Pendidikan
Beranda » Berita » Anak Harus Bersikap Sopan Sejak Kecilnya dalam Akhlaq lil Banin Juz 1 Karya Umar Baraja (Pelajaran dari Klasik untuk Hari Ini)

Anak Harus Bersikap Sopan Sejak Kecilnya dalam Akhlaq lil Banin Juz 1 Karya Umar Baraja (Pelajaran dari Klasik untuk Hari Ini)

Anak harus bersikap sopan
Seorang guru yang bijaksana dan tersenyum, sedang membacakan kitab 'Akhlaq lil Banin'

SURAU.CO – Saya pernah mengenal seorang anak bernama Fikri. Usianya belum genap tujuh tahun, tapi tutur katanya lembut dan tindakannya penuh hormat. Ia tidak pernah menyela pembicaraan orang dewasa, selalu mengucap terima kasih, dan bertanya dengan sopan. Orang-orang pun menyayanginya. Anak seperti Fikri mengingatkan saya pada satu kisah dalam kitab klasik Akhlaq lil Banin karya Syekh Umar bin Ahmad Baraja.

Dalam kitab itu, dikisahkan tentang seorang anak kecil bernama Ahmad. Meski usianya masih muda, akhlaknya sudah tertata rapi. Ia sopan santun, dicintai ayahnya, dan gemar bertanya jika tak paham sesuatu. Cerita ini bukan sekadar dongeng, ia adalah pelajaran hidup yang menyentuh dan masih sangat relevan hari ini.

Syekh Umar bin Ahmad Baraja adalah ulama asal Hadramaut yang kemudian menetap dan mengabdi di Indonesia. Kitab Akhlaq lil Banin ditulisnya sebagai panduan akhlak dasar untuk anak-anak, khususnya santri pemula di madrasah. Bahasa kitab ini ringan, penuh kisah, dan sarat nilai pendidikan.

Di banyak pesantren dan madrasah, kitab ini diajarkan sebagai bagian dari kurikulum pembinaan karakter. Posisinya penting karena mampu menanamkan nilai adab sejak dini, jauh sebelum anak tenggelam dalam pelajaran akademik lainnya.

1. Kisah Ahmad dan Pohon Mawar yang Bengkok

Dalam satu bagian kitab, Syekh Umar menulis:

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

“أحمد طفل صغير، لكنه مؤدب، يحبه أبوه. وكان يحب أن يسأل عن كل شيء لا يفهمه.”

“Ahmad adalah seorang anak kecil, tetapi ia bersikap sopan santun. Karena itu, ia dicintai oleh ayahnya. Ia juga suka bertanya tentang segala sesuatu yang tidak dipahaminya.”

Pada suatu hari, Ahmad diajak ayahnya bertamasya ke sebuah kebun. Di sana, ia melihat sebatang pohon mawar yang indah namun batangnya bengkok. Dengan polos dan jujur, Ahmad bertanya, “Wahai ayahku, mengapa pohon yang indah ini bengkok?”

Sang ayah menjawab, “Karena tukang kebun tidak meluruskannya sejak kecil, maka ia pun tumbuh menjadi bengkok.” Mendengar itu, Ahmad berkata, “Kalau begitu, mari kita luruskan sekarang.” Namun ayahnya tersenyum sambil berkata, “Itu tidak mungkin wahai anakku, karena batangnya sudah besar dan keras.”

2. Akhlak Anak Seperti Pohon Harus Diluruskan Sejak Awal

Akhir kisah ini mengandung makna yang mendalam. Sang ayah berkata:

Menerapkan Parenting Nabawi: Panduan Mendidik Karakter Anak Lewat Riyadus Shalihin

“وكذلك الولد إذا لم يتأدب منذ صغره، لا يمكن أن يؤدب بعد أن يكبر.”
“Begitu pula anak yang tidak bersikap sopan sejak kecilnya, tidak mungkin ia dididik ketika sudah besar.”

Perumpamaan ini sangat kuat. Akhlak manusia, seperti pohon, butuh bimbingan sejak tunasnya mulai tumbuh. Jika dibiarkan miring, kelak ia akan sulit dibenahi. Sama halnya dengan anak. Jika sejak kecil dibiarkan bicara kasar, bersikap semaunya, atau abai terhadap etika, maka saat dewasa ketika kepribadian telah mengeras segala nasihat menjadi sukar masuk.

Di zaman sekarang, banyak orang tua terlalu fokus mengejar prestasi anak. Mereka mengikutkan kursus, les, bahkan lomba sejak usia dini. Namun, tidak sedikit yang lupa menyirami hati anak dengan nilai-nilai sopan santun, kejujuran, dan hormat pada orang tua.

3. Pendidikan Akhlak Dimulai dari Rumah, Bukan Sekolah

Kisah Ahmad bukan hanya mengandung pesan untuk anak-anak, tetapi juga untuk para orang tua dan pendidik. Bahwa tanggung jawab membentuk karakter anak tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada lembaga pendidikan. Ia harus dimulai dari rumah, sejak anak mampu menyerap isyarat kasih sayang dan keteladanan.

Sikap sopan tidak lahir dari perintah semata. Ia tumbuh dari contoh. Ketika ayah Ahmad menjawab pertanyaannya dengan sabar, dan tidak meremehkan keingintahuan anak, ia sedang mendidik dengan cinta. Pendidikan akhlak yang berhasil selalu berakar dari kasih sayang, bukan hanya hukuman.

Sebab Kerusakan Anak Wanita

Sebelum Terlambat, Mari Luruskan Akhlak Sejak Dini

Sebatang pohon yang bengkok memang indah dipandang. Tapi bayangkan betapa lebih indahnya jika tumbuh lurus, kokoh, dan memberi manfaat. Demikian pula dengan akhlak anak. Sopan santun yang ditanam sejak kecil akan membentuk pribadi yang menyejukkan seisi rumah dan lingkungan.

Mari kita renungkan,
Sudahkah kita menjadi tukang kebun yang telaten meluruskan tunas akhlak anak sejak dini?
Atau justru kita abai hingga batangnya mengeras dan sulit dibentuk?

Ya Allah, bimbinglah kami untuk mendidik anak-anak kami dengan akhlak mulia. Lembutkan hati kami agar sabar, dan lapangkan hati anak-anak kami agar mudah menerima kebaikan. Amin.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement