SURAU.CO – Kita semua menjalani kehidupan dunia yang sifatnya hanya sementara. Saya meyakini bahwa kehidupan akhiratlah yang hakiki dan abadi. Namun, dunia tetap menjadi tempat untuk menyiapkan bekal menuju akhirat. Oleh karena itu, kita harus memperbanyak amal kebaikan selama hidup agar bisa memetik hasil di akhirat kelak.
Permasalahan muncul ketika kita membicarakan orang yang telah meninggal dunia. Secara kasat mata, kita melihat bahwa mereka tidak lagi mampu melakukan apa-apa. Mereka tidak bisa bergerak, berbicara, ataupun beramal seperti saat masih hidup. Tetapi jika kita memandangnya dengan mata hati, kita justru meyakini bahwa mereka masih bisa menerima pahala, terutama dari doa orang-orang yang masih hidup.
Perbedaan sudut pandang ini akhirnya melahirkan dua pemahaman di masyarakat. Sebagian besar orang melihat kematian secara lahiriah; mereka berasumsi bahwa orang mati tidak lagi bisa memperoleh pahala karena tidak bisa berbuat. Sebaliknya, sebagian lainnya menggunakan sudut pandang ruhani dan meyakini bahwa orang mati tetap bisa memperoleh pahala dari amal orang lain yang diniatkan untuknya.
Hadits yang menyebabkan timbulnya dua pandangan tersebut adalah sebagai berikut:
إِذَا مَاتَ اِبْنُ آدَمٍ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ. (رواه مسلم في الصحيح)
“Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amal perbuatannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu mendoakannya.” (HR.Muslim)
Untuk memahami makna hadis diatas, ada dua poin yang harus dipahami:
1. Kematian Memutus Amal, Tapi Bukan Dampaknya
Secara umum, terputusnya amal perbuatan sebab kematian merupakan perkara yang jelas. Arinya, kematian secara kasat mata memang menghentikan aktivitas perbuatan seseorang. Ketika seseorang meninggal tidak lagi dikenai taklif (kewajiban hukum). Namun, sebagian amal yang pernah ia lakukan tetap menghasilkan dampak setelah kematian. Dengan kata lain, ia bisa terus memperoleh pahala dari amal yang manfaatnya masih dirasakan banyak orang.
Misalnya, Salman mewakafkan tanahnya untuk pembangunan masjid. Setelah masjid itu berdiri, banyak orang yang beribadah. Selama masih ada orang yang beribadah di masjid tersebut, maka pahala akan terus mengalir.
2. Hadis Membahas Amal yang Terputus, Bukan Manfaatnya
Poin kedua yang harus dipahami adalah hadits di atas berbicara tentang إِنْقِطَاعُ عَمَلِهِ (terputusnya amal perbuatan) bukan berbicara tentang إِنْقَطَعَ إِنْتِفَاعُهُ (terputusnya manfaat amal perbuatan). Seseorang memang hanya berhak menerima pahala dari perbuatan yang ia lakukan sendiri. Namun, jika orang lain sengaja mengalirkan manfaat amalnya kepada si mayit, maka orang itu bisa memberikan pahala sebagai hadiah.
Untuk mempermudah pemahaman, saya berikan analogi. Feri meninggal dunia dalam keadaan masih memiliki hutang kepada Budi. Jika Siti membayarkan utang tersebut kepada Budi atas nama Feri, maka Feri terbebas dari utang itu. Dalam kasus ini, Siti tidak memberikan uang kepada Feri secara langsung, tetapi Siti memberikan manfaat yang bisa Feri rasakan: ia terbebas dari tanggungan.
Dalam praktik keagamaan, banyak orang membaca Al-Qur’an, bersedekah, atau melakukan amal lainnya dengan niat menghadiahkan pahalanya kepada orang yang telah wafat. Meskipun Anda tidak melakukan amal itu sendiri, ia tetap mendapatkan manfaat karena ada orang yang memberikannya dengan niat tulus.
Penjelasan Ulama Besar
Dalam kitab Tahqiq al-Amal fima yanfa’u al-Mayyit min al-A’mal karya Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani. Ulama besar ini menguraikan jenis-jenis amal yang bisa memberikan manfaat kepada orang yang telah meninggal, dengan penjelasan ilmiah serta rujukan dari Al-Qur’an dan hadis.
Mayoritas ulama dari berbagai zaman juga mendukung pandangan ini. Mereka sepakat bahwa seseorang bisa mengirimkan pahala amal kepada orang yang sudah wafat, dan amal tersebut tetap memberi manfaat. Masyarakat muslim di Indonesia bahkan telah lama menanamkannya dalam bentuk tahlilan, doa bersama, dan sedekah atas nama orang tua yang telah tiada.
Mari kita manfaatkan waktu yang tersisa dengan amal terbaik yang tidak akan terputus oleh kematian. Kita bisa meninggalkan sedekah jariyah, mengajarkan ilmu, atau mendidik anak agar tumbuh menjadi saleh dan selalu mendoakan kita. Semoga Allah menerima semua amal kita dan memberi kita pahala yang terus mengalir.
Demikian penjelasan tentang memahami hadits orang yang telah meninggal. Keterangan di atas dirujuk dalam kitab Tahqiq al-Amal fima yanfa’u al-Mayyit min al-A’mal, karya Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lamu.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
