Kalam
Beranda » Berita » Menghormati Orang Tua: Fondasi Utama Meraih Keberkahan Hidup

Menghormati Orang Tua: Fondasi Utama Meraih Keberkahan Hidup

Gambar Ilustrasi Kedua Orang Tua Merestui dan Mendoakan Anak
Gambar Ilustrasi Kedua Orang Tua Merestui dan Mendoakan Anak

Menghormati Orang Tua: Fondasi Utama Meraih Keberkahan Hidup

SURAU.CO – Dalam dinamika kehidupan modern yang serba cepat, sering kali kita terlena oleh berbagai kesibukan. Namun, ada satu pilar penting dalam ajaran Islam yang tidak boleh lekang oleh waktu, yaitu menghormati orang tua. Konsep ini, yang dikenal sebagai birrul walidain, menempati posisi yang luar biasa agung. Kedudukannya bahkan ditempatkan persis setelah kewajiban paling utama seorang hamba kepada Sang Pencipta. Allah SWT secara eksplisit menyandingkan perintah untuk mentauhidkan-Nya dengan perintah untuk berbuat baik kepada ibu dan bapak. Oleh karena itu, hubungan vertikal kita kepada Allah tidak akan sempurna tanpa adanya hubungan horizontal yang baik kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran kita di dunia.

Kewajiban ini bukanlah sekadar norma sosial atau tradisi budaya. Sebaliknya, ia adalah perintah suci yang sarat dengan hikmah dan keberkahan. Ketika seorang anak menunaikan baktinya, sesungguhnya ia sedang membuka pintu-pintu rezeki dan rahmat untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, mengabaikan mereka sama saja dengan menutup salah satu gerbang surga termudah yang telah Allah sediakan. Sungguh sebuah ironi ketika kita sibuk mencari ridha Allah di tempat yang jauh, padahal ridha-Nya sering kali terpancar dari senyuman dan doa tulus kedua orang tua kita di rumah.

Perintah Suci yang Menggugah Jiwa

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam memberikan penekanan yang sangat kuat mengenai adab terhadap orang tua. Perintah ini disampaikan dengan bahasa yang tegas namun penuh kelembutan, menunjukkan betapa krusialnya amalan ini. Allah SWT berfirman dalam salah satu ayat-Nya yang paling menyentuh:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
(QS. Al-Isra’: 23)

Ayat ini mengandung pelajaran yang sangat mendalam. Pertama, penyandingan perintah tauhid dengan berbakti kepada orang tua mengangkat status amalan ini ke tingkat yang sangat tinggi. Hal tersebut seolah menegaskan bahwa keimanan seseorang belum utuh jika ia masih durhaka kepada ibu bapaknya. Selanjutnya, Allah secara spesifik melarang ucapan “ah”, sebuah kata yang mungkin terdengar sepele. Larangan ini mengisyaratkan bahwa bahkan keluhan terkecil yang menunjukkan rasa tidak suka atau beban sudah tergolong sebagai perbuatan tercela. Jika kata sekecil “ah” saja dilarang, maka tentu perbuatan yang lebih kasar seperti membentak atau menyakiti hati mereka jauh lebih besar dosanya. Perintah untuk mengucapkan “perkataan yang mulia” menjadi antitesisnya, mendorong anak untuk senantiasa memilih diksi yang santun, nada yang lembut, dan ekspresi yang penuh kasih sayang, terutama saat mereka memasuki usia senja. Di masa inilah, mereka kembali menjadi seperti anak-anak, sangat sensitif dan membutuhkan perhatian lebih.

Canda Rasulullah Saw: Keteladanan dalam Keakraban

Jalan Pintas Menuju Kecintaan Allah dan Surga-Nya

Posisi istimewa berbakti kepada orang tua juga dikonfirmasi langsung oleh lisan mulia Rasulullah SAW. Dalam sebuah dialog yang penuh hikmah, beliau menempatkan amalan ini pada urutan kedua setelah ibadah utama seorang muslim. Ketika beliau ditanya mengenai amalan yang paling dicintai Allah, jawaban beliau sangat jelas dan terstruktur.

“Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat tepat pada waktunya.”
Ditanya lagi: “Kemudian apa?”
Beliau menjawab: “Berbakti kepada orang tua.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini secara gamblang menunjukkan prioritas dalam beramal. Setelah seorang hamba menunaikan hak Allah melalui shalat tepat waktu, hak terpenting selanjutnya yang harus ia penuhi adalah hak kedua orang tuanya. Ini bukanlah sebuah kebetulan, melainkan sebuah petunjuk bahwa jalan untuk meraih cinta Allah sangat erat kaitannya dengan bagaimana kita memuliakan mereka. Bahkan, dalam riwayat lain, Rasulullah SAW pernah menyuruh seorang pemuda untuk pulang dan berbakti kepada ibunya ketimbang ikut berjihad di medan perang. Ini membuktikan bahwa dalam kondisi tertentu, merawat orang tua memiliki keutamaan yang setara, bahkan melebihi amalan besar lainnya.

Pahala yang dijanjikan pun tidak main-main, yaitu surga. Namun, kesempatan emas ini sering kali disia-siakan. Rasulullah SAW memberikan peringatan keras bagi mereka yang lalai melalui sabdanya:

“Sungguh hina, sungguh hina, sungguh hina!”
Lalu para sahabat bertanya: “Siapa yang hina, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Orang yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satunya dalam keadaan tua, namun ia tidak masuk surga.”
(HR. Muslim)

Penguasaan Perairan Dalam Syariat Islam: Dalil, Sejarah dan Relevansi Kontemporer

Pengulangan kata “sungguh hina” sebanyak tiga kali menunjukkan betapa besar penyesalan dan kerugian yang akan orang tersebut alami. Merawat orang tua di usia senja adalah ladang pahala yang terhampar luas. Momen tersebut adalah ujian kesabaran, keikhlasan, dan rasa syukur. Dengan demikian, menyia-nyiakannya adalah sebuah kebodohan spiritual yang akan membawa pada kehinaan di hadapan Allah.

Mewujudkan Bakti dalam Tindakan Nyata Sehari-hari

Menghormati orang tua bukanlah konsep abstrak yang sulit kita wujudkan. Sebaliknya, ia termanifestasi dalam setiap interaksi dan perbuatan kita sehari-hari. Bentuk bakti yang paling mendasar adalah menjaga lisan dan perbuatan agar senantiasa lembut. Hindari perkataan yang bernada tinggi, apalagi membantah nasihat mereka dengan kasar. Alih-alih membantah, dengarkanlah dengan saksama, sebab dalam setiap nasihat mereka terkandung cinta yang tulus.

Selain itu, mendoakan mereka adalah wujud bakti yang tak lekang oleh waktu, bahkan setelah mereka tiada. Doa yang sering kita panjatkan, sebagaimana ajaran Al-Qur’an, adalah ungkapan terima kasih yang paling tulus:

“Rabbirhamhuma kama rabbayani shaghira”
(“Ya Tuhanku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil.” – QS. Al-Isra’: 24)

Doa ini mengingatkan kita akan pengorbanan mereka di masa lalu. Selanjutnya, membantu memenuhi kebutuhan fisik dan finansial mereka adalah bentuk tanggung jawab dan rasa syukur. Jangan pernah merasa berhitung dengan orang tua, karena apa yang kita berikan tidak akan pernah bisa membalas setetes air susu ibu atau setetes keringat ayah. Menjaga nama baik mereka di tengah masyarakat dengan cara menjadi pribadi yang saleh dan berakhlak mulia juga merupakan bagian penting dari birrul walidain. Setiap perbuatan baik yang kita lakukan, secara tidak langsung akan menjadi kebanggaan dan kehormatan bagi mereka.

Pajak, Zakat, dan Amanah Negara: Menemukan Titik Temu dalam Islam


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement