benar-benar tercapai? Apakah masalah selesai sampai ke akarnya? Kenyataannya, demonstrasi sering kali hanya melahirkan kekacauan baru tanpa solusi yang hakiki. Ia lebih sering menjadi wadah luapan emosi, bukan jalan keluar yang bijaksana.
Jalan Keluar Menurut Islam
Islam tentu tidak melarang umatnya untuk melakukan perbaikan. Namun, agama kita telah menyediakan metode yang lebih efektif dan minim kerusakan. Menasihati pemimpin adalah bagian penting dari ajaran Islam. Akan tetapi, adabnya adalah dengan cara rahasia dan penuh hormat, bukan mempermalukannya di depan publik. Menjaga persatuan, bersabar, dan menempuh jalur yang syar’i adalah jalan yang jauh lebih utama.
Pada akhirnya, kita harus kembali kepada tuntunan agama. Jangan sampai kita latah mengadopsi cara-cara dari luar yang justru berbenturan dengan prinsip dasar syariat kita. Semoga Allah senantiasa melindungi kita dan negeri ini dari segala perpecahan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
